Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah mengintegrasikan kurikulum pendidikan lingkungan hidup berbasis nilai Islam ke dalam mata kuliah, kegiatan kemahasiswaan, dan program pengabdian masyarakat. Mahasiswa Fakultas Tarbiyah, Ushuluddin, maupun Syariah dapat terlibat dalam riset tindakan, audit energi masjid kampus, hingga kampanye kesadaran lingkungan berbasis dakwah digital. Ini sekaligus menjadi laboratorium hidup (living lab) bagi pengembangan pengetahuan ekologis yang bernuansa teologis. Selanjutnya, PTKIN bersama pemerintah daerah dapat membentuk konsorsium Masjid Hijau Provinsi, yang berfungsi sebagai forum kolaborasi antara akademisi, tokoh agama, pengelola masjid, dan Dinas Lingkungan Hidup setempat. Konsorsium ini dapat merumuskan standar teknis masjid ramah lingkungan, menyusun roadmap implementasi eco-masjid di kabupaten/kota, serta menjadi penghubung antara kampus dan komunitas masjid di akar rumput. Sebagai langkah awal, PTKIN bisa menjadikan masjid kampusnya sebagai model masjid hijau percontohan. Misalnya dengan pemasangan panel surya, sistem pemanenan air hujan, taman edukasi lingkungan, serta digitalisasi manajemen energi dan air. Data implementasi ini dapat dikaji dan direplikasi oleh masjid-masjid lain, termasuk yang berada di bawah binaan Kantor Kementerian Agama setempat. Kerja sama ini sekaligus membuka ruang partisipasi publik yang luas---melibatkan mahasiswa, ASN, santri, hingga masyarakat umum dalam gerakan hijau berbasis iman. Dengan strategi seperti ini, implementasi eco-masjid bukan hanya menjadi program sesaat, melainkan bagian dari proses pendidikan karakter ekologis yang berkelanjutan. PTKIN dan pemerintah daerah dapat menjadi motor perubahan, menjadikan masjid bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat kesadaran kolektif untuk menyelamatkan bumi dengan nilai-nilai Islam sebagai fondasinya.
Masjid bukan sekadar bangunan tempat sujud. Ia adalah pusat peradaban, pemantik kesadaran, dan ruang penyemaian nilai-nilai kebaikan. Dalam menghadapi krisis iklim global, masjid tidak boleh tinggal diam. Ia harus bangkit menjadi garda terdepan perubahan---menghijaukan ruang, menyejukkan hati, dan menyelamatkan bumi dengan spirit ibadah yang berakar pada ajaran tauhid dan kasih sayang terhadap seluruh ciptaan. Kini bukan saatnya lagi kita menunggu. Setiap tetes air wudhu yang bisa kita hemat, setiap cahaya matahari yang bisa kita manfaatkan, setiap khutbah yang menyentuh kesadaran ekologis---semuanya adalah bentuk ibadah baru yang tak kalah mulia. Dari kampus PTKIN hingga masjid-masjid di pelosok desa, dari dosen dan mahasiswa hingga takmir dan jamaah---kita semua bisa menjadi pelaku perubahan. Mari jadikan masjid bukan hanya tempat kembali kepada Tuhan, tetapi juga tempat kita kembali sadar bahwa menjaga bumi adalah bagian dari iman. Karena sejatinya, menghijaukan ibadah bukan hanya soal energi dan teknologi, tapi soal cinta---kepada bumi, kepada sesama, dan kepada Allah Sang Pencipta. Hijaukan ibadah, selamatkan bumi. Karena masa depan anak cucu kita, dimulai dari langkah-langkah kecil yang kita ambil hari ini---di rumah Allah yang kita jaga bersama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI