Mohon tunggu...
Muhammad Almaida Alfarizi
Muhammad Almaida Alfarizi Mohon Tunggu... Mahasiswa - 2003

Masa depan ada ketika diraih

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kerusuhan Rasial Etnis Tionghoa-Pribumi di Kota Surakarta 1972-1998

9 Desember 2021   13:24 Diperbarui: 9 Desember 2021   13:32 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Etnis Tionghoa sebagai kaum minoritas di Surakarta menjadi sumber kecemburuan dari kaum pribumi karena pada masa orde baru perekonomian skala nasional dan skala lokal yang dalam hal ini adalah kota Surakarta yang masih di dominasi oleh pengusaha-pengusaha Tionghoa. Di masa orde baru ini ketegangan natara kaum pribum dan orang Cina terus berkembang karena semakinjauhnya jarak antara si kaya dan si miskin dalam negara serta upah yang diberikan kepada pejabat birokrasi, militer dan polisi (Onghokham, 2008:24)1.Padahal sebernarnya Etnis Tionghoa menjadi salah satu etnis yang membantu Indonesia namun keberadaannya masih sering dianggap sebagai "the other " atau "yang lain" dari golongan yang ada (Windy Kinasih, 2007:10)12.

Permasalahan antara pribumi dan non-Pribumi semakin perkeruh dengan terjadi krisis moneter pada tahun 1998 yang mempengaruhi keadaan perekonomian bangsa yang juga berimebas kepada keadaan ekonomi lokal. Khususnya di kota Surakarta konflik antara Tionghoa-pribumi dari tahun 1972-1998 sudah banyak menelan korban jiwa, banyak gedung-gedung, perkantoran, pertokoan atau rumah-rumah hangus terbakar serta juga tidak luput kendaraan-kendaraan transportasi dari amukan warga (Konflik Rasial Natara Etnis Tionghoa dengan Pribui Jawa di Surakarta Tahun 1972-1998, 2017, hal. 2:9).

Konflik Tionghoa-Pribumi di Surakarta disebabkan oleh adanya provokasi-provokasi yang akhrianya terbentuk sebuha mobilisasi massa pada tahun 1972, adanya konflik-konflik individual yang terjadi sepanjang tahun 1972 dan 1980 yang akan menjadi awal kerusuhan yang besar di Surakarta, dan adanya aksi yang dilakukan oleh mahasiswa pada 14 mei 1998
oleh mahasiswa Universitas Negeri Muhammadiyah Surakarta (UMS) dan Universitas Sebelas Maret (UNS).Kerusuhan Rasial di Surakrta diawalai pada tahun 1972 terjadi pembacokan oleh orang Arab terhadap seorang tukang becak di pasar Kliwon. Yang berdampak kepada terjadinya kegiatan protes yang dilakukan oleh para masyarakat lapisan bawah, keesokannya tukang-tukang becak se-Surakarta melakukan kegiatan protes kepada korban yang berakhir pada kegiatan pembakaran dan juga perusakan toko-toko di Pasar Pon dan Jalan Coyudan yang dimiliki oleh orang-orang Tionghoa.

Kemudian terjadi sebuah permasalahan lagi 8 tahun kemudia yang terjadi karena adanya keeclakaan lalu-lintas. Kerusuhan ini lebih besar daipada tahun 1972, tepatnya pada 19 November 1980 terjadi kecelakaan antara pipit (jawa) pelajar Sekolah Guru Olahraga (korban) dan kicak, seorang pemuda Tionghoa. Kemudian disusul dengan pemukulan pipit oleh kicak (Rustopo, 2007). Kerusuhan kali ini berdampak pada penjarahan dan pembakaran  toko-toko milik orang Tionghoa.  Setelah Surakarta tenag selama 18, terjadi lagi kerussuhan pada tahun 1998 yang dilakukan oleh mahasiswa UNS dan UMS yang timbul karena rasa solidaritas karena terbunuhnya mahasiswa Trisakti pada 12 mei 1998. Kerusuhan mei 1998 di Surakarta hanya terjadi selma 2 hari yaitu 14-15 Mei 1998. Dampak terjadinya kerusuhan pada Mei 1998 di Usrakarta adalah terjaidnya penjarahan, perusakan dan pembakaran pertokoan milik orang-orang Tinghoa.

Dampak dari Kerusuhan Anti Tionghoa Tahu  1972-1998 dibagi menjadi tiga yaitu Dampak Kerusuhan Tahun 1972, Dampak Kerusuhan tahun 1980 dan Dampak Kerusuhan Tahun 1998. Dampak Kerusuhan tahun 1972 dibagi lagi mejadi dampak material yaitu berupa kerusakan toko-toko milik orang Arab, merusak dan membakar toko-toko milik orang Tionghoa, puluhan rumah dan bangunan toko milik orang Arab dan Tionghoa mengalami kerugian yang besar. Kedua, dampak ekonomi yaitu terjaidnya kelumpuhan total setelah terjadinya perusakan dan pembakaran yang dilakukan ole kaum Pribumi. Tidak ada Aktivitas perekonomian disekitar pasar karena adanya rasa takut akan diperlakukan sama oleh orang-orang Pribumi.

Dampak Kerusuhan pada tahun 1980 lebih besar karena adanya keterlibatan gali (preman) setempat, banyak toko-toko diruas jalan-jalan besar menjadi sasaran dari amukan massa pada saat itu. Ada yang hanya dirusak, ada pula yang di jarah bahkan sampai dibakar toko-tokonya sampai kerumah orang-orang Tionghoa. Seanjutnya, Dampak Kerusuhan tahun 1998 lebih mengerikan daripada tahun-tahun sebelumnya. Hal itu dikarenakan banyaknya kabut asap dari kobaran api, reruntuhan gedung, ribuan bangkai sepeda, ratusan bangkai mobil, dan barang-barang yang terbakar malang melinting diseluruh ruas jalan tak luput pula bangkai bus yang dibakar oleh massa (Jawa Pos, 16 Mei 1998). Selain itu Sektor perekonomian juga menjadi sektor yang paling terdampak dari adanya kerusuhan pada tahun 1998. Hal itu disebabkan karena pusat-pusat perdagangan yang menjadi kekuatan perekonomian kota Surakarta mengalami kelumpuhan karean dhabis dibakar dan juga karena banyak tindakan penjarahan yang disebabkan oleh kerusuhan yang terjadi. Selain itu juga Sektro tranportasi mengalami kelumpuhan dan meninggalkan truama yang melanda kota Surakarta (Pos, 18 Mei 1998)

Upaya Penyelesaian Permasalahan Etnis Tionghoa di Surakarta

Kerusuhan yang terjadi diantara Etnis Tionghoa dengan Pribumi merupakan konflik yang mencakup skala lokal dan skala Nasional. Tionghoa yang merupakan Etnis minoritas pada saat itu seringkali menjadi bahan perbandingan para Pribumi khususnya dalam bidang ekonomi. Namun, pada akhirnya Kerusuhan yang terjadi di Surakarta bisa teredam dengan berbagai upaya yaitu:

a.Peran ABRI

Peran ABRI pada saat itu yang merupakan gabungan antara TNI AD, TNI AU, TNI AL dan kepolisian memiliki peran yang sangat vital dalam peleraian atau penyelesaian kerusuhan rasial yang terjadi dikota Surakarta. Pada saat setelah kerusuhan yang terjadi pada tahun 1972 Kepolisian yang dibantu TNI memantau daerah-daerah atau titik-titik yang rawan secara berskala agar bisa menghindari terjadinya kerusuhan susulan. Pada tahun 1980 dan 1998 kehadiran TNI dan kepolisian lebih banyak lagi dari kejadian dari tahun sebelumnya yaitu pada tahun 1972, hal itu disebabkan pada kejadian 1998 sudah termasuk kedalam kerusuhan berskala nasional yang melibatkan sluruh masyarakat Indonesia tidak terkecuali dikota Surakarta. Dalam menangani kerusuhan rasial tahun 1998 sikap ABRI sangat tegas dalam upaya menangani kerusuhan di Surakarta, seperti yang dinyatakan dalam (Jawa Pos, 16 Mei 1998).

b.Peran Pemerintah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun