Kami berdua, sepasang lansia, setengah berlari menaiki tangga ke lantai dua stasiun. Setelah melewati turnstile gate, setengah berlari pula kami menuruni tangga ke peron. Pas tiba di bawah, moncong kereta komuter jurusan Rangkasbitung memasuki peron.
Hampir saja ketinggalan kereta. Untung kami berdua terbilang lansia yang masih mampu lari naik-turun tangga stasiun. Tapi, kalau sopir mojol tadi genah, kami kan gak perlu pamer kemampuan macam itu.
Nyaman di KeretaÂ
Gerbong kereta komuter jurusan Rangkasbitung itu jembar. Penumpang tidak penuh, banyak tempat duduk kosong. Tidak seperti kereta dari arah sebaliknya menuju Tanahabang; macam kaleng ikan sardencis, sesak dan berkuah.Â
Kami berdua duduk nyaman berendeng. Mesin pendingin gerbong meniupkan udara sejuk, membuat kulit kepala terasa dingin. Mungkin meresap juga ke dalam batok kepala, mendinginkan otakku.
Perjalanan naik kereta komuter ke Rangkasbitung di pagi hari adalah senikmat-nikmatnya naik kereta. Tak ada seat war sama sekali.
Tak ada ancaman dari ibu-ibu berkaca mata hitam yang tiba-tiba menggamit dengkulmu minta tempat duduk. Itu penodongan!Â
Juga tak ada ancaman dari ibu-ibu yang membawa serta dua atau tiga anak kecil yang tanpa sungkan menyelipkan pantat anaknya di sela pantatmu dan pantat penumpang lain. Itu invasi!
Duduk nyaman di dalam gerbong kereta yang meluncur ajeg menuju Rangkasbitung, aku punya cukup waktu merenungkan pengalaman di awal pagi. Teringat akan ulah sopir mojol tadi, aku mulai menggugat diri sendiri. Mengapa aku tak bisa menahan diri untuk tidak meluapkan emosi. Bukankah aku mau sowan ke Bunda Maria? Semestinya sowan itu dengan hati yang tenang dan manis, bukan?
Lagi pula aku punya andil kesalahan juga. Mengapa saat keluar gang dari rumah, aku tak mengarahkan sopir itu agar belok ke kiri, ambil jalur lancar. Tidak memberi tahu jalan yang benar itu semacam dosa juga, bukan?
Sepagi ini saat baru keluar dari rumah, ternyata aku sudah berbuat dosa. "Tuhan, ampunilah hambamu yang lemah ini." Aku berdoa dalam hati, rekonsiliasi dengan Tuhanku.