Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #028] Sengketa Kaki Babi Bakar

7 November 2020   18:06 Diperbarui: 7 November 2020   21:54 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Poltak, Binsar, dan Bistok menuntut hak masing-masing untuk mendapatkan satu potong kaki babi gosong. Tidak ada yang mau mengalah. Perjanjian Hariara Hapuloan agaknya tak berdaya dalam urusan kaki babi bakar.

Pertengkaran tanpa ujung itu akhirnya mengundang campur tangan Ama Ringkot. "Oi, sini kalian bertiga, bodat!" perintahnya dengan mata melotot. Tiga sekawan bergeming.

"Begini saja," katanya setelah dia mengalah untuk mendekat. Wajahnya disorongkan ke depan hidung ketiga anak itu.  

"He, turunkan tangan kalian!" bentaknya saat melihat Poltak, Binsar dan Bistok kompak tersentak mundur sambil menutup hidung dengan telapak tangan. Siapa pula orang yang kuat melawan bau napas Ama Ringkot. Hanya istrinya, mungkin.

"Begini," lanjutnya, "kalian bertiga lomba lari naik-turun ke Bukit Partalinsiran sana", sambil menunjuk ke arah bukit di utara kampung. "Juara pertama dan kedua mendapat hadiah kaki babi, juara ketiga kentutnya."

"Bah, keterlaluan. Benar-benar keterlaluan. Sudah lelah memoroti tahi babi, masih harus lari ke puncak bukit," Poltak mengumpat dalam hati sambil melotot sengit. Hak asasi macam apa itu.

Terbetik di benak Poltak, Ama Ringkotlah koruptor kaki babi itu.  Sudah menjadi rahasia antar-kampung, setiap kali Ama Ringkot terlibat di pejagalan, pasti ada potongan daging yang raib. Poltak sudah pernah melihatnya sendiri. Dulu sewaktu acara adat sarimatua Ompu Maruhal.

"Huh. Dasar manusia celeng pencoleng", umpat Poltak dalam hati.  

"Itu tak adillah," bathinnya kesal. Poltak  tahu dia tak mungkin menang lomba lari melawan Binsar. Lalu Bistok, si kaki tampah, tak mungkin menang melawan dirinya. Kalau hasilnya sudah diketahui sebelum kejadian, maka apa gunanya berlomba.

"Tidak!" Poltak menolak tegas solusi tak berkeadilan dari  Ama Ringkot. 

"Sudahlah.  Binsar. Bistok. Kalian makan sendirilah kaki babi bakar itu. Aku tak perlu," lanjutnya. Bagi Poltak, kenikmatan kaki babi bakar hanya seketika, tapi kenikmatan persahabatan selamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun