Mohon tunggu...
Muchammad Nasrul Hamzah
Muchammad Nasrul Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Asli

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Film India, Nadiem Makarim, dan Dunia Pendidikan Kita

23 November 2019   06:46 Diperbarui: 26 November 2019   07:18 1392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendikbud Nadiem Makarim | Sumber: cnbc.com

Ranchodas protes. Jawabannya sama dengan definisi mesin yang diutarakan kawannya satu kelas. Ia berkata jika ia menyederhanakan definisi itu agar tidak menjadi rumit. Lagi-lagi sang dosen tak terima dan marah. Ia lalu mengusir keluar Ranchodas dengan kata makian "idiot".

Belum sampai keluar, Ranchodas yang hendak kembali ke kursinya, ditanya oleh dosennya kenapa kembali. Ia bilang lupa sesuatu di mejanya.

Lalu ia memberikan definisi panjang tentang barang yang terlupa di mejanya itu. Dosennya bingung. Lalu bertanya definisi apa yang baru saja diutarakan. Ranchodas lalu menjawab jika itu definisi buku. Ia lupa bukunya tertinggal.

Dosennya marah, karena Ranchodas tidak menjawab secara sederhana dengan kata buku. Lalu Ranchodas menyanggah jika pada saat menjawab mesin ia mencoba menyederhanakan tapi diprotes dan ketika menjawab buku dengan definisi panjang pun juga diprotes.

Adegan dialog antara Ranchodas dan dosennya itu cukup menohok dunia pendidikan. Hafalan, proses belajar mengajar yang rumit masih menjadi permasalahan. Padahal belajar adalah tentang bagaimana memahami apa yang sedang dipelajari. Bukan terjebak pada definisi super rumit yang jika dijawab tidak sama dengan kamus, maka jawaban itu akan salah.

Saya sendiri mengalami hal itu saat menempuh pendidikan Strata-2. Diwajibkan menghafal. Padahal mata kuliahnya adalah "Filsafat Hukum". Jelas saya menolak cara belajar seperti itu apalagi di strata-2. Sehingga saya memutuskan tidak meluluskan diri dalam mata kuliah itu dan kembali mengulang di semester mendatang. Karena yang saya butuhkan bukan hafalan, tapi pemahaman mendalam tentang hakikat hukum dalam konteks filsafat.

Lalu saya teringat akan quotes Ranchodas dalam film tersebut yang cukup fenomenal. Bunyinya kira-kira begini:

And this is a college, not a pressure cooker! The lion in a circus learns that he needs to sit on the chair if his owner has a whip in his hand. But that lion is called well-trained, not well-educated. (Universitas bukanlah panci presto! Singa sirkus diajarkan jika ada pemiliknya yang membawa cambuk datang, maka ia akan duduk di kursi. Tapi singa itu bisa kita katakan terpelajar, namun bukan terdidik).

Film terakhir yang saya bahas adalah "Hindi Medium". Ringkas ceritanya, film ini berkisah tentang orangtua yang akan menyekolahkan anaknya di sekolah favorit.

Segala upaya dilakukan. Mulai panjat sosial agar diakui masyarakat sebagai orang kaya, menyogok guru dan kepala sekolah. Hingga paling parah, adalah pura-pura menjadi miskin agar anaknya bisa masuk sekolah favorit dari jalur yang dibuka untuk masyarakat tidak mampu.

Tentu potret ini masih ada di dunia pendidikan Indonesia. Baik itu hendak masuk sekolah dengan sistem zonasi, ataupun mencoba masuk perguruan tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun