Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Paradoks Kreativitas dan Kebebasan

16 Juli 2021   08:06 Diperbarui: 16 Juli 2021   08:12 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apakah kebebasan berbanding lurus dengan kreativitas? | Ilustrasi oleh Rudy dan Peter Skitterians via Pixabay

Era yang kita anggap sebagai puncak kreativitas umat manusia, seperti filsafat Yunani Kuno atau Renaisans di Florence, ternyata juga menghasilkan segunung ide yang buruk dan seni yang buruk.

Itu berlaku bagi banyak orang yang kini dirayakan sebagai genius. Thomas Alva Edison memegang 1.093 hak paten, sebagian besar untuk penemuan yang benar-benar tak berguna. Dari 20.000 karya Pablo Picasso, sebagian besar jauh dari kategori mahakarya.

Sementara di bidang sastra, W.H. Auden berpendapat, "Sepanjang rentang usianya, penyair termahsyur menulis lebih banyak puisi buruk daripada penyair yang kurang terkenal."

Orang-orang kreatif dan berpengalaman lebih suka penjelajahan gagasan. Mereka tidak punya tujuan selain terpacu oleh ide-ide (yang kebanyakan aneh bin nyeleneh). Tetapi kemudian, dari banyak kegagalan itulah, sekelumit di antaranya, adalah mahakarya.

Berbeda dengan orang-orang biasa yang takut dengan kegagalan sehingga mereka berusaha mencapai kesempurnaan dalam sekali coba. Pertanyaan saya: apakah itu mungkin? Apakah kemujuran pemula adalah nyata?

Pada faktanya, kesalahan-kesalahan itulah yang menyempurnakan karya seseorang di waktu kemudian.

Ada alasan sederhana untuk ini. Semakin banyak tembakan yang dilepaskan ke target, semakin besar kemungkinan kita akhirnya akan mengenai sasaran, tapi semakin banyak juga tembakan yang meleset.

Tembakan tepat sasaran itulah yang berakhir di museum-museum dan rak-rak perpustakaan, bukan yang meleset. Sesuatu yang patut disayangkan jika dipikir-pikir.

Saat kita memikirkan tentang hal ini, kita akan malu karena ikut menyuburkan mitos bahwa para jenius langsung berhasil pada percobaan pertama dan bahwa mereka tidak membuat kesalahan, padahal sebenarnya, merekalah yang membuat kesalahan lebih banyak daripada kita.

Kreator menyukai kesalahan. Itu mengungkapkan proses. Yang membedakan orang genius dari orang gagal sebenarnya bukan terletak pada berapa kali dia berhasil, melainkan berapa kali dia memulai dari awal.

Orang genius dan kreatif, seperti sudah kita lihat, tidak memiliki rata-rata pukulan yang lebih tinggi dibandingkan kita; pukulan mereka malah lebih sering meleset, tapi mereka mampu mengingat dengan tepat di mana mereka meleset dan mengapa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun