Akhir film ini, menunjukkan bagaimana sang guru itu meninggal dunia karena dibunuh oleh murid lainnya, yang tak lain adalah lelaki yang sejak lama menyukai wanita si korban pencabulan sang guru. Miris.
Tapi pesan di akhir cerita itu bisa bikin jera. Seolah mengatakan, jika ada guru yang berperilaku seperti itu, bunuh saja. Karena ia sudah merusak generasi  satu muridnya. Merusak masa depan dan mental anak didiknya.
Tapi karena Indonesia adalah negara hukum, pemikiran itu hanya liar saja di kepala, tidak untuk direalisasikan atau dijadikan alasan agar melakukan tindakan main hakim sendiri. Sekali lagi jangan. Apa yang ditunjukkan di film "Haraamkhoor" adalah ekspresi kekecewaan atas perbuatan. Dan sekali lagi, bukan untuk direalisasikan.
Lagi-lagi fenomena seperti ini tidak jarang kita jumpai. Sangat sering. Guru mencabuli murid, dosen menghamili mahasiswa, sudah menjadi bahan berita media. Jika terlalu sering berita seperti itu, maka perbuatan tersebut lantas akan jadi biasa saja. Berita itu tak lagi sensasional karena masyarakat sudah sering mendengarnya. Itulah yang menjadi ke khawatiran kita. Kekhawatiran saya juga.
Bagaimana anda tidak khawatir. Manakala kita titipkan anak kita kepada guru di sekolah. Tapi suatu saat tanpa kita sadari dan kita prediksi, anak kita lalu mengadu soal pencabulan yang dialaminya, dan pelakunya adalah gurunya.
Anda dan saya pasti tidak akan bisa membayangkannya. Bagaimana memprediksi rasa kecewa dan hancur, lantaran masa depan buah hati harus hancur di tangan orang tak bertanggung jawab. Itupun, jika trauma masih membayangi.
Guru adalah "digugu lan ditiru". Dihormati dan ditiru perlakuan baiknya. Ia harus menjadi "role model" atau contoh bersikap bagi murid-muridnya. Karena itu saya tak bermaksud mendiskreditkan guru, karena perilaku itu hanya dilakukan beberapa oknum saja.
Karena itu, jika ingin agar ada pendidikan karakter, maka guru sebagai garda terdepan juga harus memiliki pola pikir sebagai pengabdi. Sebab itulah maka guru merupakan pahlawan yang mendapatkan tanda jasa luar biasa meski tak berbentuk.
Masih banyak hal yang perlu kita perbaiki dalam dunia pendidikan di Indonesia. Nadiem Makarim mengemban tugas mulia itu. Mengambil tongkat estafet kepemimpinan dari Muhadjir Effendy yang telah bekerja dengan baik selama ini. Tentu, Nadiem Makarim juga dibebani tugas berat yang sama.
Langkah awal Nadiem Makarim adalah melemparkan optimisme kepada masyarakat. Membuat pidato yang cukup fenomenal meski hanya dua lembar saja. Penuh makna. Penuh harapan.
Akhirnya tulisan ini saya tutup dengan pengalaman memesan Go Food di aplikasi yang dikreasikan oleh Mas Nadiem Makarim. Saya beberapa kali kecewa saat usai memesan melalui go food. Bukan karena aplikasinya, bukan karena driver gojeknya.