Mohon tunggu...
M. Ridwan Umar
M. Ridwan Umar Mohon Tunggu... Dosen - Belajar Merenung

Warga Negara Biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Demo dan "Just in a Minute Generation"

26 September 2019   16:26 Diperbarui: 26 September 2019   17:14 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak orang menyebut masa kini sebagai era digital. Meskipun, itu tak lagi sepenuhnya benar karena sebenarnya kita telah memasuki era disrupsi di mana teknologi digital memang menjadi pintu masuknya. Saat ini kita justru memasuki era Big Data atau kecerdasan buatan di mana sebuah sistem bahkan mampu mengambil alih peran manusia sebagai PEMBUAT KEPUTUSAN.

Orang juga menyebut anak kini sebagai GENERASI MILLENIAL. Ini juga tidak sepenuhnya benar. Karena, saat ini, anak-anak yang lahir setelah tahun 1995 justru lebih pantas disebut GENERASI Z. Mereka berbeda dengan generasi millennial yang lahir di bawah tahun itu.

Anak generasi Z, itu adalah WARGA ASLI DUNIA DIGITAL. Mereka lahir, tanpa pernah mengalami sensasi teknologi analog yang jadul itu.  
Kalau tidak percaya? Ajak anak-anak itu menonton film keluaran tahun 1990 an.

Anda akan kaget, jika melihat mimik heran di wajah mereka. Saya pernah mendapatkan pertanyaan mereka, kok di dalam film itu, smartphone tidak ada? Menurut mereka, masalah yang terjadi di film begitu didramatisir, menjadi rumit, padahal seandainya smartphone digunakan, maka pasti akan lebih mudah.  Lho....benar juga ya...

Namun, saya membuat satu jenis kelompok lain yaitu "JUST IN A MINUTE-GENERATION", yaitu "Generasi yang serba satu menit" atau "Generasi yang ingin serba cepat". Baik generasi millennial maupun generasi Z masuk ke dalam jenis ini.

Karakter "generasi serba satu menit" ini adalah sangat piawai menggunakan layanan serba cepat.

Mau pesan makan, kendaraan, menjawab pertanyaan, mendapatkan info, semuanya merekan inginkan secara cepat. Lihat aja jemari mereka memencet tombol aplikasi di gawai. Berikan tugas kepada mereka, maka dalam hitungan menit, pasti akan dimenemuka.

Generasi ini  memang serba ingin cepat kendati mudah stress juga terutama jika koneksi internet terganggu. Sepertinya, kebutuhan primer mereka hanyalah WIFI dan BATERAI :) 

Sebagian orang bahkan underestimate, menganggap mereka sebagai generasi santai yang hanya tahu kenyamanan. Benarkah?

Tapi, demonstasi kemarin membuat kita heran.  

Bayangkan, peserta demonstrasi di depan DPR ada mahasiswa, juga pelajar.  Terlepas dari pesan politis yang dibawa atau siapa yang memanfaatkan. Namun, fenomena ini unik.

Uniknya, karena dilakukan dua jenis tipe generasi, yaitu "Generasi Millennial" dan "Generasi Z" yaitu "GENERASI SERBA SATU MENIT" yang saya sebutkan tadi.

Pertanyaannya, kok bisa-bisanya, mereka berdemonstrasi?

Kok mau ya, terlibat pada demontrasi yang pada dasarnya menguras waktu dan tenaga? Padahal, pada dasarnya itu bukan mereka banget.

Kok bisa-bisanya, generasi yang biasanya dicap cuma asyik di dunia maya, dengan IG, Youtube atau Medsos ini, keluar ke dari sarangnya. Kok rela berpanas-panasan diterpa terik mentari dan menghadapi "bahaya" yang pasti tidak mereka bayangkan sebelumnya. Kena guyuran air dari water canon, atau gas air mata? Heran bukan?  

Akademisi atau pakar akan menjawab fenomena ini. Pasti ada riset terkait hal ini.  

Namun, saya kira ada satu titik temu yang bisa kita peroleh. Apa itu?

Ya, apalagi kalau bukan terkait masalah kepercayaan atau trust.

"Generasi Serba Satu Menit" ini sepertinya sangat mempercayai aplikasi yang mereka lihat. Mereka mudah diyakinkan dengan informasi yang diterima di jejering sosial atau media digital lainnya. Dari teman atau tokoh yang mereka percaya.

Kondisi ini, pada satu sisi berbahaya. Sisi positifnya juga ada.

Bahayanya, jika mereka tidak mampu menyaring dan menganalisis isu apa yang terjadi, bagaimana dan cara menyelesaikannya. Mereka akan menjadi korban info sesat dan salah. Beberapa pihak menyatakan bahwa ada peserta demonstrasi yang belum paham isu yang hendak disampaikan ke DPR.
Lalu, apakah aksi mereka kemarin didasarkan info salah atau sesat ini? Bisa iya, bisa tidak.

Harus ada penelusuran lebih jauh terkait apa yang inginkan. Apakah mereka memiliki pemahaman yang komprehensif terkait masalah legislasi dan segala turunannya? Apakah mereka hanya ikut-ikutan semata? Apakah mereka mencari jati diri? Banyak analisis yang pasti akan muncul. Tentu tidak boleh dari satu sisi semata.

Yang jelas, anak millennial atau generasi Z itu ternyata bisa juga stress, tertekan atau panik. Mereka mungkin panik dengan berita asap, pertengkaran orang tua, kemacetan atau ketidakpastian masa depan. Mereka mungkin bingung dengan berita di media dan tak tahu siapa biang keroknya.

Namun,  apapun yang terjadi, generasi muda adalah pemilik negeri ini, untuk puluhan tahun ke depan. Mereka adalah pemilik pulau-pulau, hutan, dan kekayaan negeri ini. Maka, sayangilah mereka. Pahamilah mereka.
Mereka mungkin khilaf, tapi bisa jadi, lebih jujur dari para orang tua negeri ini.

Nah, dikarenakan mereka adalah generasi yang menghendaki segala sesuatu diselesaikan dengan cepat, sekali pencet dan akurat, maka ada baiknya jika penyelesaian, masalah negeri ini, dilakukan dengan cepat pula.  Jangan bertele-tele dan banyak bicara. Lakukan secepat Gojek hadir di depan mereka, atau Go-Food yang memproses permintaan makanan mereka!  

Satu hal lain, dikarenakan mereka ahli selfie dan memainkan kamera, maka jangan pula latah jika menyelesaikan masalah negeri ini juga dengan selfie dan kamera . Mereka akan tertawakan kita. 

Generasi Serba Cepat itu butuh aksi nyata. Mereka butuh sentuhan dan kata-kata melayani seperti yang diberikan petugas pengantar pesanan makanan kepada mereka.

Puaskanlah hati, bahagiakan dan buat mereka tersenyum, seperti yang dilakukan Youtube, IG atau games yang bertebaran di Playstore atau Apple Store itu. 

Biarlah logika, mata dan sukma mereka hidup dengan dialog dan komunikasi yang bersahabat.

Jika tidak?

Bersiaplah kehilangan generasi emas yang akan melanjutkan negeri ini.

Mereka hilang bukan dalam bentuk fisik, namun mereka kehilangan sensifitas dan nurani untuk membangun negeri.

Khawatirlah jika gadget lebih menarik hati mereka. Bukan masa depan negeri ini. Bukan pula para orang tuanya.
Semoga tidak. Damailah Indonesiaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun