Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Strategi Survival Mahasiswa Miskin di Rantau Jawa Awal 1980-an

6 Juli 2022   12:02 Diperbarui: 11 Juli 2022   03:32 2064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapal laut, moda utama transportasi mahasiswa perantau dari Toba ke Jawa tahun 1980-an (Foto: kompas.com)

Asyik kalau anak gadisnya yang melayani. Tinggal menyapa "Neng Geulis", dengan suara serak-serak basah, porsi sayur otomatis diperbanyak. Atau dipilihkan potongan tahu/tempe/daging yang terbesar. Lumayan, kan?

Kisaran total bon makan Poltak pada awal 1980-an adalah Rp 15,000-20,000 per bulan. Sebab kisaran harga makanan per porsi adalah Rp 250 (nasi, sayur, tahu/tempe/ikan asin) sampau Rp 500 (lauk daging). Harus pintar mengatur menu sendiri.

Setelah dipotong untuk bayar utang makan, maka Poltak masih punya saldo uang saku Rp 10,000-15,000. 

Saldo itu harus diatur lagi alokasinya untuk berbagai keperluan. Semisal beli diktat, fotokopi soal ujian, jajan (es doger/bakso/bubur kacang ijo), ongkos bemo/angkot, kolekte gereja, nonton bioskop, beli paracetamol, dan lain-lain.

Diktat dan buku ajar lungsuran dari kakak kelas. Ini bisa menghemat banyak pengeluaran. Daripada beli diktat/buku ajar sekali pakai, Poltak memilih untuk mencari lungsuran kakak kelas. Toh isinya sama saja, cuma tampilannya saja kumal dan penuh coretan. Coretan itu biasanya tambahan penjelasan. 

Di sinilah antara lain manfaat jaringan sosial seasal. Kakak kelas atau senior dalam jaringan itu lazimnya murah hati mewariskan diktat/buku ajar kepada adik kelas atau juniornya.

Tapi tentu saja Poltak harus pro-aktif menyambangi kakak kelas/seniornya. Bertanya sekiranya ada diktat/buku ajar yang bisa dilungsurkan. Atau mencari tahu sekiranya ada senior lain yang punya. 

Pokoknya, malu bertanya sesak napas. Alamat keluar banyak duit untuk beli diktat/buku ajar.

Bergaul dengan mahasiswa etnis lain. Merantau itu kesempatan menjadi Indonesia seutuhnya. Sebab bertemu dalam satu "belanga" dengan teman-teman dari etnis dan agama lain. Itu membuat wawasan lebih terbuka dan hidup lebih berwarna.

Begitulah. Poltak tak mau menyia-nyiakan kesempatan menjadi "100% Batak 100% Indonesia". Dia bergaul dengan sesama mahasiswa etnis Sunda, Jawa, Minang, Aceh, Makasar, Dayak, Ambon, NTT, dan lain-lain. Banyak nilai-nilai kehidupan yang dipelajarinya dari mereka.

Dari mahasiswa etnis Jawa khususnya, Poltak belajar tentang ketekunan dan keliatan. Angka IQ bisa pas-pasan, tapi ketekunan dan keliatan akan mengantar pada peningkatan penguasaan materi perkuliahan. Itu kiat terhindar dari status mahasiswa "residivis" (pengulang) atau drop-out (DO).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun