Di sebuah kelas yang tak pernah benar-benar sepi, suara tawa dan candaan selalu mengalir. Di tengah keramaian itu, berdiri seorang ketua kelas yang tak pernah kehabisan energi:Â Elvano.
Ia bukan siswa terpintar. Nilainya sering pas-pasan, kadang nyaris remidi. Tapi ia tahu cara menyatukan semua orang. Ia tahu kapan harus bercanda, kapan harus tegas, dan kapan harus jadi tempat bersandar. Elvano adalah poros, meski bukan pusat prestasi.
Di sisi lain, ada Rafa si jenius yang selalu duduk di peringkat satu atau dua. Tenang, cerdas, dan tak pernah bicara lebih dari yang perlu. Fahrezy, sahabatnya, adalah sosok kalem dan rasional. Ia jarang bicara, tapi sekali bicara, semua orang mendengar.
Laura, gadis yang duduk di barisan tengah, adalah salah satu dari sepuluh besar. Pintar, ceria, dan punya senyum yang bisa membuat waktu berhenti. Elvano jatuh cinta padanya sejak hari pertama mereka masuk SMA. Tapi ia tak pernah berani bicara.
Karena ada Bara.
Bara bukan siswa berprestasi. Nilainya sering berada di pertengahan atau bahkan mendekati akhir. Tapi ia punya satu hal yang tak dimiliki siapa pun: kemampuan membuat orang nyaman. Ia tahu cara membuat Laura tertawa, tahu kapan harus hadir, dan tahu bagaimana menjadi penting tanpa terlihat memaksa.
Dan Viona sahabat Laura sejak SMP adalah satu-satunya yang melihat semuanya. Ia sabar, penuh perhatian, dan diam-diam menyimpan semua rahasia yang tak pernah diucapkan.
Suatu hari, saat istirahat, mereka duduk di kantin.
"Van, kamu udah bikin daftar piket?" tanya Laura sambil menyeruput es teh.
Elvano mengangguk. "Udah koo kamu sama Bara minggu depan."