Uniknya, karena dilakukan dua jenis tipe generasi, yaitu "Generasi Millennial" dan "Generasi Z" yaitu "GENERASI SERBA SATU MENIT" yang saya sebutkan tadi.
Pertanyaannya, kok bisa-bisanya, mereka berdemonstrasi?
Kok mau ya, terlibat pada demontrasi yang pada dasarnya menguras waktu dan tenaga? Padahal, pada dasarnya itu bukan mereka banget.
Kok bisa-bisanya, generasi yang biasanya dicap cuma asyik di dunia maya, dengan IG, Youtube atau Medsos ini, keluar ke dari sarangnya. Kok rela berpanas-panasan diterpa terik mentari dan menghadapi "bahaya" yang pasti tidak mereka bayangkan sebelumnya. Kena guyuran air dari water canon, atau gas air mata? Heran bukan? Â
Akademisi atau pakar akan menjawab fenomena ini. Pasti ada riset terkait hal ini. Â
Namun, saya kira ada satu titik temu yang bisa kita peroleh. Apa itu?
Ya, apalagi kalau bukan terkait masalah kepercayaan atau trust.
"Generasi Serba Satu Menit" ini sepertinya sangat mempercayai aplikasi yang mereka lihat. Mereka mudah diyakinkan dengan informasi yang diterima di jejering sosial atau media digital lainnya. Dari teman atau tokoh yang mereka percaya.
Kondisi ini, pada satu sisi berbahaya. Sisi positifnya juga ada.
Bahayanya, jika mereka tidak mampu menyaring dan menganalisis isu apa yang terjadi, bagaimana dan cara menyelesaikannya. Mereka akan menjadi korban info sesat dan salah. Beberapa pihak menyatakan bahwa ada peserta demonstrasi yang belum paham isu yang hendak disampaikan ke DPR.
Lalu, apakah aksi mereka kemarin didasarkan info salah atau sesat ini? Bisa iya, bisa tidak.
Harus ada penelusuran lebih jauh terkait apa yang inginkan. Apakah mereka memiliki pemahaman yang komprehensif terkait masalah legislasi dan segala turunannya? Apakah mereka hanya ikut-ikutan semata? Apakah mereka mencari jati diri? Banyak analisis yang pasti akan muncul. Tentu tidak boleh dari satu sisi semata.