"Bohong itu sifat ular." Guru Gayus memberi penekanan pada sifat jahat ular. Mahluk panjang bersisik itu telah membohongi Adam dan Hawa di Taman Eden. Â
Guru Gayus baru saja membacakan kisah Bibel, berbahasa Batak Toba, tentang dosa pertama manusia pertama, Adam dan Hawa. Murid-murid Kelas Satu mendengarkan dengan tertib, khidmad dan penuh minat
"Anak-anakku, siapa di antara kalian yang sering berbohong." Â Pandangan Guru Gayus menyapu satu per satu wajah murid Kelas Satu, sebelum akhirnya berhenti pada wajah Jonder.
Jonder sontak tertunduk malu, rona wajahnya memerah. Â Dia ingat minggu lalu telah berbohong kepada Guru Gayus. Â
"Mencari haramonting, Gurunami." Jonder berbohong ketika Guru Gayus menanyakan kegiatan Poltak dan kawan-kawannya di atas bukit. Jonder berdalih mencari haramonting, keramunting, sejenis jambu-jambuan liar.
"Ompungmu haramonting! Â Sejak Pak Guru lahir di Hutabolon ini, tak pernah ada haramonting di situ."
Kebohongan yang sia-sia. Jangan pernah membohongi Guru Gayus, Guru Agama. Dia sudah tahu banyak hal, tentang setiap sudut alam Hutabolon, sebelum murid-muridnya lahir.
"Jujur!" Nada suara Guru Gayus tinggi dan tegas, seakan mengancam. Â Jonder keder sampai beser.
"Tanding gulat, Gurunami. Bistok bertanding dengan Polmer."Â
Poltak memberi pengakuan. Pikirnya, percuma berbohong kepada Guru Gayus.Â
Guru Gayus itu guru agama kawakan. Mampu membaca pikiran murid-muridnya. Itulah hebatnya guru agama kampung. Hal itu benar, setidaknya pada tahun 1960-an di Hutabolon.