Mohon tunggu...
Muhamad Saprudin
Muhamad Saprudin Mohon Tunggu... Guru - A Lifelong Learner

A Lifelong Learner

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sistem Pendidikan Islam di Asia Tenggara: Antara Tradisionalisme dan Modernisme

24 April 2021   14:01 Diperbarui: 24 April 2021   14:17 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Muhamad Saprudin (1906461332)

Mahasiswa Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam

Sekolah Kajian Stratejik dan Global - Universitas Indonesia

Kawasan Asia Tenggara terdiri dari Negara-negara dengan pemeluk agamanya yang beragam. Untuk meneliti dinamika perkembangan pendidikan Islam, diambil sampel Negara -- Negara mayoritas dengan penduduknya Islam, diambil sampel Negara-negara mayoritas dengan penduduknya bergama Islam dan Negara-negara dengan agama Islam yang minoritas. Negara-negara dengan pemeluk agama Islam yang mayoritas adalah Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam sedangkan Negara-neara dengan pemeluk agama Islam yang minoritas adalah Thailand, SIngapura, dan Pilipina.

Perkembangan pendidikan islam di Indonesia antara lain ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang amat sederhana, sampai dengan tahap-tahap yang sudah terhitung modern. Lembaga pendidikan islam telah memainkan fungsi dan perannya sesuai dengan tuntutan masyarakat dan zamannya.Perkembangan lembaga-lembaga pendidikan tersebut telah menarik perhatian para ahli baik dari dalam maupun luar negeri untuk melakukan studi ilmiah secara komprehensif. Kini sudah banyak hasil karya penelitian para ahli yang menginformasikan tentang pertumbuhan dan perkembangan lembaga-lembaga pendidikan islam tersebut. Tujuannya selain untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan yang bernuansa keislaman juga sebagai bahan rujukan dan perbandingan bagi para pengelola pendidikan islam pada masa-masa berikutnya.

Untuk melakukan analisis ini dilaksanakan beberapa langkah, yaitu lewat studi perpustakaan termasuk di dalamnya studi dokumen, lewat studi dokumen ditemukan informasi tentang dinamika pendidikan Islam yang dikonsentrasikan pada lima masalah pokok yang telah disebutkan terdahulu. Studi keperpustakaan ini akan memberi gambaran awal tentang pendidikan Islam di kawasan ini. Selanjutnya dilakukan studi lapangan untuk melihat dinamika pendidikan Islam dari tradisional ke modern. Dengan demikian, maka di tiap-tiap Negara tidak perlu lepas pengamatan dan analisis tentang adanya dua bentuk lembaga pendidikan Islam sampai hari ini yakni lembaga pendidikan tradisional dan lembaga pendidikan modern.


Pendidikan Islam di Indonesia

Dikatakan Ibn Batutah dalam bukunya Rihlah Ibn Batutah bahwa ketika ia berkunjung ke Samudra Pasai pada tahun 1354 ia mengikuti raja setelah shalat jum'at sampai waktu ashar. Dengan hal tersebut ia mengira bahwa pada saat itu Samudra Pasai sudah merupakan pusat agama islam dan tempat berkumpul para ulama dari berbagai Negara Islam untuk berdiskusi tentang masalah keagamaan dan keduniawian sekaligus.

Dengan demikian, Samudra Pasai merupakan tempat studi islam yang paling tua yang dilakukan oleh sebuah kerajaan. Sementaraa itu, untuk luar kerajaan , ajaran islam diduga sudah dilakukan di koloni-koloni tempat para pedagang di pelabuhan. Proses ajaran islam di kalangan Kerajaan diduga dilakukan di mesjid kerajaan bagi anak-anak pembesar Negara, di mesjid-mesjid lain, mengaji di rumah-rumah guru dan di surau-surau untuk masyarakat umum. Dari semua itu lalu berkembang menjadi lembaga pendidikan islam.

Samudra Pasai terus menjadi pusat studi islam di Asia Tenggara, walaupun secara politik tidak berpengaruh lagi. Ketika kerajaan Islam Malaka menjadi pusat kegiatan politik, Malaka juga berkembang menjadi pusat studi Islam. Tapi peran Samudra Pasai tidak berkurang, bahkan fatwah-fatwah yang tidak bias di selesaikan ulama di Malaka maka mereka minta bantuan ulama Samudra Pasai. Belum dapat di ketahui secara pasti bagaimana ajar islam dilakukan di Malaka, namun kemungkinan sama seperti yang dilakukan di Samudra Pasai.

Istana juga berperan sebagai tempat mudzakarah masalah ilmu pengetahuan dan sebagai pustaka, dan juga sebagai pusat penyalinan dan penerjemahan kitab-kitab keislaman. Mata pelajaran yang di bagikan di lembaga pendidikan Islam dibagi menjadi dua tingkatan:

  • Tingkat dasar terdiri atas pelajaran membaca, menulis, bahasa Arab, mengaji Al-Qur'an dan ibadah praktis.
  • Tingkat yang lebih tinggi yaitu dengan materi-materi ilmu fiqih, tasawuf, ilmu kalam, dan lain sebagainya.

Di kerajaan Aceh Darussalam, Sultan Iskandar Muda juga sangat memerhatikan pengembangan agama dengan mendirikan masjid-masjid seperti Masjid Bait al-Rahman di Banda Aceh dan pusat-pusat pendidikan Islam yang disebut dayah. Sultan mengambil ulama sebagai penasihatnya, yang terkenal diantaranya adalah Samsuddin al-Sumatrani. Tradisi ini juga dilakukan oleh sultan selanjutnya, sehingga di Aceh terdapat ulama-ulama terkenal yang menyebarkan Islam di Asia Tenggara.

Para ulama besar ini berjasa mendirikan dayah yang kemudian berkembang menjadi perguruan tinggi. Para ulama dari luar Aceh yang dating menuntut ilmu di sana seperti Syaikh Burhanuddin yang berasal dari Ulakan-Pariaman-Minangkabau. Setelah tamat iya pulang kemudian mendirikan lembaga pendidikan islam yang di sebut surau. Kemajuan pesat lembaga pendidikan di aceh ini membuat orang memanggilnya "Serambi Mekkah". Dan setelah mereka belajar di Aceh mereka melanjutkan di Mekkah.

Pendidikan islam berkembang pesat setelah para ulama mengarang buku-buku pelajaran keislaman dengan bahasa Melayu, seperti karya-karya Hamzah Fanzuri, Nuruddin al-Raniri, Abd. Rauf Singkel di Aceh. Dan kebahasa-bahasa daerah lainnya, terutama para ulama yang pulang dari Makkah.

Diminangkabau lembaga pendidikan dinamakan surau. Dimana dulu surau dijadikan sebagai tempat menginap anak bujang, setelah islam datang lalu berubah fungsi sebagai tempat shalat, pengajaran dan pengembangan islam seperti belajar membaca Al-Quran.

Yang pertama melakukan islamisasi kepada surau adalah Syaikh Burhanuddin (1641-1691) setelah menuntut ilmu kepada Abd.Rauf Singkel di Kutaraja Aceh. Lalu kembali ke kampung halamannya, lalu mendirikan surau untuk mendidik kader ulama yang akan melanjutkan pengembangan islam selanjutnya di minangkabau.

Di Jawa lembaga pendidikan islam disebut pesantren, di Aceh dayah atau Rangkang, di minangkabau surau, pesantren berasal dari nama lembaga sebelum Islam yaitu berasal dari bahasa Tamik santri yang berarti guru ngaji. Dari lembaga pendidikan inilah menyebar agama islam ke berbagai pelosok jawa dan wilayah Indonesia bagian Timur. Oleh karena itu, di jawa sudah ada lembaga pendidikan sejak abad ke-15 dan 16.

Pendidikan islam setahap demi setahap dimajukan, istilah pesantren yang dulu hanya belajar di surau dan menolak moderenisasi, sudah mulai beradaptasi dengan tuntutan jaman. Bahkan ada pesantren yang mendirikan madrasa dan sekolah umum. Upaya ini merupakan usaha ini merupakan usaha untuk menata diri di tengah realitas sosial, dan pesantren semakin berkembang dengan berdirinya sekolah tinggi Islam.

Sekolah agama termasuk madrasah ditetapkan sebagai sebagai sumberdan model pendidikan nasional yang berdasarkan undang-undang 1945. Eksistensi pendidikan agama sebagai komponen pendidikan nasional dituangkan dalam UU pokok pengajaran dan pendidikan Nomor 4 tahun 1950 bahwa belajar disekolah agama yang telah diakui oleh mentri agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar. Tahun 1975 dikeuarkan SKB dimana madrasa diharapkan memperoleh posisi yang sama dengan sekolah lain dalam segala hal. Selanjutnya dikeluarkan pembukuan kurikulum sekolah umum dan madrasah. Pendidikan sekolah islam terus dikembangkan, tuntutan untuk mendirikan perguruan tinggipun semakin dituntut. Hingga saat ini pendidikan Islam di Indonesia terus berkembang dengan pesat.

Pendidikan Islam di Malaysia

Pada prinsipnya urusan agama Islam menjadi wewenang pemerintah Negara bagian. Seperti ditetapkan dalam Konstitusi Malaysia, sulthan menjadi pimpinan agama Islam di negerinya masing-masing. Sementara itu di negeri yang tidak mempunyai sulthan seperti Pulau Pinang, Malaka, Sabah dan Serawak serta wilayah federal Kuala Lumpur sendiri, pimpinan agama dipercayakan kepada yang di Pertuan Agung. Namun demikian agaknya pemerintah merasa perlu untuk memadu, kalau tidak bisa dikatakan mengatur, agaknya aktifitas Islam di Negara tersebut tidak menjadi sumber instabilitas. Hal ini dilakukan pemerintah, selain untukmenunjukkan perannya dalam mendukung Islam juga dimaksudkan untuk menghilangkan kekhawatiran dan ketakutan warga non Muslim terhadap apa yang dibahasakan Mahathir sebagai "Islam Fundamentalis" yang diantaranya menginginkan penerapan hukum Islam dan atau terbentuknya Negara Islam di Malaysia. Dengan kata lain bahwa pemimpin islam tidak hanya bisa dalam urusan agama tapi juga dalam urusan umum agar menjadi pemimpin yang baik serta cerdas.

Kebijakan dan program keislaman dibidang pendidikan terlihat lebih awal mendapat perhatian disbanding bidang lainnya. Hal ini bisa jadi karena posisi menteri pendidikan saat itu dipegang Muhathir Muhammad, sosok yang dikenal banyak berperan dan memberikan kontribusi bagi upaya islamisasi di Malaysia. Di awal karirnya sebagai Menteri Pendidikan Malaysia tahun 1974, Mahathir mengawali langkahnya dengan meninjau ulang sistem pengajaran agama Islam yang dipandangnya tidak efektif dan tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zaman. Segera setelah itu, ia mengadakan pengkajian kembali tentang pendidikan agama Islam dan system pengajarannya serta membentuk dewan penasehat untuk pendidikan agama Islam. Pembentukan Dewan ini dimaksudkan untuk menggerakkan agar Islam menjadi relevan dengan kebutuhan modernisasi masyarakat Muslim Malaysia dan agar gerakan ini dapat dilaksanakan secara koordinatif dan sistematis.

Pada tahun 1975, kementerian Pendidikan mengeluarkan dana senilai MS. 22 juta untuk memperbaiki pelaksanaan pelatihan guru-guru agama Islam. Pada tahun berikutnya, pemerintah mengumumkan pengambilalihan atas 10 sekolah Islam terbaik di Negara itu guna memperbaiki manajemen sekolah tersebut serta meningkatkan kinerja para guru dan pegawainya untuk dijadikan sebagai sekolah model.

Pendidikan Islam di Singapura

Wajah Islam di Singapura tak jauh beda dengan wajah di Malaysia. Banyak kesamaan, baik dalam praktik ibadah maupun dalam kultur kehidupan sehari-hari. Sedikit  banyak,  hal  ini  mungkin  dipengaruhi  oleh  sisa  warisan  Islam  Malaysia, ketika  negeri  kecil itu  resmi  pisah  dari  induknya, Malaysia, pada  1965. Tetapi, sebenarnya  Islam  telah  lama  ada  dan  berkembang  di  Singapura,  jauh  sebelum negeri itu sendiri berdiri.

Visi pendidikan yang dianut adalah "First World Economy, World Class Home" dengan menekankan pentingnya sistem pendidikan yang berkualitas tinggi. Para pelajar dan mahasiswa dituntut tidak hanya mempelajari ilmu pengetahuan semata-mata tetapi juga mempelajari cara untuk menciptakan ilmu-ilmu yang baru. Untuk itu, pemerintah telah menyusun tim yang kuat pada menteri pendidika Singapura dengan mengangkat menteri muda yang berkualitas.

Usaha-usaha  penyempurnaan  pendidikan  dilakukan  melalui  peninjauan kurikulum  dan  sistem,  rekrutmen  siswa  khususnya  di  tingkat  universitas, pengembangan  teknologi  informasi  serta  pembangunannya  secara  holistik. Singapura bercita-cata universitas terkenal di dunia diharapkan dapat bekerja sama membuka kampus-kampus cabang di singapura.

Lembaga  pendidikan  Islam  di  Singapura  hanya  terbatas  pada  jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan jenis dan jumlah yang terbatas. Terdapat dua jenis lembaga pendidikan Islam, yaitu madrasah sepenuh masa (full time) dan madrasah separuh masa (part time). Madrasah sepenuh masa merupakan lembaga pendidikan Islam yang proses pembelajarannya berlangsung tiap hari sebagaimana yang  terjadi  pada  madrasah  di  Indonesia,  dan  kurikulumnya  menggabungkan mata pelajaran agama dan umum. Sedangkan madrasah separuh masa merupakan lembaga  pendidikan  yang  proses  pembelajarannya  tidak  berlangsung  tiap  hari, mungkin dua-tiga kali seminggu, dilaksanakan pada sore dan malam hari; materinya murni keagamaan; dan umumnya berlangsung di masjid-masjid. Dengan karakter demikian, madrasah separuh masa lebih tepat disebut pendidikan non-formal.

Pendidikan Islam di Brunei Darussalam

Lemahnya sumber daya manusia masih menjadi salah satu persoalan yang masih dihadapi Brunei, seperti yang sering disinggung oleh menteri cabinet dan pejabat pelayan masyarakat lainnya. Hal ini semakin terasa terutama bila dikaitkan dengan tantangan mengelola perubahan dalam konteks pembangunan nasional. Lemahnya SDN dapat dilihat sebagai salah satu factor kausal mengapa Brunei dihadapkan pada peningkatan pengangguran, dan beberapa pekerjaan tertentu masih mempekerjakan orang asing. Solusi utama yang dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan ini adalah dengan memberikan pelatihan pada generasi muda. Bahasa Melayu dan Inggris juga mendapat penekanan dalam pendidikan di Brunei. Semua disiplin ilmu utama setelah tiga tahun dari pendidikan dasar diajarkan dalam bahasa Inggris. Penekanan pada bahasa Inggris ini diimbangi dengan pengajaran MIB, seperti pendidikan moral dan pengajaran agama Islam di sekolah. Mahasiswa juga diwajibkan untuk mempelajari materi MIB selama satu tahun.

Dalam rangka melahirkan SDM yang berkualitas, di Brunei terdapat sejumlah lembaga pendidikan, antara lain, Universitas Brunei Darusslam (UBD). Universitas ini berdiri sejak tahun 1985. tahun 1991 tercatat, Universitas ini telah menghasilkan 500 sarjana. Tahun 1991 sebuah Memorandum of Understanding (MoU) telah ditandatangani dengan UTM untuk memperkuat kerjasama dalam bidang pendidikan dan pelatihan.

Pendidikan Islam di Thailand

Pondok Patani atau pondok di Thailand Selatan secara keseluruhan boleh dikatakan sama dengan pesantren di jawa atau tempat-tempat lain di Indonesia pada tahun 1950-an atau 1960-an sebelum pesantren mengalami modernisasi. Setelah kerusuhan kembali merebak di Patani atau kawasan melayu Muslim di Thailand Selatan dalam dua tahun terakhir. Pondok menjadi terteduh sebagai tempat pusat perlawanan atas pendekatan keamanan yang dilakukan pemerintah. Pondok Patani, umumnya masih sangat tradisional, bagi kaum Melayu Muslim Thailand Selatan lebih dari pada sekedar lembaga pendidikan Islam, tapi juga merupakan salah satu identitas keagamaan dan cultural. Karena itu, ancaman penutupan pondok.

Sistem pendidikan Islam pada awalnya ditujukan pada system politik Siam yang Otoriter, Jika sebelumnya system pendidikan bersifat sentralistik, independent melalui lembaga pondok pesantren dan madrasah. Pondok pesantren merupakan institusi pendidikan islam pertama yang dijalankan, yang bermula dari fungsi dakwa dan Ta'lim. Pada tahun 1785 M Patani dibawah kekuasaan Siam, tradisionalisme pondok pesantren dan Madrasah diuji dengan kehadiran system pendidikan Siam (umum), perkembangan pendidikan Islam terus berlangsung melalui proses yang cukup a lot, dialektis, kompromis, sehingga pondok pesantren dan madrasah telah diintegrasikan dengan system pendidikan Siam sebagai model pendidikan sekolah modern di Patani. Pondok seperti pesantren juga mengalami transisi sepanjang abad ke-20 sebagai pondok berubah menjadi sekolah agama rakyat dan lebih banyak lagi mendirikan madrasah tetapi banyak madrasah juga yang didirikan yayasan-yayasan Islam di luar pondok. Sebagian besar gurunya adalah alumni Timur tengah, Indonesia, dan Malaysia. Di madrasah-madrasah ini, menurut kalim pemerintah, menerima banyak bantuan dari timur tengah selanjutnya mereka menjadi madrasah wahabiyah yang menurut pemerintah Thanksin menjadi biang dari radikalisme di kalangan kaum Muslim Thailand.

Simpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Islam di kawasan Asia Tenggara memiliki beberapa substansi yang sangat beragam. Di Indonesia, pendidikan Islam mengalami kemajuan pesat. Indonesia menerapkan Pendidikan Agama Islam juga menjadi pelajaran wajib di sekolah-sekolah dan universitas negeri sejak tahun 1960’an. Dan sistem pondok yang berjumlah lima juta santri. Para sarjana dan cendikiawan muslim telah secara aktif mengadakan diskusidiskusi serius mengenai situasi pendidikan islam di sekolah-sekolah, akademi dan universitas. Pengarusutamaan pendidikan Islam menemukan momentum saat penerimaan diniyah dan pesantren ke dalam sistem pendidikan nasional melalui UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 dan turunannya Peraturan Pemerintah no 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Di Malaysia, kedudukan Pendidikan Islam banyak mengalami perbaikan sejak tahun 1956 dengan pendidikan agama Islam diajarkan di sekolah nasional dan juga dengan dibentuk bagian pendidikan agama yang mengurusi semua bidang pendidikan agama di sekolah-sekolah. Tujuanya meningkatkan pengajaran agama islam dan bahasa arab, mendidik guru-guru agama di institut keguruan islam, memperbaiki kurikulum, menyelenggarakan kegiatan-kegiatan dakwah sekolah, menyelengarakan musabaqoh tilawatil qur’an di sekolah.

Thailand, khususnya di beberapa daerah seperti Pattani, Setul, Yala, dan Narathiwat Pendidikan Islam, dengan Pondok dan Madrasah menjadi tulang punggung identitas Islam dan perlawanan Islam terhadap pemerintah pusat. Pondok telah bertransformasi menjadi sekolah agama modern (madrasah). Perkembangan madrasah sangat pesat dengan memasukan dalam kurikulumnya mata pelajaran umum yang diwajibkan oleh penguasa, seperti bahasa Thai, matematika, sains, sejarah ilmu bumi, bahasa ingris, dll. Sementara itu, kondisi berbeda Pendidikan Islam di Singapura, tujuan pendidikan Islam dengan sistem pendidikan nasional belum tegas, tidak ada perguruan tinggi Islam, tidak ada kurikulum yang standar, tidak ada administrasi pendidikan Islam sentral, kurangnya dana dan status ekonomi guru agama, dll.

Referensi

A.H.Jhon,"Islam in South East Asia, Reflections and the New Directions" dalam Indonesia, CMIP, No.19,tt., hlm 40.

C.Snouck Hurgronje. 1985. Aceh di Mata Kolonialis, (Jakarta: Yayasan Soko Guru. hlm.31.

H.J. de Graaf. 1970. "Shout East Asian Islam to The Eighteenth Century" dalam P.M. Holt,et.al., The Cambridg History of Islam. London: Cambridge University Press. vol. ii, hlm.175.

Ishak, Abdullah. 1990. Islam di Nusantara (Khususnya di Tanah Melayu). Selangor: al-Rahmaniyah. hlm.166.

Rheid, Anthoni. 1986. Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680. Jakarta: Departemen Agama.

Yunus, Mahmud. 1985. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:Hidakarya. hlm.174.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun