Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merefleksikan Hidup dengan Menulis

23 Oktober 2021   07:57 Diperbarui: 23 Oktober 2021   08:04 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada puncaknya, kita dapat menggunakan keduanya untuk melihat realitas dengan kacamata berbeda dan menemukan hal-hal berharga yang mungkin saja tidak pernah dilihat oleh manusia manapun.

Jika Anda merasakan kesulitan yang luar biasa dalam menulis hingga Anda pun enggan terhadapnya, coba perhatikan kembali bagaimana Anda melakukannya. Anda tidak bisa membenci spageti ketika Anda sendirilah yang memasukkannya lewat hidung.

Menulis adalah cara terbaik untuk menari bersama pikiran, sedangkan emosi dan perasaan adalah musik kesenyapan yang memainkan not-notnya seiring tarian kita. Air mata adalah kata-kata yang patut untuk ditulis.

Tidak ada penderitaan yang lebih besar daripada harus menanggung cerita yang tak terhitung di dalam diri kita. Jika semua cerita itu selamanya dipendam, kita seperti menelan bom waktu yang pada saatnya akan meledak, dan mungkin kita sendiri belum siap atas ledakan itu.

Saya mengalaminya beberapa tahun yang lalu. Ketika cerita saya meledak di depan wajah seorang teman, dia benar-benar mendengarkan bukan untuk memahami, melainkan untuk mengadu nasib yang membuat saya merasa semakin buruk.

Beberapa orang tidak ada bedanya, justru sebagian yang lain sepenuhnya tidak peduli. Saya menyadari hal itu dan memutuskan untuk mencoba "membumikan" keresahan saya dalam uraian kata-kata di catatan pribadi.

Pada suatu malam yang sendu, saya duduk di bawah hujan cahaya bintang bersama pena dan beberapa lembar kertas kecil yang masih kosong. Saya menarik diri beberapa saat dari dunia yang teramat sibuk.

Saya menengadahkan pandangan pada titik-titik cahaya dengan penuh kekaguman dan kegembiraan, seakan saya telah membeku oleh angin malam seraya melihat masa lalu lewat sinar-sinar mungil di tengah kepekatan.

Perlahan saya menulis apa yang menjadi cerita saya di hari itu, dan saya sadar betul bahwa bintang-bintang begitu senang memandangi pena saya yang menari-nari. Meskipun rembulan tidak tersenyum dan cukup pucat, tapi toh ia menerangi luka-luka saya di masa lalu.

"Belakangan tidurku tidak lagi nyenyak seperti sebelumnya. Apa yang membuatku enggan untuk memejamkan mata? Ah, aku tahu! Pada akhirnya, kusadari bahwa kenyataan jauh lebih indah daripada mimpi," tulis saya kala itu.

Anda perlu mempertimbangkan bahwa untuk merefleksikan keseharian Anda lewat tulisan, tidak ada satu kewajiban pun yang menuntut Anda untuk menuliskannya dalam beberapa paragraf. Anda dapat mencurahkannya hanya dalam beberapa kalimat atau frase, bahkan kata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun