Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tidak Ada Sub-Suku Toba Holbung di Tanah Batak

10 April 2020   12:46 Diperbarui: 10 April 2020   20:31 1098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasar (Onan) Balige, Toba (Foto: kompas.com)

Barang siapa pernah berada di Terminal Parluasan, Pematang Siantar, mestinya pernah mendengar teriakan "Toba, Toba, Tobaaa...!"

Itu teriakan para kondektur bus rute Siantar-Toba.   Mereka sedang menjaring penumpang jurusan Toba.  Entah itu warga Toba yang mau pulang kampung.  Atau warga Siantar dan sekitarnya yang hendak berkunjung ke Toba.

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, kata "Toba" itu menunjuk pada bentang wilayah persebaran utama suku Batak Toba.  

Ambil peta J.C. Vergouwen (1986, 1933) sebagai rujukan. Di situ  wilayah "Toba" mencakup Samosir di utara, lalu  Uluan, Toba Holbung, Habinsaran, Humbang, Sijamapolang, Hurlang, Silindung, sampai Pahae di selatan (Lihat Peta 1).

Tapi peta Vergouwen itu bisa bikin gaduh. Sebab orang Samosir, Humbang, dan Silindung misalnya cenderung menolak disebut Par-Toba,  orang Toba. Atas dasar variasi adat-istiadat.

Karena itu, seperti diteriakkan  kondektur bus Siantar-Toba, diambillah kesepakatan umum bahwa "Toba" itu mencakup wilayah Toba Holbung,  Uluan dan Habinsaran saja.

Pergi ke Toba, sebagaimana dipikirkan kondektur bus tadi, berarti pergi ke tiga wilayah itu.  Pusatnya adalah kota Balige.  

Jika penumpang  dari Siantar hendak ke Uluan, yaitu dari Ajibata, Lumbanjulu, Jangga, Lumbanlobu sampai Porsea, maka dia akan turun sebelum bus tiba di Balige.  

Jika hendak ke Habinsaran, yaitu Parsoburan, Borbor dan Nassau, maka dia boleh turun di Silimbat atau lanjut ke Balige. Dari situ lalu menumpang oplet khusus jurusan Parsoburan.

Peta 1. Persebaran utama suku Batak Toba menurut pemetaan Vergouwen tahun 1933 (Repro Felix Tani)
Peta 1. Persebaran utama suku Batak Toba menurut pemetaan Vergouwen tahun 1933 (Repro Felix Tani)
Sejatinya teriakan kondektur bus Siantar-Balige itu adalah konsensus sosial. Suatu hasil komunikasi terus-menerus antar warga Tanah Batak. Termasuk antara kondektur dan penumpang bus.  

Konsensus cakupan wilayah Toba itu perlu diingatkan kembali.  Sebab baru-baru ini ada satu produk hukum yang menafikan eksistensi Uluan dan Habinsaran sebagai "Tanah Toba"

Saya akan bahas soal tersebut lebih lanjut di sisa tulisan ini.

Toba Samosir Menjadi Toba

Pangkal soalnya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor  14/2020, tentang Perubahan Nama Kabupaten Toba Samosir menjadi Kabupaten Toba di Provinsi Sumatra Utara.  Peraturan itu diteken Presiden Jokowi tanggal 24 Februari 2020 lalu.

Perubahan nama kabupaten itu logis saja. Sebab wilayah Samosir  sudah mekar dari Toba Samosir menjadi kabupaten tersendiri. Sehingga nama Toba Samosir  tak relevan lagi.

Tapi ada satu masalah mendasar.  Peraturan Pemerintah itu, seperti disinggung tadi, terindikasi menafikan eksistensi wilayah Uluan dan Habinsaran sebagai "Tanah Toba".

Masalah dikandung paragraf ketiga  dalam Penjelasan Umum peraturan itu. Bunyi selengkapnya seperti di bawah ini.

"Secara filosofis, perubahan nama Kabupaten Toba Samosir menjadi Kabupaten Toba sarat dengan nilai-nilai sejarah dan adat istiadat masyarakat yang tinggal di Kabupaten Toba Samosir yaitu masyarakat sub-suku Toba Holbung dan daerah yang ditempati disebut daerah Toba serta orang atau komunitas masyarakat yang tinggal di Kabupaten Toba Samosir disebut sebagai orang Toba (Par Toba)".

Perhatikan, penjelasan itu sama sekali tak menyebut Uluan dan Habinsaran. Sehingga PP Nomor 14/2020 itu terkesan "Toba Holbung sentris".  

Selain menafikan Uluan dan Habinsaran, paragraf itu juga mengandung kekeliruan sosio-historis yang mendasar.  

Saya akan coba urai masalahnya di bawah ini, demi menegakkan suatu kebenaran sosio-historis tentang Tanah Toba dan suku Batak Toba.

Tidak Ada Sub-Suku Toba Holbung

Saya mulai uraian dengan memeriksa frasa "masyarakat yang tinggal di Kabupaten Toba Samosir yaitu masyarakat sub-suku Toba Holbung" dalam paragraf di atas.    

Frasa tersebut tidak tepat karena dua alasan.
Pertama, "Toba Holbung" bukanlah nama sub-suku Batak Toba.  Dia menunjuk pada suatu hamparan atau  wilayah lembah di sebelah selatan Danau Toba.  

Dalam peta modern, atau peta Kabupaten Toba terkini, wilayah itu mencakup daerah-daerah Kecamatan Tampahan di selatan, lalu Balige, Laguboti, Sigumpar, Silaen, Siantar Narumonda sampai Pintupohan Meranti di utara (Lihat Peta 2).

Peta 2. Persebaran wilayan kecamatan di Kabupaten Toba Samosir, sekarang Kabupaten Toba (Sumber: wikipedia.com)
Peta 2. Persebaran wilayan kecamatan di Kabupaten Toba Samosir, sekarang Kabupaten Toba (Sumber: wikipedia.com)
Di utara Toba Holbung berbatasan  dengan wilayah Uluan.  Wilayah ini mencakup daerah Kecamatan Ajibata di utara, lalu Lumbanjulu, Bonatua Lunasi, Uluan, Parmaksian sampai Porsea di selatan.  

Alur Sungai Asahan di hulu lazim dianggap sebagai batas Uluan dan Toba Holbung. Walaupun tak sepenuhnya akurat.

Di timur Toba Holbung berbatasan dengan wilayah Habinsaran, "negeri matahari terbit".   Wilayah ini sekarang mekar menjadi tiga Kecamatan yaitu Habinsaran, Borbor dan Nassau. Boleh disebut "Trio Habornas".

Kedua, jika harus menggunakan istilah "sub-suku", maka untuk konteks wilayah Toba  lebih tepat memakai istilah "sub-suku Sumba, Batak Toba".

Penjelasannya begini.  Merujuk silsilah Batak Toba, "Siraja Batak" sebagai "orang Batak Toba pertama" berputra dua yaitu Tateabulan atau Ilontungan dan Isumbaon.  

Ilontungon kemudian menurunkan Batak Toba belahan Lontung.   Sementara  Isumbaon menurunkan Batak Toba belahan Sumba.

Jelas, berdasar silsilah itu, jika Batak Toba diterima sebagai suatu suku, maka belahan-belahan Lontung dan Sumba adalah dua sub-suku pembentuknya.

Menurut silsilah yang sama, belahan Sumba seluruhnya adalah keturunan Sorimangaraja, putera Isumbaon. Sorimangaraja beristerikan tiga putri Ilontungon, yaitu Naiambaton, Nairasaon, dan Naisuanon.  

Masing-masing isteri melahirkan seorang putera, berturut-turut Sorbadijulu, Sorbadijae, dan Sorbadibanua. Keturunan ketiga putra ini kemudian, secara urut, disebut pomparan (keturunan) Naiambaton, Nairasaon, dan Naisuanon.  Ketiganya boleh disebut sebaga sub-sub suku.

Ketika tahun 1000-1300 orang Batak tua bermigrasi dari lembah Sagala-Limbong, di kaki gunung Pusukbuhit Samosir, ke wilayah selatan danau, sebagian sub-sub suku Naisuanon bergerak ke Toba Holbung.  Mereka terutama dikenal sebagai sub-kelompok Sibagotnipohan, Sipaettua, dan Silahisabungan.

Marga-marga dari tiga sub-kelompok itulah yang meraja (raja huta) di Toba Holbung, dari dulu sampai kini. Sibagotnipohan terdiri dari marga-marga Tampubolon, Silaen, Baringbing, Siahaan, Simanjuntak, Hutagaol, Panjaitan, Silitonga, Siagian, Sianipar, Simangunsong, Marpaung, dan Napitupulu (Pardede).  

Sedangkan Sipaettua mencakup marga-marga Pangaribuan, Hutapea, Hutahean, Aruan, Hutajulu, Sibarani, dan Sibuea.  Lalu Silahisabungan terdiri dari marga-marga Sihaloho, Situngkir, Doloksaribu, Sinurat, Nadapdap dan Tambunan.

Sementara itu wilayah Uluan di utara Toba Holbung adalah daerah tujuan migrasi kelompok Nairasaon.   Marga-marga yang meraja di sana adalah Manurung, Sitorus, Sirait, dan Butarbutar.

Sedangkan wilayah Habinsaran diduduki migran campuran sub-suku Sumba dan Lontung.  Daerah Parsoburan, berbatasan langsung dengan Toba Holbung, marga Pardosi (Siagian) dari sub-kelompok Sibagotnipohan.    

Sementara daerah Nassau dan Borbor, di selatan Parsoburan, diduduki oleh marga-marga kelompok Borbor dari belahan Lontung. Antara lain Lubis, Pasaribu, Sipahutar, dan Tanjung.

Toba Holbung Bagian Tanah Toba

Saya lanjutkan memeriksa frasa " ... daerah yang ditempati disebut daerah Toba serta orang atau komunitas masyarakat yang tinggal di Kabupaten Toba Samosir disebut sebagai orang Toba (Par Toba)".

Frasa tersebut keliru karena secara sosio-historis  "Tanah Toba" tidak terbatas Toba Holbung yang didiami sub-sub suku Naisuanon-Batak Toba.  Seperti disinggung tadi, daerah Uluan dan Habinsaran tercakup juga di dalamnya.

Rumusan frasa seperti di atas  mengesankan sub-sub suku Nairasaon di Uluan tidak diakui sebagai Par Toba dan daerah Uluan tidak diakui sebagai bagian "Tanah Toba".  

Hal serupa juga dapat dikatakan tentang  sub-kelompok Sibagotnipohan-Naisuanon di Parsoburan dan kelompok-kelompok marga Borbor-Lontung di Borbor dan Nassau.  Tidak ada pengakuan eksistensi sosio-historisnya.

Ada dugaan PP Nomor 14/2020 telah dirumuskan secara "Toba Holbung sentris".   Dianggap Toba Holbung itu adalah "pusat" (centre) Tanah Toba. Sedangkan Uluan dan Habinsaran adalah "pinggiran" (periphery).

Memang benar secara historis bius Baligeraja-Toba Holbung  adalah bius pertama dan utama di Tanah Toba. (Bius, federasi horja; horja, federasi huta).  "Pendeta Raja"-nya bergelar Sorimangaraja, mengambil nama leluhur sub-sub suku Naiambaton, Nairasaon dan Naisuanon.  

Tapi harus diingat Uluan dan Habinsaran pada saat bersamaan dahulu tegak dengan bius-nya sendiri.  Setiap bius adalah daerah federasi otonom, tidak mengandaikan struktur  "pusat" dan "pinggiran.    

Demikianlah bius -bius Uluan dan Habinsaran berstatus otonom, tidak pernah menjadi sub-ordinat terhadap bius Baligeraja, Toba Holbung.

Jadi, dengan tidak menyebut Uluan dan Habinsaran dalam PP Nomor 14/2020, berarti eksistensi sosio-historis dua wilayah itu telah dinafikan.  Atau,  kemungkinan terpahit, tidak diakui pemerintah sebagai bagian integral "Tanah Toba".

Sekadar Saran  

Frasa "Secara filosofis, perubahan nama Kabupaten Toba Samosir menjadi Kabupaten Toba sarat dengan nilai-nilai sejarah dan adat istiadat ..." pada paragraf  penjelasan PP Nomor 14/2020 du atas terkesan formalitas saja.

Jika benar Pemerintah Kabupaten Toba telah mempertimbangkan nilai-nilai sejarah dan adat istiadat, maka tentulah nama Uluan dan Habinsaran ikut disebut sebagai pembentuk Toba.  Tidak hanya menyebut Toba Holbung saja.

Juga tidak akan terjadi kekeliruan fatal dengan menyebut adanya sub-suku Toba Holbung.   Sebab yang ada sub-suku Sumba dan Lontung, Batak Toba, berikut sub-sub suku yang merupakan percabangannya.  

Bagaimanapun selalu ada ruang merevisi PP Nomor 14/2020, demi meluruskan kebenaran sosio-historis "Tanah Toba".    Menjadikan sesuatu yang keliru sebagai produk hukum adalah sebuah malapetaka sejarah.

Baiklah jika Pemerintah Kabupaten Toba meninjau kembali Peraturan Pemerintah tersebut. Libatkanlah tokoh-tokoh adat Toba Holbung, Uluan dan Habinsaran. Lalu luruskan apa saja  yang keliru.   Jangan sampai orang Toba nanti  ditertawakan kondektur bus Siantar-Toba.

Demikian catatan saya, Felix Tani, warga Uluan yang bermigrasi ke daerah Jau(wa).(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun