Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Emosi pada Suatu Pagi: Cerita Perjalanan dengan 3 Moda Angkutan Umum

20 Agustus 2025   18:39 Diperbarui: 21 Agustus 2025   18:00 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sambil menunggu kereta lewat di perlintasan, sopir angkot Rangkasbitung ngobrol santai dengan temannya yang naik motor. (Dokumentasi Pribadi)

Kami berdua, sepasang lansia, setengah berlari menaiki tangga ke lantai dua stasiun. Setelah melewati turnstile gate, setengah berlari pula kami menuruni tangga ke peron. Pas tiba di bawah, moncong kereta komuter jurusan Rangkasbitung memasuki peron.

Hampir saja ketinggalan kereta. Untung kami berdua terbilang lansia yang masih mampu lari naik-turun tangga stasiun. Tapi, kalau sopir mojol tadi genah, kami kan gak perlu pamer kemampuan macam itu.

Gerbong kereta komuter yang longgar menuju Rangkasbitung. (Dokumentasi Pribadi)
Gerbong kereta komuter yang longgar menuju Rangkasbitung. (Dokumentasi Pribadi)

Nyaman di Kereta 

Gerbong kereta komuter jurusan Rangkasbitung itu jembar. Penumpang tidak penuh, banyak tempat duduk kosong. Tidak seperti kereta dari arah sebaliknya menuju Tanahabang; macam kaleng ikan sardencis, sesak dan berkuah. 

Kami berdua duduk nyaman berendeng. Mesin pendingin gerbong meniupkan udara sejuk, membuat kulit kepala terasa dingin. Mungkin meresap juga ke dalam batok kepala, mendinginkan otakku.

Perjalanan naik kereta komuter ke Rangkasbitung di pagi hari adalah senikmat-nikmatnya naik kereta. Tak ada seat war sama sekali.

Tak ada ancaman dari ibu-ibu berkaca mata hitam yang tiba-tiba menggamit dengkulmu minta tempat duduk. Itu penodongan! 

Juga tak ada ancaman dari ibu-ibu yang membawa serta dua atau tiga anak kecil yang tanpa sungkan menyelipkan pantat anaknya di sela pantatmu dan pantat penumpang lain. Itu invasi!

Duduk nyaman di dalam gerbong kereta yang meluncur ajeg menuju Rangkasbitung, aku punya cukup waktu merenungkan pengalaman di awal pagi. Teringat akan ulah sopir mojol tadi, aku mulai menggugat diri sendiri. Mengapa aku tak bisa menahan diri untuk tidak meluapkan emosi. Bukankah aku mau sowan ke Bunda Maria? Semestinya sowan itu dengan hati yang tenang dan manis, bukan?

Lagi pula aku punya andil kesalahan juga. Mengapa saat keluar gang dari rumah, aku tak mengarahkan sopir itu agar belok ke kiri, ambil jalur lancar. Tidak memberi tahu jalan yang benar itu semacam dosa juga, bukan?

Sepagi ini saat baru keluar dari rumah, ternyata aku sudah berbuat dosa. "Tuhan, ampunilah hambamu yang lemah ini." Aku berdoa dalam hati, rekonsiliasi dengan Tuhanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun