"Hallo.. Kamu kok kayak habis liat hantu gitu, sih? Emang kamu ketemu siapa barusan?" selidik Lintang.
"Ketemu hantu.," jawab Sitha asal
"Huu dasar.. Udah yuk, udah sore nih, ntar suami-suami kalian pada nyari, tuh," ujar Lintang sambil melangkah menuju kasir untuk menyelesaikan pembayaran. Tak lama mereka meluncur pulang.
*
Hari bergulir cepat, minggu pun berganti. Lintang semakin semangat dalam proses membenahi diri, selain kecantikan phisiknya, Lintang juga memperkaya ilmu tentang agama, mengikuti kajian dan tak pernah absen bertanya terutama yang menyangkut seputar perkawinan. Gischa dan Sitha sering dibuat geleng-geleng kepala, tapi jauh di lubuk hati mereka berdua ikut merasakan binar bahagia Lintang. Setelah berbagai cerita pahit yang dilalui, Lintang berhak bahagia dengan pilihannya.
"Hari ini aku ada acara di Hanau, tiket dan semua keperluan sudah siap, tunggu aku dalam tiga hari." Â Bunyi pesan singkat Remund yang membuat Lintang nyaris tak dapat memejamkan mata sedetikpun. Rongga dadanya penuh sesak oleh penantian bahagia.
Lintang baru saja memarkir mobilnya, setelah mengucap salam, ia merebahkan diri di sofa, cuaca yang terik membuat Lintang kepanasan. Sambil menyandarkan punggungnya yang pegal sehabis senam, pandangannnya tertuju pada tivi yang menyala, sepertinya anak-anak lupa mematikan.
Lintang meraih remote hendak mematikan, tapi napasnya mendadak terhenti saat matanya membaca teks berjalan di kolom bawah.
"Seorang pria bersenjata yang termotivasi sayap kanan dan ideologi rasis melakukan sebuah penyerangan di Hookah, Kota Hanau, Jerman barat. Korban meninggal berjumlah sembilan orang berkebangsaan Turki dan Bosnia." Â
"Pelaku utama penyerangan menggunakan senjata semi-otomatis, dan sipenyerang berada pada posisi kepemilikan senjata. Ditemukan pula seorang warga negara berkebangsaan Indonesia di lokasi penembakan. Menteri Luar Negeri Republik Indonesia membenarkan bahwa warga negara Indonesia bernama Remund Abimas tewas dalam penyerangan tersebut."
Tangan Lintang bergetar, remote yang dipegangnya jatuh, tubuhnya mendadak lemas, matanya menatap nanar pada deretan huruf yang berjalan berulang menyajikan berita yang sama. Tangis Lintang pecah, selanjutnya ia hanya bisa menangis tanpa suara dengan luka yang begitu dalam.