Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Benda-benda yang Hilang dari Peradaban Batak Modern

31 Mei 2020   07:46 Diperbarui: 31 Mei 2020   16:44 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah rotan disiapkan dalam bentuk bilah-bilah halus-tipis panjang, barulah bisa dianyam membentuk keranjang. Bisa keranjang kasar (bahan rotan besar) atau keranjang halus (bahan rotan kecil).

Lazimnya orang Batak pedesaan dulu membuat keranjang rotan pada masa senggang tani, yaitu masa menunggu panen padi di sawah. Jadi ini kegiatan ekonomi sampingan sebenarnya.

Dengan membanjirnya produk keranjang plastik tahun 1970-an, keberadaan keranjang rotan semakin pudar dalam masyarakat Batak. Hanya ampang atau jual yang masih eksis sebagai perangkat adat. Karena pada suhi ni ampang na opat di pihak "penerima isteri"  ada unsur sihunti ampang (penyunggi ampang) yaitu kakak petempuan atau namboru (saudara  perempuan ayah) dari pengantin laki.

Hilangnya keranjang rotan ini mewakili juga hilangnya tas-tas ayaman rotan dari peradaban masyarakat Batak "modern".

***
Teknologi modern, dalam kasus ini teknologi plastik, memang bersifat melumpuhkan keahlian asli dan menggusur produk-produk alami lokal seperti tali ijuk, tikar mendong, dan keranjang rotan dalam masyarakat Batak.

Menggunakan perlengkapan berbahan alami itu dianggap kuno, ketinggalan zaman.  Orang Batak modern itu pakai barang plastik, praktis dan ekonomis, tahan lama pula. Tinggal beli di pasar, tak perlu susah payah bikin sendiri.

Tapi sekarang, dengan tumbuhnya kesadaran plastik itu masalah serius dunia, bahwa "plastik itu akan membunuhmu", orang-orang Batak yang berpikiran "ramah lingkungan" atau "kembali ke alam" mulai membuat produk-produk tas anyaman mendobg dan rotan.  

Memang mereka masih sebatas menghasilkan produk fashion modern berbahan alami. Semacam modernisasi tradisi dalam budaya kebendaan.  Tapi itu harus dihargai sebagai awal yang baik.

Mumpung sekarang Danau Toba sedang didandani menjadi destinasi wisata kelas dunia, baiklah jika produk-produk alami yang telah hilang itu dipulihkan lagi sebagai "nilai ekologis" pada label "kelas dunia" itu. 

Saya membayangkan hotel-hotel menyediakan layanan kamar tidur pakai tikar, misalnya. Lalu wisatawan didorong untuk ranah lingkungan, misalnya jalan-jalan dan belanja pakai tas rotan atau mendong.

Jadi, ayolah orang Batak.  Pemerintahnya, pengusahanya dan masyarakat madaninya. Mari pulihkan lagi eksistensi produk-produk berbahan baku alami khas Batak sebagai penciri "kelas dunia" Tanah Batak, khususnya wisata Danau Toba.  Agar kelak dunia mengenal Tanah Batak sebagai ikon daerah "ramah lingkungan" di Indonesia.

Mari bergerak, jangan coma omong doang. Ngomong itu biarlah urusan Felix Tani, karena hanya itu yang dia bisa.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun