Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Blues tentang Kakek yang Menunggu Kereta

14 April 2018   20:12 Diperbarui: 16 April 2018   14:43 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi: marketplace.secondlife.com

1/

Dua malam lalu Pastor Antonius datang ke lelap tidurku. "Mengapa begitu lama  di dunia fana. Aku menunggumu di rumahNya. Kita akan menonton Simponi Nomor 9 di ujung baton Bethoven."  Pastor Antonius bertanya dan berjanji.

2/

Kemarin malam aku berangkat ke peraduan diantar senja. Beriring  Requiem gubahan Mozart yang mengalun dari putaran piringan hitam tua di kaki pembaringan. "Jangan kau putar lagi Devil's Trill Sonata punya Tartini. Putarkan aku Requiem dari Mozart." Sudah kupesankan pada cicitku sebelum membaringkan tubuh rentaku.

3/

Aku menunggu kereta kuda Pegasus kiriman Santo Mikael di ujung malam. Kereta akhirat yang akan membawaku ke rumahNya. Aku akan  menonton  Simponi Nomor 9 di ujung baton Bethoven di sana. Pastor Antonius sudah menjanjikan padaku.

4/

Tengah malam aku terjaga oleh derap kaki kuda di depan rumah. "Sudah tibakah waktuku pergi?" Kutanya diriku dalam nada ragu tapi berharap. "Ah, bukan kereta kuda Pegasus, tapi sapi tetangga lari lepas dari kandang." Aku kecewa mendengar lenguh sapi dan teriakan tetanggaku mengejar sapinya. Lalu aku kembali terlelap berselimut kecewaku.

5/

Sudah tiga kali aku terjaga lagi pada tiga momen kokok ayam jantan peliharaan anakku.  Tiga kali itu lagi aku berharap jemputan kereta kuda Pegasus telah tiba untukku. Tapi  tak ada kereta tiba hingga di ujung malam. Datang di depan rumah adalah  ojek daring, jemputan sekolah untuk cicitku yang kudengar sedang mendendang Not Today milik Bangtan Boys.

6/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun