Mohon tunggu...
Muara Alatas Marbun
Muara Alatas Marbun Mohon Tunggu... Guru - Alumni U Pe' I

Seorang lulusan yang sudah memperoleh pekerjaan dengan cara yang layak, bukan dengan "orang dalem", apalagi dengan "daleman orang"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gaun Perawan Tua

18 Januari 2019   06:33 Diperbarui: 18 Januari 2019   06:43 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : dreamstim.com/the window oil illustration

Aku adalah wanita tua yang duduk lesu di sebuah ruangan menghadap teras yang berdebu. Dibalik kaca ruanganku, aku hanya melihat orang lalu lalang di kejauhan pandanganku. Tak ada yang menatapku di luar sini hari ini, bahkan di sini tak ada yang mengurusku karena sifatku yang membuat diriku sendiri bingung.

Aku yang tahu sifatku, tapi tak tahu sebab akibatnya. Inikah buah dosaku, Tuhan ? akan terlenanya aku yang dulu seorang gadis ?

Tiga puluh tahun yang lalu, aku adalah gadis elok dan sangat dikenal sebagai pesolek. Aku adalah anak dari seorang duda meneer yang kaya raya. Ya... aku adalah gadis yang tajir, cantik dengan tubuh yang mungil dari kebanyakan wanita eropa, namun bermata tajam bagaikan lelaki eropa yang sudah banyak mengecap pahitnya peluru di medan perang. 

Di rumahku dulu dan kini, aku adalah anak yang paling dimanjakan oleh ayahku karena ibuku meninggal akibat penyakit malaria yang sempat menyerang pinggiran Batavia.

24 Oktober 1912, Rumahku

"Anakku sayang, maukah kau berkenalan dengan Johansen ? dia adalah seorang nahkoda muda dari Denmark dan sangat fasih berbahasa belanda" Ayahku datang membawa lelaki tegap dan kekar dan dari parasnya kira-kira dia berumur mendekati 30 tahun.

"Salam, Meijster Johansen", aku mengangkat gaun jingga kesukaanku sedikit, dan aku senang melakukannya karena orang-orang memperhatikan perilaku baikku.

"Salam nonaku yang cantik", dia lalu mencium tanganku.

"Sepertinya kalian mulai akrab, dan keakraban mungkin akan semakin kuat bila ayah mundur dulu" Ayahku memberikan tanda untuk memberikan waktu pada kami berdua.

"Terima kasih, Tuan Raadjke"

Kami berbincang sangat akrab, dan kami sangat dekat untuk beberapa waktu kedepan. Selama dua tahun kami bercengkrama dan bepergian dengan ria ke berbagai tempat mewah di Batavia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun