Kalau mendengar kata "tenaga kesehatan," mungkin pikiran kita langsung tertuju ke dokter, perawat, atau apoteker. Mereka memang yang paling sering kita lihat di rumah sakit atau klinik. Tapi, tahukah kamu bahwa ada satu profesi penting lainnya yang sering terlewatkan? Mereka adalah teknisi elektromedis, orang-orang di balik layar yang menjaga agar semua alat kesehatan tetap berfungsi dengan baik.
Mulai dari mesin rontgen, EKG, hingga ventilator---semuanya tak akan bisa digunakan kalau tidak ada teknisi elektromedis yang memastikan alat-alat itu aman dan siap pakai. Untuk itulah pemerintah menerbitkan Permenkes Nomor 45 Tahun 2015, sebuah aturan yang jadi pegangan penting bagi siapa pun yang ingin bekerja di bidang ini.
Teknisi Elektromedis Itu Siapa, Sih?
Teknisi elektromedis adalah orang yang punya keahlian di bidang teknologi alat kesehatan listrik. Mereka biasanya lulusan pendidikan formal seperti D3 atau D4 Teknik Elektromedik. Tugas mereka mencakup banyak hal, mulai dari pasang alat, merawat, memperbaiki kalau ada yang rusak, sampai memastikan alat tersebut layak dan aman dipakai dalam pelayanan medis.
Tapi untuk bisa bekerja secara resmi, mereka gak bisa langsung terjun ke lapangan. Harus punya dua dokumen penting dulu, yaitu:
1. STR-E (Surat Tanda Registrasi Elektromedis)
Ini semacam "kartu identitas profesional" yang menyatakan bahwa seseorang sudah lulus, kompeten, dan terdaftar sebagai teknisi elektromedis. STR-E berlaku selama lima tahun dan dikeluarkan oleh Konsil Tenaga Kesehatan.
2. SIP-E (Surat Izin Praktik Elektromedis)
SIP-E adalah izin resmi dari pemerintah daerah (kabupaten/kota) yang mengizinkan teknisi untuk praktik di satu tempat tertentu. Ya, hanya satu tempat. Jadi kalau mau kerja di dua rumah sakit, misalnya, ya gak bisa --- harus pilih salah satu.
Tugas dan Wewenang: Bukan Sekadar "Tukang Service"
Banyak yang salah paham, mengira teknisi elektromedis itu hanya datang kalau alat rusak. Padahal, ruang lingkup pekerjaan mereka jauh lebih luas dari itu. Berdasarkan Permenkes 45/2015, teknisi elektromedis bisa melakukan hal-hal berikut:
Memasang dan merawat alat medis bertenaga listrik.
Menguji dan mengkalibrasi alat agar hasilnya akurat dan tidak membahayakan pasien.
Mendiagnosis kerusakan dan melakukan perbaikan teknis.
Membuat laporan teknis dan analisis sebagai bahan evaluasi dan perencanaan alat baru.
Memberi pelatihan, bimbingan teknis, bahkan ikut dalam riset dan pengembangan alat kesehatan.
Tugas-tugas ini bisa dilakukan sendiri atau bersama tim. Yang penting, semuanya harus sesuai prosedur dan standar yang berlaku.
Apa Hak Mereka? Dan Apa yang Jadi Tanggung Jawabnya?
Seperti profesi lainnya, teknisi elektromedis juga punya hak dan kewajiban. Beberapa hak yang dijamin dalam Permenkes ini antara lain:
Dilindungi secara hukum selama menjalankan tugasnya sesuai aturan.
Mendapatkan bayaran yang layak atas pekerjaan mereka.
Dijamin keselamatan dan kesehatannya saat bekerja.
Diberi kesempatan belajar dan berkembang, baik lewat pelatihan atau pendidikan lanjutan.
Berhak menolak kalau diminta melakukan sesuatu yang melanggar etika atau aturan.
Di sisi lain, mereka juga wajib memberikan layanan yang profesional dan sesuai standar, serta menyimpan catatan dan dokumen atas semua pekerjaan yang dilakukan. Ini penting, karena alat medis bukan barang mainan. Kesalahan kecil bisa berdampak besar.
Pengawasan dan Sanksi: Bukan Sekadar Aturan di Atas Kertas
Agar semua berjalan sesuai aturan, praktik teknisi elektromedis diawasi oleh berbagai pihak: mulai dari Menteri Kesehatan, kepala dinas kesehatan provinsi/kabupaten, sampai organisasi profesi. Mereka berhak melakukan pembinaan dan pengawasan, serta memberi sanksi kalau ada pelanggaran.
Sanksinya bisa berupa:
Teguran lisan.
Teguran tertulis.
Pencabutan izin praktik (SIP-E).
Bahkan bisa diusulkan untuk dicabut STR-E-nya, kalau pelanggarannya berat.
Bukan hanya teknisinya yang bisa kena sanksi. Fasilitas kesehatan yang mempekerjakan teknisi tanpa izin juga bisa ditindak, bahkan sampai izin operasionalnya dicabut.
Masa Transisi: Ada Waktu untuk Menyesuaikan
Aturan ini juga gak langsung diberlakukan secara kaku. Ada masa transisi. Misalnya, buat teknisi yang sudah bekerja sebelum peraturan ini berlaku, mereka dianggap sudah punya izin praktik. Tapi tetap harus menyesuaikan diri dan mengurus SIP-E resmi paling lambat satu tahun setelah aturan ini diundangkan.
Ada juga ketentuan buat teknisi yang pendidikannya di bawah D3. Mereka masih boleh praktik, tapi hanya sampai 17 Oktober 2020. Setelah itu, semua teknisi elektromedis harus minimal lulusan D3 untuk bisa tetap bekerja secara legal.
Profesi Penting yang Butuh Aturan Tegas
Permenkes 45/2015 menunjukkan bahwa teknisi elektromedis adalah bagian penting dari sistem kesehatan. Mereka bukan hanya "orang teknik," tapi profesional yang ikut menentukan apakah sebuah alat medis layak dipakai atau tidak.
Dengan aturan ini, negara ingin memastikan bahwa siapa pun yang bekerja di bidang ini punya kompetensi, legalitas, dan tanggung jawab. Dan pada akhirnya, semua ini untuk melindungi pasien dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Indonesia.
Jadi, buat kamu yang berprofesi sebagai teknisi elektromedis atau bercita-cita jadi salah satunya --- kenali isi Permenkes ini baik-baik. Karena ini bukan sekadar aturan di atas kertas, tapi pedoman yang menentukan masa depan profesimu.
Nama : Muhamad Saiful Anam
NIM : Â P22040123033
Dosen Pengampuh : Bapak Agus Komarudin. ST. MT
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI