7 Maret, Hari ke-7 Ramadan
Bulan puasa tahun ini terasa beda. Biasanya, tiap sore adik ku sibuk keliling nyari takjil buat buka. Dari es cendol, gorengan, sampai kolak pisang, rasanya pengen beli semuanya! Tapi kali ini, dia memutuskan untuk nggak cuma jadi pembeli, tapi juga penjual.
Bukan karena dipaksa, tapi adik ku sendiri yang kepikiran. Tiap tahun, bulan Ramadan selalu identik dengan jajanan yang menggoda. Jalanan dipenuhi pedagang dadakan yang menawarkan berbagai makanan lezat. Dia mulai mikir, kalau mereka bisa jualan dan dapat untung, kenapa kita nggak coba juga? "Ujarnya"
Akhirnya, dengan modal kecil dan dukungan dari mama, dia memberanikan diri buat jualan takjil di depan rumah. Awalnya dia agak ragu, takut nggak ada yang beli atau dagangannya nggak laku. Tapi dia yakin, kalau nggak dicoba, kita nggak akan pernah tahu hasilnya. Ramadan kali ini nggak cuma tentang berburu takjil, tapi juga berburu pengalaman baru: belajar usaha!
Awalnya, adik aku cuma iseng bantuin mama bikin takjil. Seperti biasa, setiap Ramadan, mama selalu sibuk di dapur menyiapkan kolak pisang, es buah, dan gorengan buat buka puasa. Dia bantu-bantu sekadar motong-motong buah dan ngaduk santan, sambil sesekali nyicipin (pastinya nunggu bedug dulu, dong!).
Tapi hari itu, adik aku iseng nyeletuk, "Ma, kalau kita jualan takjil gini, laku nggak ya?" Mama langsung ketawa, tapi bukannya nolak, beliau malah bilang, "Ya kalau enak dan murah, pasti ada yang beli." Jawaban mama bikin adik ku kepikiran. Setiap sore, dia lihat banyak orang berburu takjil, termasuk dia sendiri. Artinya, peluang buat jualan tuh gede banget!
Hari pertama, adik aku deg-degan. Takut nggak ada yang beli, takut rasa minumannya nggak seenak yang dijual di luar sana. Dia bolak-balik ngecek meja jualan di depan rumah, memastikan semuanya rapi wadah es buah penuh dengan potongan warna-warni, kolak pisang masih hangat dalam panci, dan gelas plastik sudah siap buat dipakai.
Waktu mulai menunjukkan pukul 4 sore, adik ku duduk sambil berharap ada yang mampir. Lima belas menit berlalu, belum ada tanda-tanda pembeli. Dia mulai cemas. Apa harganya ketinggian? Apa tempatnya kurang strategis?
Tapi tiba-tiba, seorang ibu berhenti di depan meja. "Es buahnya masih fresh, Dek?" tanyanya. Dengan semangat adik ku jawab, "Iya, Bu! Baru jadi barusan." Tanpa ragu, beliau beli dua gelas. Rasanya kayak beban langsung hilang!
Setelah itu, satu per satu tetangga mulai datang. Ada yang beli es buah, ada yang pesan kolak buat buka puasa. Bahkan beberapa anak kecil yang lewat merengek minta dibelikan ke orang tuanya. Adik ku tersenyum lebar ternyata, dagangan pertamaku laku juga! "Ujarnya"