BABAK: KEBENARAN YANG TERLUPAKAN
10 tahun lalu, malam gelap di perbukitan selatan Talasindra.
Pasukan khusus pengawal kerajaan mengejar sekelompok pembelot yang membawa sesuatu sangat berharga --- seorang bayi perempuan, dan sebuah peti kecil berisi papan dakon emas serta biji dakonnya. Di antara kegelapan dan deru kuda, seorang pria tegap bermahkota melesat sendiri, mengejar jauh di depan. Dia adalah Pangeran Abimanyu, suami Putri Kenanga. Ayah dari bayi itu.
Namun, penyergapan diatur rapi oleh seorang yang tak disangka --- Mahapatih utama kerajaan saat itu, tangan kanan raja yang juga ambisius ingin naik takhta.
Pangeran Abimanyu dikhianati. Dikepung. Dibunuh.
Bayi itu, yang dalam pelariannya sempat digendong seorang prajurit, dilepaskan ke hutan bersama papan dakon---atas perintah sang mahapatih---dengan harapan lenyap tanpa jejak.
---
KEMBALI KE KINI -- ISTANA TALASINDRA
Penyelidikan dimulai sejak papan dakon emas muncul di pertandingan sayembara. Raja murka. Ia memerintahkan penggalian ulang arsip, membuka kembali sidang rahasia yang sepuluh tahun lalu berakhir tanpa kejelasan soal bayi yang hilang.
Mahapatih saat ini, orang yang menggantikan pendahulunya, membuka catatan-catatan tua, memeriksa laporan prajurit yang dulu bertugas, dan akhirnya... sebuah pengakuan keluar.
> "Kami tidak tahu bayi itu ditemukan," ujar seorang prajurit tua. "Kami diperintah untuk membuangnya di Hutan Sawo, agar tak ada jejak darah bangsawan tersisa. Tapi... sepertinya Dewata tak berkehendak seperti itu."
Putri Kenanga mendengarnya sambil menggenggam tangan Roro Kecik.
Air matanya jatuh deras, bukan karena luka... tapi karena kelegaan.