Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Strategi Survival Mahasiswa Miskin di Rantau Jawa Awal 1980-an

6 Juli 2022   12:02 Diperbarui: 11 Juli 2022   03:32 2064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapal laut, moda utama transportasi mahasiswa perantau dari Toba ke Jawa tahun 1980-an (Foto: kompas.com)

Aktif berorganisasi untuk perbaikan gizi. Berorganisasi untuk belajar manajemen sosial dan membangun jaringan sosial, ya, itu tujuan utama, idealnya. Tapi bagi Poltak, aktif dalam organisasi mahasiswa ekstra-kampus juga diperhitungkan sebagai modus perbaikan gizi.

Sering-sering organisasi itu melakukan program-program agak besar. Misalnya pelatihan kepemimpinan, bazar, retret, dan lain-lain. Nah, Poltak rajin ikut jadi panitia karena selalu ada jatah kosumsinya. Lumayan, enak, bergizi, dan gratis.

Nonton bioskop bayar seratus rupiah. Ini yang paling seru. Nonton murah tapi puas. 

Awal 1980-an ada enam bioskop di Bogor. Ramayana Theatre (Pasar Ramayana), Sukasari Theatre (Sukasari), Bogor Theatre (Pasar Bogor), Ranggagading Theatre (Jl Ranggagading), Nasional Theatre (Jl. Kapten Muslihat), dan President Theatre (Jl. Merdeka).

Dua bioskop tersebut pertama tergolong elite, tiketnya Rp 750-1,000. Lainnya bioskop sejuta umat, tiketnya Rp 300-500. Tiket murah dikenakan untuk pertunjukan pagi hari, Matine Show, atau untuk kursi di "kelas kambing" (barisan terdepan).

Poltak dan teman-temannya hanya sanggup bayar tiket nonton di bioskop sejuta umat. Pilihan utamanya Bogor Theatre yang memutar film-film Barat, kadang Mandarin, dan Ranggagading Theatre yang khusus memutar film-film silat Mandarin. 

Untuk mendapatkan tiket termurah, yaitu Rp 100, Poltak dan kawan-kawan menerapkan strategi "telat". Tidak perlu tiket resmi. Cukup bayar langsung Rp 100 per orang kepada petugas jaga pintu. Syaratnya, penonton tak ramai, dan film sudah diputar 15 menit yang lalu.

Kehilangan 15 menit awal sebuah film gak masalah. Masalah kalau kehilangan 15 menit terakhir. Karena ringkasan cerita film tersaji di akhir.

Lagi pula, bayar cuma Rp 100, berharap nonton film lengkap. Gak tahu diri namanya itu. Cari bioskop "misbar" (gerimis bubar) milik Perbiki (Persatuan Bioskop Keliling Indonesia) aja, sana. Itu gratis.

Pantang pacaran sebelum lulus. Pacaran itu bikin cengeng, tak baik untuk perantau. Entah itu benar atau tidak, pokoknya Poltak sudah menemukan alasan itu untuk tidak pacaran sebelum lulus kuliah. 

Mungkin tak salah juga. Poltak melihat beberapa temannya yang punya pacar memang jadi cengeng. Sebentar-sebentar stel frekuensi radio untuk mendengar lagu-lagu cinta dari Christine Panjaitan, Iis Sugianto, Maya Rumantir, Nia Daniati, Betharia Sonata Endang S. Taurina, Ratih Purwasih, Jamal Mirdad, Diana Nasution, Eddy Silitonga, dan lain-lain. Yah, kapan belajarnya. Bisa-bisa jadi "residivis" nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun