Kasus Posisi
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Menyatakan Banding Pemohon Banding, Â Nomor KEP-01248/BC/KPU.01/KBT/2024 tanggal 28 Juni 2024 tentang Penetapan atas Keberatan terhadap Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) Nomor SPTNP-600724/KPU.1/SPTNP/2024 tanggal 21 Maret 2024, atas nama PT. Virya Mitra, NPWP 02.704.332.2-411.000, Kasus UTUSAN Nomor PUT 007399.19/2024/PP/M.XIXB Tahun 2025 di Pengadilan Pajak merupakan sengketa antara wajib pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait penetapan pajak dan sanksi administrasi.
Menimbang bahwa Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) Nomor SPTNP-600724/KPU.1/SPTNP/2024 tanggal 21 Maret 2024 diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok dengan perhitungan sebagai berikut:
1.Bea Masuk
2.Cukai
3.PPN Diberitahukan, Rp. 73.453.050, Ditetapkan Rp. 76.556.700, Dan Kekurangan Rp. 3.103.650
4.PPnBM
5.PPH Pasal 22, Diberitahukan Rp. 16.693.875, Ditetapkan 17,399.250, Dan Kekurangan Rp. 705.375
6.Denda, Ditetapkan Rp. 5.000.000 Dan Kekurangan Rp. 5.000.000
Jumlah Kekurangan/Kelebihan Pembayaran Sebesar Rp. 8.809.025.
SPTNP-600724/KPU.1/SPTNP/2024 tanggal 21 Maret 2024 tersebut, Pemohon Banding mengajukan keberatan dengan Surat Nomor 002/VM/PURCH/V/2024 tanggal 14 Mei 2024 dan dengan Keputusan Terbanding Nomor KEP-01248/BC/KPU.01/KBT/2024 tanggal 28 Juni 2024 permohonan keberatan Pemohon Banding ditolak seluruhnya, dan ditetapkan tagihan bea masuk, pajak dalam rangka impor dan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp.8.809.025,00.
Pemohon Banding tidak setuju dengan Surat Keputusan Keberatan  sehingga mengajukan Banding dengan Surat Nomor 027/VM/PURCH/VIII/2024 tanggal 27 Agustus 2024 diterima di Pengadilan Pajak pada hari Selasa tanggal 28 Agustus 2024 (cap harian pos tanggal 27 Agustus.
Pemohon banding mengajukan banding tidak setuju alasannya :
Pemohon banding dalam kasus PT Virya Mitra melawan Direktur Bea dan Cukai tidak setuju dengan surat keputusan karena merasa nilai pabean yang ditetapkan tidak sesuai dan menganggap prosedur serta transparansi dalam penetapan tersebut tidak memadai. Hal ini menciptakan sengketa yang berfokus pada hak dan kewajiban pembayaran pajak.
Alasan Pemohon Banding
1.Informasi Korespondensi yang Tidak Diterima
Pemohon Banding tidak menerima surat atau pemberitahuan terkait permintaan data tambahan yang disebutkan dalam surat keputusan terbanding. Upaya untuk menghubungi pihak terkait tidak membuahkan hasil, sehingga mengakibatkan ketidakpahaman mengenai proses yang berlangsung.
2.Dokumen yang Belum Dilampirkan
Beberapa dokumen penting yang sebelumnya tidak dilampirkan dalam dokumen NPD kini telah disertakan, termasuk bukti korespondensi dengan supplier, rekening koran, dan faktur pajak. Pemohon Banding merasa bahwa dokumen ini relevan untuk mendukung klaim mereka.
3.Prinsip Due Process of Law Â
Pemohon Banding berargumen bahwa keputusan yang diambil oleh Terbanding tidak mempertimbangkan semua bukti yang ada, melanggar prinsip pemeriksaan menyeluruh. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
4.Ketidakpuasan terhadap Metode Penetapan
Pemohon Banding menilai bahwa penetapan nilai pabean tidak mengikuti urutan metode yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, sehingga keputusan tersebut harus dibatalkan atau dikoreksi.
5.Itikad Baik Pemohon Banding Pemohon Banding telah beritikad baik dengan menyampaikan dokumen dan bukti pelengkap yang menunjukkan bahwa seluruh kewajiban kepabeanan telah dipenuhi. Oleh karena itu, tidak ada dasar hukum yang cukup untuk menyatakan adanya kekurangan pembayaran pajak.
Isu Hukum
1.Isu utama dalam perkara ini berkaitan dengan pengenaan cukai dan kepatuhan terhadap peraturan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai PT Virya Mitra mungkin menghadapi masalah terkait kewajiban pembayaran cukai atas barang yang diimpor atau diproduksi.
2. serta potensi sanksi administratif jika tidak memenuhi ketentuan yang ada.
Regulasi
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
Pasal 1: Menyatakan definisi mengenai cukai sebagai pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang memiliki sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang ini.
Pasal 2: Mengatur bahwa barang-barang tertentu yang memiliki sifat atau karakteristik tertentu dikenai cukai, yang disebut sebagai Barang Kena Cukai.
Pasal 3: Menjelaskan bahwa pengenaan cukai mulai berlaku untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia pada saat selesai dibuat dan untuk Barang Kena Cukai yang diimpor pada saat pemasukannya ke dalam Daerah Pabean.
Pasal 4: Mengatur jenis barang yang dikenakan cukai, termasuk etil alkohol, minuman beralkohol, dan hasil tembakau.
Pasal 5: Menetapkan tarif cukai yang dikenakan terhadap Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia.
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
1. Pasal 5: Mengatur tentang kewajiban pabean yang harus dipenuhi di kantor pabean atau tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean, termasuk penyampaian pemberitahuan pabean dalam bentuk tulisan atau data elektronik.
2. Pasal 6: Menyatakan bahwa semua barang yang diimpor atau diekspor harus mematuhi ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
3. Pasal 102: Mengatur tentang tindak pidana penyelundupan, yang mencakup impor atau ekspor barang tanpa mematuhi ketentuan hukum, dengan ancaman pidana penjara hingga delapan tahun dan denda maksimal Rp500.000.000.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023: Mengatur ketentuan kepabeanan, cukai, dan pajak atas Impor barang kiriman, memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha.
Argumentasi Hukum
Kasus PT Virya Mitra melawan Direktur Bea dan Cukai berfokus pada sengketa nilai pabean yang dianggap tidak sesuai. Isu utama mencakup transparansi, prosedur penetapan nilai, dan hak wajib pajak dalam pembayaran bea masuk.
Dasar Hukum nya adalah didalam Pasal 15 UU No. 17/2006 mengatur bahwa nilai pabean harus ditetapkan berdasarkan dokumen yang sah dan metode yang ditentukan.
Penetapan nilai pabean harus mengikuti urutan metode yang telah ditetapkan, mulai dari nilai transaksi hingga metode pengulangan.
Pelanggaran Prosedur :
 - Terbanding tidak menggunakan urutan metode penetapan nilai pabean secara konsisten.
 - Pemohon Banding telah melampirkan dokumen resmi, tetapi Terbanding tidak mempertimbangkan dokumen tersebut dalam penetapan nilai pabean.
Hak Wajib Pajak di dalam Pasal 26 dan 27 UU Kepabeanan memberikan hak kepada importir untuk melengkapi dokumen sebelum penetapan tarif dan nilai pabean.
PMK Nomor 228/PMK.04/2017 mengharuskan Bea dan Cukai untuk meneliti semua dokumen dan memberi kesempatan kepada importir untuk menjelaskan dokumen.
Dokumen yang Diberikan Pemohon Banding
- Pemohon Banding menyampaikan dokumen tambahan seperti:
 - Bukti korespondensi dengan supplier
 - Purchase order
 - Sales contract
 - Faktur pajak
 - Rekening koran
 - Bukti pembayaran PPN impor
Terbanding tidak mempertimbangkan dokumen ini dalam penerbitan Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP).
Pelanggaran Asas Transparansi
Pemohon Banding tidak menerima pemberitahuan atau permintaan dokumen tambahan, yang menunjukkan potensi pelanggaran asas transparansi dan hak untuk didengar (audi et alteram partem).
Pertanyaan Hukum yang Muncul.
- Keberatan Pemohon Banding dengan dokumen yang diperbarui tidak dipertimbangkan dalam keputusan Terbanding.
- Hal ini menimbulkan pertanyaan hukum terkait keabsahan prosedur dan substansi penetapan nilai pabean yang dilakukan oleh Terbanding.
Dalam membela diri, PT Virya Mitra dapat mengajukan beberapa argumentasi.
Ketidakpastian Hukum: Jika terdapat ambiguitas dalam peraturan yang diterapkan, perusahaan dapat berargumen bahwa mereka tidak seharusnya dikenakan sanksi.
Kepatuhan Terhadap Prosedur: Menunjukkan bahwa semua dokumen dan prosedur telah dipatuhi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Asas Keadilan: Mengedepankan prinsip keadilan dalam penerapan cukai. terutama jika terdapat perbedaan perlakuan terhadap pelaku usaha lain.
Kasus PT Virya Mitra melawan Direktur Bea dan Cukai berfokus pada sengketa nilai pabean yang dianggap tidak sesuai. Kesimpulan dari kasus ini menunjukkan pentingnya transparansi dan prosedur yang jelas dalam penetapan nilai pabean, serta perlunya perlindungan hak wajib pajak.
Saran untuk penyelesaian sengketa ini adalah meningkatkan komunikasi antara pihak terkait dan memperkuat kerjasama dalam pengawasan untuk mencegah pelanggaran di masa depan. Selain itu, perlu ada evaluasi terhadap kebijakan yang ada agar lebih adil dan transparan bagi semua pihak.
Kesimpulan
Ketidakpatuhan Terhadap Prosedur, Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) yang diterbitkan oleh Terbanding tidak memenuhi ketentuan hukum yang diatur dalam Pasal 15 UU No. 17/2006 dan PMK No. 144/PMK.04/2022. Penetapan nilai pabean dilakukan tanpa mempertimbangkan seluruh dokumen dan bukti yang relevan, serta tidak mengikuti urutan metode penetapan yang sah. Itikad Baik Pemohon Banding, Pemohon Banding telah menunjukkan itikad baik dengan melampirkan dokumen dan bukti pelengkap yang menunjukkan bahwa kewajiban kepabeanan telah dipenuhi. Oleh karena itu, tidak ada dasar hukum yang cukup untuk menyatakan adanya kekurangan pembayaran pajak. Pelanggaran Prinsip Transparansi, Terbanding tidak memberikan kesempatan kepada pemohon Banding untuk melengkapi dokumen yang diperlukan, yang menunjukkan pelanggaran terhadap asas transparansi dan hak untuk didengar. Relevansi Bukti Tambahan,Bukti tambahan yang diajukan, seperti purchase order dan sales contract, memiliki relevansi langsung terhadap penentuan nilai pabean dan seharusnya dipertimbangkan dalam proses penetapan.
Saran
Penerapan Prosedur yang Konsisten, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai disarankan untuk secara konsisten menerapkan ketentuan metode penetapan nilai pabean sesuai dengan urutan yang diatur dalam undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Peningkatan Kesempatan untuk Melengkapi Dokumen, Pejabat Bea dan Cukai harus memberikan kesempatan kepada importir untuk menyampaikan atau melengkapi dokumen yang relevan sebelum menetapkan tarif dan nilai pabean, demi menjunjung asas transparansi dan fair hearing. Evaluasi Kebijakan dan Prosedur, Perlu dilakukan evaluasi terhadap kebijakan dan prosedur yang ada untuk memastikan bahwa mereka adil dan transparan bagi semua pihak, serta mencegah terjadinya sengketa serupa di masa depan. Pendidikan dan Sosialisasi, Meningkatkan pendidikan dan sosialisasi mengenai hak dan kewajiban importir dalam proses kepabeanan agar semua pihak memahami prosedur yang berlaku dan dapat berpartisipasi secara aktif.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI