Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pak Anies, Berhentilah!

1 Mei 2019   23:39 Diperbarui: 2 Mei 2019   08:27 21251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan dan Sandiaga Uno diabadikan saat mendaftar di KPU DKI Jakarta, Jumat (23/9/2016). Anies dan Sandiaga resmi mendaftarkan diri sebagai pasangan bakal cagub dan cawagub Pilkada DKI Jakarta, setelah diusung oleh Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera.(KOMPAs.com / ANDREAS LUKAS ALTOBELI)

Orang yang faham teori kemiskinan struktural akan tertawa jika mendengar klaim penurunan tingkat kemiskinan tahun 2018 di Jakarta sebagai hasil program OKE-OCE. Proses pengentasan golongan miskin adalah proses tahunan, tidak sesederhana itu. Prosesnya harus ditelusur sekurangnya 3 tahun ke belakang.

Angka tingkat kemiskinan di Jakarta itu lebih tepat dilihat sebagai fakta semu. Bukan karena pendapatan riil yang meningkat, melainkan daya beli lapisan miskin yang meningkat. Berkat pengendalian inflasi harga kebutuhan pokok melalui operasi pasar dan dukungan bantuan pemerintah lewat program-program KJP dan KJS-BPJS.

Jelas tidak cukup alasan menyimpulkan warga Jakarta tahun 2018 lebih bahagia dibanding tahun 2017. Hanya karena pendapatan semunya, diukur dari daya beli atau pengeluaran, lebih tinggi sedikit.

Sampai di sini, kiranya masuk akal menyimpulkan tingkat kebahagiaan warga Jakarta tak berubah dalam dua tahun terakhir. Bahkan bisa dikatakan cenderung menurun kebahagiaannya. Sebab warga harus menghadapi kemacetan di jalanan, kekumuhan di trotoar dan pasar, dan risiko banjir saat musim hujan tiba.

***

Jika janji "Jakarta Baru" itu ditagihkan kepada Anies hari ini, saya perkirakan dia akan jawab "Semuanya perlu proses. Tidak ada yang instan. Setiap program harus direncanakan berdasar hasil studi yang komprehensif."

Saya pikir Anies terlalu banyak mengumbar "kata-kata" dan terlalu sedikit melakukan "tindakan nyata" dalam proses pembangunan untuk mewujudkan "Jakarta Baru" itu.

Contoh paling gamblang adalah gagasan "naturalisasi sungai" sebagai pengganti program "normalisasi sungai" untuk penanggulangan banjir di Jakarta. Karena sudah menggagas "naturalisasi sungai", dan mengumbarnya ke khalayak, maka program "normalisasi sungai" tidak dijalankan secara intensif. Ketika banjir tiba-tiba datang, barulah ingat bahwa program "naturalusasi sungai" masih tersimpan dalam kepala.

Lalu mulailah dikeluarkan jurus "tata kata". Katanya: "Ini banjir kiriman dari Bogor. Sampah di kali bukan limbah warga Jakarta. Pemerintah Pusat belum selesai bangun waduk di Bogor. Banjir di daerah lain lebih parah. Segera kita bikin drainase vertikal."

Pak Anies, saya harus katakan, mulai hari ini berhentilah menata kata. Mulailah bekerja menata kota Jakarta, selayaknya seorang gubernur bekerja nyata memajukan daerahnya.

Pak Anies tentu sadar, Anda bukan seorang penyair yang kerjanya menata kata. Anda adalah seorang birokrat cum teknokrat yang tugas utamanya kerja, kerja, dan kerja membangun Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun