Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gondang Bolon Batak: Di Antara Kebatakan dan Ketuhanan [Bagian 2]

12 September 2022   10:46 Diperbarui: 28 September 2022   02:44 2186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampilan para pargonsi dalam sebuah pesta pernikahan di Lumban Nainggolan, Desa Narumontak, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, Senin (6/8/2018). Foto: Kompas/Wawan H Prabowo

Pada tahap pertama, alat musik gondang mulai diterima sebagai pengiring lagu Gereja. Baik itu pada saat kebaktian di dalam gereja maupun di luar gereja. 

Sebagai contoh, dapat disampaikan di sini sebuah lagu ajakan pertobatan dari gereja  HKBP, Sai Mulak [Pulanglah (Si Anak Hilang)]. Dengan aransemen ulang, lagu itu dibawakan kor dengan iringan sulim (suling Batak), taganing (perkusi Batak), hasapi (kecapi Batak) dipadu organ elektrik. Hasilnya? Sangat indah sekaligus magis, dalam arti sakral.


Gereja HKBP bahkan sudah menerima pelaksanaan Gondong Bolon dalam adat mangongkal holi, memindahkan kerangka leluhur ke dalam makam beton. Untuk waktu yang lama, HKBP  memandang adat mangongkal holi sebagai praktek hasipele-beguon. Sekarang pendeta boleh mamuha gondang, membuka Gondang Bolon, dalam pelaksanaan adat mangongkal holi. Pada kesempatan itu, pendeta akan mengingatkan sejumlah paminsangion, larangan Gereja, semisal larangan memanggil roh leluhur dan memuja Dewata Batak.

Tapi dibanding HKBP, Gereja Katolik jauh lebih progresif dalam penerimaan unsur-unsur budaya Batak, khususnya Gondang Bolon ke dalam liturgi gerejani.  Hal itu terjadi terutama setelah Konsili Vatikan II (1962-1965) merumuskan perutusan sebagai proses masuk ke dalam dan menjadikan budaya setempat sebagai sarana penginjilan. Pendekatan ini disebut sebagai gereja inkulturatif.

Belakangan hari (1990), Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan Ensilik Redemptoris Missio yang menekankan inkulturasi sebagai upaya mewujudkan Injil dalam budaya yang beragam, sekaligus upaya membawa bangsa-bangsa bersama budayanya ke dalam persekutuan Gereja.

Di awal 1970-an, saya sudah mengalami inkulturasi dalam Gereja Katolik. Bukan saja berupa lagu-lagu gereja yang mengadopsi komposisi lagu rakyat atau, kemudian, adopsi struktur dan ornamen Rumah Adat Batak sebagai arsitektur gereja. Tapi juga dengan mengintegrasikan musik Gondang Bolon ke dalam Perayaan Misa Syukur Pesta Gotilon (Pesta Panen). Persembahan antara lain diantar ke altar dengan iringan Gobdang Bolon.

Satu contoh integrasi Gondang Bolon ke dalam ibadah gereja Katolik adalah pada upacara mamuha gondang sarimatua/saurmatua. Berikut adalah satu contoh seorang sintua (penatua) Gereja Katolik memimpin ibadah mamuha gondang sarimatua untuk seorang ibu dalam keluarga Batak Katolik di huta Sidumaduma, Samosir.


Bentuk inkulturasi dalam Gondang Bolon Saurmatua tersebut tampak pada hal-hal berikut.

Pertama, Sintua membuka Gondang Bolon dengan membaca doa Katolik berdasar buku ibadat "Mamuha Gondang hu na Saurmatua Adat Batak". Buku ibadah ini resmi dikeluarkan Gereja Katolik dengan persetujuan uskup setempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun