Mohon tunggu...
HME Irmansyah
HME Irmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Ipoleksosbud

Institute for Studies and Development of Thought (ISDT)

Selanjutnya

Tutup

Money

Gali Lubang Tutup Lubang

17 November 2017   09:12 Diperbarui: 17 November 2017   10:03 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dokumen pribadi

GALI LUBANG TUTUP LUBANG ... Gali Tutup Hutang

Oleh Muhammad E. Irmansyah - ISDT

Dari RAPBN 2018 yang sudah jadi APBN 2018 disebutkan bahwa: 

Anggaran Pemerimaan Negara sebesar Rp. 1.878,4 triliun yang didapat dari pajak sebesar Rp. 1.609,4 triliun (86%), sumber daya alam (SDA) Migas Rp. 77,2 triliun (4%) dan SDA non Migas sebesar Rp. 22,1 triliun (1%).

Anggaran Belanja Negara, terdiri dari cicilan pokok hutang & bunga sebesar Rp. 646 triliun; bunga Rp. 247,6 triliun sedangkan defisit anggaran Rp. 326 triliun.

Pendapatan negara sekitar 86% dari pajak, 5% dari SDA. Lho..., koq sumber daya alam Indonesia yang melimpah ini cuma bisa beri kontribusi hanya sebanyak 5%? Itu artinya kita tidak bisa menikmati lagi hasil SDA yang melimpah itu.

Defisit anggaran Rp. 326 triliun mengisyaratkan bahwa kedepan akan ada dua kebijakan tambah jenis pajak atau tambah hutang. Sedangkan menambah pendapatan dari SDA sudah tak mungkin, karena SDA itu sudah dikuasai asing dengan perjanjian yang mengikat untuk diperpanjang.

Nah..., disinilah pokok persoalan. Nampaknya pemerintah, dalam hal ini kementrian keuangan dan lebih spesifik lagi menteri keuangan nampaknya seolah panik sehingga mengeluarkan kebijakan yang penuh anomali (kelainan/keanehan) dan terkesan tidak berpihak kepada rakyat banyak.

1. Menteri "anomali" melakukan "anomali", terkesan seolah-olah hutang yang harus dibayar hanya sekitar 211 triliun rupiah saja, padahal sebenarnya pembayaran hutang pokok+bunga adalah mengarah ke angka 700 TRILIUN RUPIAH !

2. Defisit anggaran 330an triliun rupiah membuat pemerintah panik, akhirnya mengusulkan RUU PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang isinya antara lain akan menarik semacam pajak yang disebut semacam service charge atas segala pelayanan pemerintah yang dikaitkan dengan APBN, buat surat kelahiran.., bayar; mau nikah bayar alias dikenai "pajak", mau cerai .... bayar alias kena "pajak"..., dan kemudian jika ingin rujuk.... juga kena pajak service charge. Kalau mau rujuk saja dikenai "pajak"... apakah ini berarti sang Menteri Anomali alias mbok Srintil ini menganjurkan kumpul kebo saja?

Ketika hari Rabu kemarin (15/11) saya tanyakan kepada beberapa Kyai pondok pesantren dan Ustadz Senior tentang dampak apa yang akan terjadi jika diberlakukan "ide gila" ini (RUU PNBP), maka mereka menjawab, "..... kurangnya respon masyarakat karena mereka pada nggak paham peraturan ini. Nggak paham akibat dan risikonya, nggak paham saluran.....; ...... Rakyat umumnya nggak tahu.... nggak paham..... Lebih lagi para Kyai di Pesantren....", demikian jawab KH. DR. Iqbal K, seorang pimpinan pondok bergelar Doktor dalam bidang Ilmu Syariah jebolan Universitas Al Azhar, Cairo, Mesir. Bahkan kyai Iqbal menambahkan, "... ini (RUU PNBP) adalah pajak juga, hanya namanya saja (namanya tidak disebut sebagai pajak), .... hakekatnya adalah pajak itu yang saya tangkap.", jelasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun