Mohon tunggu...
Muchamad Dani Andrean
Muchamad Dani Andrean Mohon Tunggu... Mahasiswa - #MDAndrean

" Menulis adalah dua kali membaca." (Gol A Gong)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tak Kenal Maka Ta'aruf: Episode Pembuka dalam Merawat Indonesia

14 Juni 2019   10:55 Diperbarui: 19 Juli 2019   20:52 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bangsa Indonesia dikenal dengan ciri khasnya yakni budaya gotong royong.Inilah yang menjadi identitas bangsa Indonesia selama berabad-abad lamanya.Kala badai menerjang,kala hujan melanda, gotong royong sampai saat ini menjadi ciri khas bangsa Indonesia.Pancasila sebagai dasar negara menjadi rambu bangsa dalam mengokohkan keindonesiaan.

Namun, berbagai pihak mengkhawatirkan kondisi bangsa dewasa ini.Bukan sebuah hal yang tanpa alasan,perbedaan yang kadang dan kadung disusupi oleh kepentingan golongan membuat semangat gotong royong itu kian luntur.

Wajar bila salah satu tokoh bangsa kita yang juga merupakan Presiden ke-3 RI yakni Bapak BJ Habibie dibuat gusar,pun dengan tokoh-tokoh lainnya.Semuanya akhirnya menyeru agar semua pihak menahan diri dalam situasi seperti sekarang ini.

Pesta demokrasi bangsa terbesar tiap lima tahunan yakni Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif baru saja dihelat,kita pada awalnya berharap bahwa konstelasi politik dan panasnya suhu politik berakhir saat pencoblosan 17 April 2019 yang lalu,namun apa daya--kepentingan segelintir orang yang membuat situasi kian panas,situasi kian keruh,isu kian bertebaran,dan publik terlanjur jenuh melihat semua ini.

Belum lagi soal Media Sosial,hujat sini-sana kadang dan kadung bertebaran di sana.Alih-alih menebarkan kesejukan,Medsos kadang menjadi bumerang dan bahkan menjadi ancaman dalam hal persatuan bangsa.Bukannya menjadi sarana bermuamalah positif dan efektif,Medsos justru kian "subur" dengan umpatan dan makian,fitnah dan dusta,dan lain sebagainya.

Cermati potongan ayat QS Al-Hujurat ayat 11 berikut :

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). 

Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim. "

Pada potongan ayat suci di atas,setiap manusia khususnya umat Islam dilarang untuk memaki(mengolok-olok) orang lain.Konteks ayat ini sebenarnya berlaku juga bagi seluruh umat manusia yakni larangan memaki dan mengumpat manusia yang lain.

Kita juga berhadapan dengan era dimana informasi kian mudah didapat,dalam hitungan hari,dalam hitungan jam,dalam hitungan menit,bahkan dalam hitungan detik--masyarakat "dijejali" dengan banyaknya informasi.

Medsos yang cenderung membebaskan penggunanya untuk bereskspresi akhirnya kadung dimanfaatkan untuk menyebarkan informasi bias,bahkan cenderung fitnah.

Perhatikan pula penggalan ayat pada QS Al-Hujurat ayat 6 :

 "Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu. "

Pada penggalan ayat di atas,penting bagi kita untuk melakukan tabayyun(klarifikasi).Jangan sampai ketika kita belum mengenal sosok sebenarnya orang tersebut,kita justru "buru-buru" untuk membuat kesimpulan,akhirnya justifikasi terhadap orang pun tak bisa dihindarkan.

Kembali ke soal pesta demokrasi,Pemilu telah usai,publik hanya tinggal menunggu babak akhir di Mahkamah Konstitusi.Apapun hasilnya kelak pada tanggal 28 Juni mendatang adalah hasil terbaik,semua pihak harus menerima apapun keputusan yang diputuskan oleh hakim konstitusi mendatang.

Patut diapresiasi,Calon Presiden nomor urut 02 yakni Prabowo Subianto yang menempuh jalan sengketa secara konstitusional,inilah fasilitas yang diberikan oleh negara dalam hal penyelesaian sengketa hasil Pemilu.

Penyelesaian sengketa lewat jalan sangat tidak berguna meski dijamin oleh negara,setiap warga negara bebas berpendapat di muka umum--itu amanat Undang-undang.

Tetapi lain lagi bila terjadi tindakan anarkis seperti yang dilakukan oleh oknum perusuh pada aksi damai 21 dan 22 Mei yang lalu,negara tidak boleh memberikan toleransi--negara harus tegas terhadap siapapun yang mencoba untuk mengganggu damai,yang mengganggu keamanan,lebih-lebih yang mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa.

Harapannya,semua pihak dapat segera melakukan rekonsiliasi.Desakan banyak pihak agar Capres nomor urut 01 yakni Joko Widodo dan Capres nomor urut 02 yakni Prabowo Subianto untuk bertemu bukanlah suatu hal yang biasa,pertemuan tersebut dinilai sangat penting karena diharapkan dapat mendinginkan suasana panas pasca-Pemilu.

Kita juga berharap agar ke depan situasi bisa kembali damai,publik bisa semakin cerdas dan punya empati dalam merawat Indonesia.Sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk menjaga republik ini dari perpecahan dan disintegrasi bangsa.Sudah saatnya kita kembali bersinergi,kita kembali bergotong royong,saling mengenal.

Saya sendiri sangat yakin,apapun hasil MK mendatang akan disikapi dengan dewasa oleh kedua kubu.Jangan sampai para elite mempertontonkan tayangan yang tidak seharusnya yang hanya memperkeruh persatuan.Siapapun yang dilantik sebagai pemimpin bangsa dan wakil rakyat bukan kemenangan 01 atau 02,tetapi kemenangan kita semua,kemenangan BANGSA INDONESIA !

Sudah saatnya kita menjemput perdamaian,kita bangun sama-sama republik ini menjadi negeri yang MAJU dan MENANG !

Mari kita kembali rekatkan ukhuwah(persaudaraan) dan persatuan di antara kita sebagai bangsa,bangsa yang sadar persatuan,bangsa yang sadar budaya toleransi,karena perbedaan pada dasarnya adalah rahmat--bukan ancaman.Jangan lagi kita memaki saudara sendiri,menjelek-jelekkan saudara sendiri karena itu tidak sesuai dengan budaya kita sebagai bangsa :

Perhatikan penggalan ayat QS Al-Hujurat ayat 13 berikut :

"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. "

Dengan demikian,perbedaan sejatinya adalah sebuah keniscayaan.Perbedaan menjadikan kita saling mengenal antara yang satu dengan yang lainnya,yang belum mengenal yang satu akhirnya bisa mengenal,pada akhirnya perbedaan menjadi mempersatukan--bukan memisahkan.Maka inilah pentingnya dari ungkapan,"Tak kenal,maka ta'aruf !".

Jaya selalu Indonesia.

   Tabik,

  Al-Fakir                                                                                                                                                                                                                                                                                       #MDAndrean

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun