Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Semalam di Ketapang

24 Agustus 2017   20:12 Diperbarui: 24 Agustus 2017   21:20 1013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bandara Rahadi Osman Ketapang (Dokumentasi Pribadi)

Ketapang, Selasa, 22 Agustus 2017, pukul 15.30 WIB, di sebuah sore yang terik. Pesawat baling-baling dua Wings Air mendarat mulus di bandara Rahadi Osman, Ketapang setelah penerbangan 35 menit dari bandara Supadio, Pontianak. Selang beberapa menit setelah pesawat parkir di apron, pintu belakang dibuka, dan penumpang berbaris keluar. Di dalam barisan penumpang itu, terseliplah saya sendiri.

Saya sempat bertanya-tanya dalam hati saat akan lepas landas di Supadio. Apakah dua baling-baling itu benar-benar mampu mengangkat dan menghela pesawat mengudara? Ini kekhawatiran penumpang yang sudah terbiasa dengan pesawat bermesin jet.

Ndilalah, pesawat kecil itu ternyata lepas landas, melayang, lalu mendarat kembali dengan mulusnya. Bahkan, saya kira, lebih mulus ketimbang pesawat bermesin jet. Deru mesinnya juga halus di kuping,  tidak bising menusuk seperti desingan mesin jet.

Jarum arloji menunjukkan pukul 15.45 saat saya keluar ke depan gedung bandara. Sejumlah sopir taksi "gelap" dan taksi koperasi bertanya, "Ada yang jemput?" Kalau tidak ada, maka ditawarkan, "Mari, saya antar ke tujuan." Saya memang tidak dijemput siapapun. Maka saya pilih salah satu dari empat armada taksi rua milik koperasi mengantar saya ke hotel Onyx di kota Ketapang. Ongkosnya sudah dipatok Rp 80,000.

Seorang teman di Pontianak sudah memesan satu kamar untuk saya di hotel kecil itu. Pertimbangannya, letaknya dekat dari kantor yang akan saya sambangi besok hari. Tambahan, suasananya tenang, karena letaknya agak berjarak dari jalan besar. Cocok untuk istirahat setelah penerbangan agaj melelahkan dari Cengkareng pagi harinya.

Saya harus terdampar di hotel kecil di pinggiran kota kecil Ketapang untuk suatu urusan yang tak penting tapi diharuskan. Tak perlu saya sebutkan, tapi jika penasaran pikirkan saja satu urusan yang diwajibkan pada warga negara tanpa  substitusi hak atasnya.

Sekitar 15 menit perjalanan, saya sudah tiba di hotel. Supir taksi mengucapkan terimakasih saat terima ongkos, sambil mengangsurkan kartu nama, seandainya saya perlu jasanya.

Saya langsung  chek-in tanpa basa-basi. Lalu  masuk kamar hotel yang bagi saya, kapan dan dimanapun, selalu dan selamanya menjemukan.

Situasinya semacam varian gejala McDonaldisasi-nya Ritzer. Masuk hotel adalah masuk lift untuk kemudian keluar menyusur lorong muram. Lalu belok buka pintu kamar menggunakan kunci kartu elektronik. Selipkan kartu di stop kontak listrik ... craaang...kamar benderang, tempat tidur dengan bed cover putih terhampar di depan mata. Toleh kiri ada lemari pakaian. Toleh kanan ada kamar mandi. Di kaki ranjang  ada meja dan kursi, cermin, dan tv layar datar. Selalu dan selamanya begitu, sudah bisa ditebak dari awal, kapan dan dimanapun.

Tidakkah itu menjemukan? Kapan kita bisa mendapatkan sesuatu yang berbeda? Semisal, begitu buka pintu kamar hotel, kita menemukan isteri atau suami kita sudah berbaring menunggu di ranjang, padahal tadi dia kita tinggalkan di rumah? Sungguh tak terduga, bukan?

Saya tak punya ide untuk keluar malam. Karena tujuan saya masuk hotel adalah istirahat. Lagi pula saya tak tahu apa hal baik yang bisa dilakukan di kota Ketapang  di malam hari. Kalau di pagi hari, sarapan bubur ikan pakai kuning telor ayam mungkin kegiatan terbaik. Siangnya, mungkin,  cari batu kecubung di perajin agak di luar kota, arah Kendawangan, sumber batu ungu itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun