Mohon tunggu...
Muhamad Bilal Fauzi
Muhamad Bilal Fauzi Mohon Tunggu... Penulis

Baca-Tulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Restorative Justice sebagai Alternatif Penyelesaian Kasus Penghinaan Presiden

26 Maret 2025   03:30 Diperbarui: 26 Maret 2025   04:30 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSsnCz9kUrvMZ3e3fkk16bzNGV5D0CtzePGfHgnqUhSjC9eZt7icfJYhT4&s=10

Menyoroti DPR RI komisi iii yang berkeinginan mendorong penyelasaian UU KUHAP tentang kasus penghinaan presiden telah menjadi perdebatan yang hangat di Indonesia. Pasal penghinaan presiden yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah digunakan sebagai dasar untuk menangkap dan menghukum mereka yang dianggap telah menghina presiden. Namun, pertanyaan yang muncul adalah apakah pasal ini masih relevan dan efektif dalam mengatasi kasus penghinaan presiden.

Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus penghinaan presiden adalah restorative justice. Restorative justice ini bisa membuat suatu pendekatan yang berfokus pada pemulihan dan rekonsiliasi antara presiden dan mereka yang dianggap telah menghina presiden, serta mempertimbangkan kebutuhan dan hak-hak kedua belah pihak. Pendekatan ini telah digunakan secara luas di berbagai negara untuk menyelesaikan kasus-kasus yang berkaitan dengan kejahatan dan konflik.

Namun, perlu diingat bahwa restorative justice tidaklah mudah untuk diterapkan karena sangat bertentangan dengan negara republik Indonesia yang memakai sistem demokrasi, melihat daripada konsep-konsep demokrasi seperti kebebasan berbicara dan keadilan prosedural dapat bertentangan dengan tujuan restorative justice untuk memulihkan hubungan antara korban dan pelaku.

Dalam hal ini, penerapan restorative justice dalam kasus penghinaan presiden, perlu dilakukan dengan hati-hati dan transparan. Selain itu, perlu juga memastikan bahwa proses restorative justice dilakukan dengan adil dan tidak memihak pada salah satu pihak. Salah satu tantangan yang dihadapi ialah bagaimana untuk menentukan apa yang merupakan "penghinaan" dan apa yang bukan. Selain itu, perlu juga mempertimbangkan kebutuhan dan hak-hak presiden sebagai korban, serta kebutuhan dan hak-hak mereka yang dianggap telah menghina presiden sebagai pelaku. Karena tidak menutupi kemungkinan kebijakan ini bisa saja dipakai untuk anomali politik guna membungkam suara aktivis yang mencoba mengkritisi penyelewengan kebijakan presiden oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun