Mohon tunggu...
Muchlis
Muchlis Mohon Tunggu... -

Sangat tertarik dengan sejarah, sastra, dan budaya. Kunjungi: www.berandaesai.blogspot.com dan @lekmuchlis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan featured

Pergerakan Nasional Sebagai Fenomena Internasional

2 Oktober 2015   10:07 Diperbarui: 3 Juli 2019   00:53 3701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berkali-kali pemahaman mengenai fasisme ditandaskan. Kali ini melalui sebuah buku dan kamus, masing-masing adalah buku terjemahan dari bahasa Belanda karya Dr. Banning berjudul Nasional Sosialisme dan kamus Marhaen yang ditulis oleh Doel Arwono, seorang wartawan surat kabar Partindo, Berdjuang. Menurut Wilson, diterbitkanya buku Nasional Sosialisme menguatkan kenyataan betapa banyak kalangan pergerakan yang tertarik dengan ide nasional sosialisme yang diterapkan Hitler di Jerman. 

Kamus Marhaen yang dibuat oleh Doel Arwono adalah kamus politik pertama yang disusun untuk memberikan pengetahuan bagi para pembaca agar tidak kebingungan dengan kata-kata asing. Di dalam kamus politik tersebut, Doel Arwono mencantumkan kata fasisme dan mendefinisikanya secara panjang lebar. Fasisme dalam kamus ini diartikan sebagai “(faham) kebangsaan jang akan meninggikan deradjat bangsanja sadja, tidak mengenal kemanoesiaan..Toedjoean Fasisme jalah mendirikan negara jang koeat; tiap individu, tiap warga negara dianggap alat belaka dalam mentjapai tujuan tadi”.

Bagi kebanyakan kaum pergerakan yang menjunjung tinggi demokrasi dan sosialisme, fasisme dipandang sebagai orde yang didirikan oleh kaum kapitalis yang sedang sekarat akibat krisis. Fasisme adalah tiang tempat bergantung kaum kapitalis setelah di masa krisis demokrasi tidak mampu menopang mereka. Analisis demikian terlihat pada tulisan-tulisan Hatta yang mengisi kolom surat kabar Daulat Rakjat sepanjang tahun 1930-an. 

Seolah mengamini Hatta, PNI dan Partindo sebagai partai nasionalis juga mengemukakan pandangan sama. Seorang propagandis PNI bernama Darmoto dalam sebuah rapat umum di Surabaya tak lelah memberi pencerahan bahwa kaum borjuis lah yang ada dibalik aksi fasis itu. Berikut pernyataan Darmoto yang saya kutib dari buku Wilson, “Oleh karena crisis sekarang mengamoek maka kaoem econom, ningrat, dan borjoeis pun bikin actie, jang actie itoe beroedjoed fascisme”.

Selain analisis kemunculan fasisme, yang paling menjadi perhatian kaum pergerakan adalah konsep nasionalisme yang diusung oleh fasisme, baik di Italia di bawah Musolini maupun di Jerman di bawah panji-panji Nazi dan Hitler. Menarik bahwa sebagai partai nasionalis yang mengusung perjuangan kebangsaan, PNI tetap konsisten bersikeras menolak gagasan nasionalisme ala Nazi. 

Nasionalisme yang dikonsepkan Nazi adalah nasionalisme rasialis, sedangkan nasionalisme PNI tidak berkenaan dengan warna kulit melainkan perjuangan untuk lepas dari jeratan imperialisme dan sistem kelas yang diciptakanya. Hal ini tentu saja bertentangan dengan konsep nasionalisme kaum pergerakan, sebagaimana Sukarno pernah menulis di surat kabar pandji islam pada tahun 1940 yang mengecam keras prinsip fasis yang tidak demokratis dan mengekspresikan nasionalisme KE-Aria-an. Sukarno memandang nasionalisme yang menjiwai rakyat jerman di bawah fasisme Hitler adalah nasionalisme ekpansionis. 

Alhasil, bukanya menjadi alternatif, nasionalisme fasisme malahan ditolak oleh kaum nasionalis Indonesia. Sikap tersebut terlihat tatkala kaum nasionalis bereaksi keras atas penyataan Agus Salim dan sebuah tulisan di surat kabar Adil yang jelas-jelas menanggapi positif nasionalisme ala Hitler. Pada saat itu, Agus Salim membenarkan nasionalisme Jerman karena didasari atas keinginan rakyat Jerman untuk menyelamatkan dan mengembalikan harga diri bangsa Jerman yang telah dilukai akibat Perang Dunia I.

Partai Fasist Indonesia

Salah kalau dikatakan deman fasisme hanya menyebar di Eropa saja. Pada kenyataanya, fasisme juga menyebar ke belahan dunia timur, termasuk tanah jajahan Belanda, Hindia Belanda. Di Hindia Belanda fasisme menjadi isu hangat dan sering menjadi headline surat kabar. Gambar Hitler bisa ditemui pada era-era itu. Sjahrir yang ketika itu sedang berada dipengasingan Banda melaporkan bahwa seorang istri Dokter di sana menyapa temanya dengan salam “Heil Hitler” seperti sering dilafalkan rakyat Jerman ketika menyapa pemimpinya. 

Menurut Sjahrir, si istri Dokter itu sebenarnya tak tahu menahu tentang fasisme, ia hanya mengikuti salam yang sedang nge-trend pada waktu itu. Tak hanya cara mengucapkan salam saja, deman fasisme bisa dilihat dengan keberadaan kelompok-kelompok anak muda Indo dan totok yang membentuk kompi baris berbaris dengan atribut dan seragam kemeja warna krem. 

Mereka juga meneriakan salam “Heil Fuhrer”, “Heil Hitler”. Patut dicatat juga, ada sekitar 1000 orang Jerman di Hindia Belanda yang menandatangi sebuah pernyataan dukungan terhadap kepemimpinan Hitler.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun