Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Nadiem Makarim dan Kaum "Cultural Laggard"

3 Agustus 2020   16:02 Diperbarui: 4 Agustus 2020   02:09 1512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendikbud Nadiem Makarim (Foto: antara.com)

Sekarang ini situasinya ibarat Poltak mendadak dikejar anjing gila, lalu tak ada pilihan lain kecuali lari manjat pohon atau tiang listrik. Poltak tak bisa menyalahkan anjing gila kalau ternyata dia tak bisa manjat. Harus cari inisiatif lain, semisal nyebur ke kali butek (Setahuku, sih dia tak bisa berenang).

Intinya, revolusi dari pembelajaran luring ke daring hari ini memang terlalu mendadak. Laiknya petir di siang bolong, bikin gelagapan manusia berlanggam woles. 

Gejala cultural lag langsung menganga. Tuntutannya pembelajaran 4.0, tapi kultur sekolah, guru dan murid masih di 2.0. Pada kultur 2.0 ini, fungsi terbaik gadged bagi murid adalah fasilitasi plagiasi makalah instan.

***
Politisi berotak 2.0 kemudian berteriak-teriak agar Mas Nadiem dirisafel saja. Alasannya, tidak mampu mengelola PJJ yang adil dan merata secara efisien dan efektif. 

 urid miskin dan terpencil makin jauh saja dari pendidikan. Guru dan orang tua tambah sengsara. Sebab pandemi sialan ini telah membonsai nafkah mereka. Jangan kata pulsa, belacan pun harus minjam ke tetangga.

Teriakan politisi 2.0 itu lalu disambut pula oleh sebagian pimpinan sekolah dan tokoh ormas pendidikan. Politisi dan praktisi tunggang-menunggang, menawarkan ragam solusi tanpa aksi. Kalau perlu mundur dari inisiatif POP-nya Nadiem.

Harapan mereka,Mas Nadiem dan Pak Jokowi tunggang-langgang. Hei, yang tunggang-langgang itu dari dulu sampai kini murid-murid miskin dan terpencil. Mikir!

Saya tidak begitu heran dengan resistensi politisi dan tokoh-tokoh pendidikan itu. Mereka umumnya memang kaum cultural laggard, pengidap gejala ketinggalan budaya. Resisten terhadap kemajuan teknologi, karena malas beradaptasi, selain hobi status quo. Orang-orang seperti itu anti-inovasi dan anti -revolusi.

Memang itulah kendala utama revolusi teknologi informasi 2.0 ke 3.0 atau dari 3.0 ke 4.0. Dalam dua tiga kali diundang hadir sebagai pendengar dalam FORTI BUMN, saya diberi tahu kendala utama transformasi teknologi dari 3.0 ke 4.0 adalah pimpinan yang resisten. Mereka selalu bilang, TI itu mahal, sulit, dan staf belum siap. Padahal yang tidak siap para pimpinan itu sendiri.

Sebenarnya yang harus dirisafel adalah para politisi dan praktisi pendidikan pengidap cultural lag itu. Jokowi sudah memberi contoh dengan mengangkat Nadiem, seorang petarung revolusi IT, menjadi Mendikbud. Jadi kita sekarang punya Mendikbud yang berpikir dan bertindak dalam koridor revolusi teknologi informasi 4.0.

Saya pikir tidak ada kritik substantif terhadap inisiatif Nadiem untuk perluasan sistem PJJ atau e-learning berkelanjutan. Kesenjangan penguasaan gadged bisa diatasi dengan kebijakan subsidi atau bantuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun