Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #041] Naik Delapan Belas, Tinggal Dua

2 Maret 2021   17:23 Diperbarui: 2 Maret 2021   17:49 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Oi, enak kalilah dipuji pariban itu,"  celetuk Alogo, disambut tawa anak-anak kelas satu lainnya.

"Makanya kau punya paribanlah!" 

Tembakan pengunci mulut dari Poltak untuk Alogo.  Entah karena belum lahir, entah karena takada, atau mungkin taktahu, Alogo pernah mengaku tak punya pariban.

Pembagian rapor sekaligus pengumuman kenaikan kelas adalah perjodohan berita gembira dan berita sedih. Berita gembira untuk murid yang naik kelas.  Berita sedih untuk murid yang tinggal kelas.  

Berita sedihnya, Dolok dan Togu, dua murid kelas satu, menangis sesenggukan di bangku masing-masing.  Mereka berdua dinyatakan tinggal kelas.

"Hajablah aku nanti dihajar amongku. Pakai batahi "  Itulah hal yang paling menakutkan bagi Dolok.  Lecutan batahi, pecut rotan spesial untuk kerbau, tepat di betisnya.  Bayangan pecutan itu, akibat tinggal kelas, menghantuinya.  Sehingga dia menangis sesenggukan.  

"Bah, kau kan bukan kerbau, Dolok."  Jonder mulai menyalakan kompor.  Tapi segera padam karena dipelototi Poltak.

Togu lain pula masalahnya.  Dia menangis karena takut tarhirim, sakit sebab keinginan badan tak kesampaian. 

Kata Togu, ibunya sudah berjanji, kalau dia naik kelas maka boleh ikut ke onan Tigaraja-Parapat untuk membeli sepatu spartakus yang sangat diidamkannya. Togu takut tarhirim, lidah kakinya jadi bengkak karena gagal bersepatu. 

"Tak perlu takut kau, Togu.  Tahun depan, setelah pakansi, sepatu spartakusku boleh kau pakai."  

Poltak membujuk Togu. Dia memang tak pernah lagi mengenakan sepatu spartakusnya. Sepatu itu lebih pintar melukai ketimbang menjaga keamanan kakinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun