Mohon tunggu...
M. Rizqi Hengki
M. Rizqi Hengki Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas IBA Palembang, Program Kekhususan Hukum Pidana.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menanti 7.282 Pemilih Penyandang Disabilitas di Sumatera Selatan dalam Pemilu 2019

20 Maret 2019   01:15 Diperbarui: 20 Maret 2019   01:48 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hak asasi manusia merupakan hak yang dimiliki dan melekat pada diri setiap manusia sepanjang hidupnya sejatinya adalah hak pribadi dan kodrat yang diberikan oleh Sang Pencipta.

Secara umum, HAM dimaknai pengertiannya sebagai seperangkat hak dasar yang dimiliki setiap manusia secara alamiah sejak mereka lahir sampai meninggal dunia yang digunakan untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya. (Rasyid, 2018: 2).

Hak dasar yang dimiliki oleh setiap individu tanpa terkecuali ini kemudian menuntut kepada setiap individu untuk melaksanakan atau mendapatkan hak tersebut tanpa membentur hak orang lain. Sebagai hak dasar, hak asasi manusia memiliki lingkup yang sangat luas.

Garis besar hak-hak yang terangkum dalam hak asasi manusia diantaranya adalah hak-hak asasi politik atau dikenal dengan political right atau hak politik.

Berkaitan dengan hak politik, Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi Negara Republik Indonesia yang diatur dalam Pasal 27 ayat (1) telah mengamanatkan bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.

Hal tersebut juga dijelaskan dalam Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang memberikan ruang seluas-luasnya bagi setiap warga negara untuk ikut serta dalam pemerintahan, menggunakan hak pilih dan hak dipilihnya dalam pemilu serta hak untuk bergabung serta mendirikan partai politik tertentu.

Dan juga dijelaskan juga di dalam Pasal 5 ayat (1) huruf h dan Pasal 13 UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Indonesia sebagai negara hukum mengakui menjunjung tinggi hak asasi manusia sebagai hak dasar manusia yang bersifat kodrati.

Oleh karena itu, perlindungan, penghormatan dan penegakan terhadap hak asasi manusia sangat gencar disuarakan di Indonesia demi tercapainya kesejahteraan, penghormatan terhadap kemanusiaan, keadilan dan kebahagiaan sebagai umat bernegara. (Anam, 2011: 194).

Perlindungan, penghormatan dan penegakan hak asasi manusia berdasarkan sifat keuniversalannya akan berhasil jika praktek-praktek marginalisasi dan diskriminasi terhadap hak-hak suatu kelompok atau individu tertentu telah terhapuskan.

Seperti adanya diskriminasi terhadap kelompok rentan yang diantaranya perempuan, anak-anak dan penyandang disabilitas.

Demi tercapainya pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas, perkembangan demi perkembangan terus diikuti oleh Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum, hak asasi manusia serta demokrasi.

Mulai dari lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, kemudian seiring berjalannya waktu Indonesia juga meratifikasi Konvensi tentang Hah-hak Penyandang Disabilitas (Convention On The Rights Of Persons With Disabilities) melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011, dan yang terakhir adalah lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Perkembangan tersebut memberikan ruang dan jaminan yang lebih luas terhadap pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas demi tercapainya keadilan dan peningkatan kesejahteraan bagi penyandang disabilitas.

Menurut Pasal 4 Ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas yang meliputi:

  1. Penyandang disabilitas fisik
  2. Penyandang disabilitas intelektual
  3. Penyandang disabilitas mental
  4. Penyandang disabilitas sensorik

Pasal 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menyebutkan "bahwa hak-hak politik bagi penyandang disabilitas meliputi hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik, menyalurkan aspirasi politik baik tertulis maupun lisan, memilih partai politik atau individu yang menjadi peserta dalam pemilihan umum, membentuk serta menjadi anggota atau pengurus organisasi masyarakat atau partai politik, membentuk dan bergabung dalam organisasi penyandang disabilitas serta aktif mewakili penyandang disabilitas dalam tingkat lokal hingga tingkat internasional, berperan serta aktif dalam sistem pemilihan umum, memperoleh aksesibilitas pada sarana dan prasarana pemilihan umum, serta memperoleh pendidikan politik".

Keikutsertaan disabilitas dalam pemilu diatur oleh UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Selain menegaskan hak politik disabilitas, UU tersebut juga menjelaskan bahwa mereka berhak mendapat ketersediaan akses untuk menyalurkan pilihannya. Bunyinya adalah sebagai berikut:

Penjelasan Pasal 5

"Yang dimaksud dengan 'kesempatan yang sama' adalah keadaan yang memberikan peluang dan/atau menyediakan akses kepada penyandang disabilitas untuk menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat."

Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, Indonesia sudah semestinya membuka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat termasuk masyarakat penyandang disabilitas untuk ikut berpartisipasi dalam ranah politik termasuk ikut serta dalam sistem pemerintahan.

Karena hak politik sebagai salah satu dari serangkaian hak yang juga dimiliki oleh setiap warga negara termasuk penyandang disabilitas, memiliki arti penting bagi keberlangsungan dari perlindungan hak asasi manusia dan sistem demokrasi yang berlaku di Indonesia.  

Berdasarkan data dari KPU Sumatera Selatan, di Provinsi Sumatera Selatan dalam Pemilihan Umum Tahun 2019 nanti akan ada 7.282 Pemilih penyandang disabilitas.

https://3.bp.blogspot.com/-BmM8Eo2ngng/XBB26BMPwwI/AAAAAAAAFCE/SgEOGga4DuYYcE6eoHS5VOyEI3Dz0mDoACLcBGAs/s1600/Screenshot_2018-12-12-09-43-02_1.jpg
https://3.bp.blogspot.com/-BmM8Eo2ngng/XBB26BMPwwI/AAAAAAAAFCE/SgEOGga4DuYYcE6eoHS5VOyEI3Dz0mDoACLcBGAs/s1600/Screenshot_2018-12-12-09-43-02_1.jpg
Ruang lingkup dari hak-hak politik sejatinya sangat luas, akan tetapi secara signifikan tingkat penyaluran hak politik penyandang disabilitas sangat terlihat dalam proses pemilihan umum.

Oleh karena itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu yang mempunyai tugas dan kewenangan mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan pemilu sudah sepatutnya menjamin terpenuhinya hak politik setiap warga negara tanpa terkecuali bagi penyandang disabilitas dalam pelaksanaan pemilu.

KPU Provinsi Sumatera Selatan, sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang berkedudukan di Provinsi Sumatera Selatan mengemban tugas untuk secara langsung menyelenggarakan pemilu di Provinsi Sumatera Selatan mulai dari tahap persiapan hingga pelaksanaan pemilu

Maka dari itulah, KPU Provinsi Sumatera Selatan sebagai lembaga penyelenggara pemilu di wilayah tersebut berdasarkan fungsinya memberikan pelayanan teknis dan administratif serta melakukan sosialisasi mengenai pemilu.

Juga berkewajiban melakukan upaya pemenuhan hak politik masyarakat khususnya penyandang disabilitas dalam pemilihan umum sebagaimana kewenangannya sebagai penyelenggara pemilu di wilayah Provinsi Sumatera Selatan.

DAFTAR PUSTAKA

Anam, Khoirul. (2011). Pendidikan Pancasila kewarganegaraan untuk mahasiswa. Yogyakarta: Inti Media.

Rasyid, Tarech. (2018). Hak Asasi Manusia. Palembang: Noer Fikri.

Dok.kompal
Dok.kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun