Ada satu kenangan yang selalu melekat di hati Naya, meski usianya terus bertambah. Kenangan sederhana tentang sebuah sepeda---dan tentang doa seorang anak kecil yang polos.
---
Suatu sore, Naya kecil datang pada ibunya dengan mata berbinar. Di kampungnya, hampir semua anak sudah memiliki sepeda. Mereka tertawa riang, berkeliling jalanan desa, sesekali saling balap dengan suara girang. Naya hanya bisa berdiri di pinggir jalan, menatap roda-roda itu berputar, sambil merasakan dadanya ikut berputar oleh rasa ingin yang tak tertahan.
"Ibu... Naya ingin punya sepeda. Biar bisa main sama teman-teman," katanya dengan suara ragu.
Ibunya menatapnya lembut, lalu mengusap kepalanya. Senyum itu hangat, tapi mata ibunya menyimpan keraguan.
"Iya, Nak... kalau nanti Ibu dapat uang arisan, Ibu belikan sepeda untuk Naya," jawabnya lirih.
Sejenak, hati Naya melompat bahagia. Ia segera bertanya, penuh semangat, "Kalau gitu, kapan arisannya, Bu?"
"Besok, Nak. Doakan saja, semoga giliran Ibu yang dapat."
Malam itu, Naya tidur dengan hati penuh harapan. Dalam mimpinya, ia sudah bisa mengayuh sepeda, tertawa bersama teman-teman, mengejar angin sore.
---
Keesokan harinya, hari arisan pun tiba. Ibunya berangkat bersama ibu-ibu lain. Namun sebelum pergi, ia berkata, "Naya tunggu di rumah, ya. Doakan semoga rezeki kita lancar."