Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 19)

20 Juli 2018   11:57 Diperbarui: 20 Juli 2018   12:03 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Guo Huai, apakah kamu masih tidak mengaku juga?" tanya Bao. Guo Huai menggertakkan giginya sambil menahan sakit kemudian berkata, "Tidak ada yang perlu kuakui." Ia bercucuran keringat bagaikan dipanaskan dalam keranjang kukus dan wajahnya berubah pucat. Bao memerintahkan untuk melepaskan alat hukuman tersebut dan kemudian menerapkannya kembali. Ia kembali berteriak kesakitan tiada hentinya, pikirannya menjadi kacau sehingga mereka harus memenjarakannya untuk sementara dan besok ia akan ditanyai lagi. Kemudian Bao menyuruh Chen Lin mencatat hasil persidangan hari ini dan kembali ke istana untuk melaporkannya kepada kaisar.

Bao menutup persidangan dan pergi ke ruang baca. Ia menyuruh Bao Xing memanggil Gongsun Ce. Tak lama kemudian Gongsun pun tiba. Ia telah mengetahui kasus yang disidangkan hari ini. Setelah memberikan penghormatan kepada Bao, ia duduk di samping dan Bao berkata, "Karena hari ini titah kaisar tiba dan telah dibacakan dengan keras, Tuan Gongsun pasti telah mengetahui kasus ini sehingga aku tidak perlu menjelaskannya kembali. Namun Guo Huai masih saja tidak mengaku. Ketika aku menghukumnya dengan alat penjepit jari, ia bercucuran keringat dan wajahnya menjadi pucat, tetapi aku khawatir ia akan mengalami luka parah. Ini sesungguhnya kejahatan terhadap anggota keluarga kerajaan, tetapi ia tidak bisa menahan hukuman berat. Aku berpikir masalah ini bagaimana jalan keluarnya. Oleh sebab itu, aku meminta Tuan Gongsun datang untuk memikirkan suatu cara hukuman untuk membuatnya mengaku dengan hanya melukai kulit dan dagingnya tetapi tidak menyentuh urat dan tulangnya."

"Saya akan memikirkan hal ini dan setelah membuat rancangannya, Tuan dapat memeriksanya," kata Gongsun yang lalu mengundurkan diri ke dalam kamarnya. Setelah berpikir beberapa lama, tiba-tiba ia terpikirkan suatu ide dan segera menuliskannya. Ia membuat rancangannya dan memberinya nama. Kemudian ia menuju ruang baca untuk melaporkannya kepada Bao. Bao melihat rancangan tersebut. Pada rancangan itu tertera ukurannya dan bentuknya mirip setrika besar, tetapi permukaannya tidak rata; di atas permukaannya terpatri paku-paku dengan kepala bulat seperti mutiara. Sebelum digunakan alat ini harus dipanaskan dengan arang sampai membara; daging penjahat yang dihukum dengan alat ini akan melepuh karena terpanggang. Hal ini sama sekali tidak membahayakan urat dan tulangnya, hanya melukai kulit dan dagingnya.

Bao bertanya, "Apakah nama alat hukuman ini?" "Namanya 'Hujan Bunga Aprikot' karena ia akan meninggalkan bintik-bintik merah pada kulit," jawab Gongsun. "Sungguh alat hukuman yang kejam, namun memiliki nama yang indah," Bao berkomentar sambil tersenyum, "Tuan Gongsun benar-benar orang yang berbakat!" Kemudian ia menyuruh Gongsun segera memberikan rancangan itu kepada tukang besi untuk dikerjakan. Keesokan harinya setelah satu hari alat hukuman tersebut dapat diselesaikan. Pada hari ketiga Bao membuka sidang untuk menanyai Guo Huai kembali.

Di dalam penjara Guo Huai mengalami luka-luka sekujur tubuhnya dan mengerang kesakitan tiada hentinya. Ia tidak bernafsu makan. Setelah dua hari ia menjadi kurus kering. Dalam hati ia berpikir, "Aku telah berada di sini selama tiga hari, mengapa titah Ibu Suri belum tiba juga?" Tiba-tiba terpikirkan olehnya: "Ibu Suri sedang sakit sehingga beliau belum mengetahui masalah ini. Aku harus menahan rasa sakit, meneguhkan hatiku, dan tidak akan mengaku. Tanpa pengakuan lisan, Bao Hitam akan kesulitan memutuskan kasus ini. Namun mengapa tiba-tiba kaisar mengetahui masalah ini? Ini benar-benar membingungkan."

Ketika ia sedang merenungkan hal ini, tiba-tiba seorang petugas penjara datang dan berkata, "Tuan Bao membuka persidangan dan memanggil Pengurus Guo." Guo Huai mengetahui ia akan ditanyai lagi. Jantungnya berdetak kencang seraya ia mengikuti petugas itu masuk ke ruang sidang. Tampak nyala api arang merah membara yang membakar suatu benda di dalamnya. Ia tidak mengetahui benda apakah itu, namun hanya dapat berlutut di hadapan pengadilan.

Bao bertanya, "Guo Huai, pada waktu itu mengapa kamu merencanakan untuk mencelakai Ibu Suri Li dan menukar putra mahkota dengan kucing? Katakanlah yang sebenarnya agar terhindar dari hukuman yang melukai kulit dan dagingmu." "Tidak ada kejadian seperti itu. Dari mana saya bisa mengakuinya? Jika benar-benar terjadi demikian, tidak perlu menunggu beberapa tahun pasti akan terungkap sejak lama. Mohon Tuan menyelidikinya dengan seksama," jawab Guo Huai.

Mendengar hal ini, Bao menjadi sangat murka. Dengan memukul meja satu kali, ia berseru, "Dasar penjahat! Rencana jahatmu telah terungkap; bahkan kaisar sendiri telah mengetahui semuanya, tetapi kamu masih berani mengelak. Kamu sungguh keji!" Lalu ia memerintahkan, "Para petugas, lepaskan pakaiannya!" Empat orang petugas datang melepaskan pakaian Guo Huai dengan memperlihatkan punggungnya; dua orang di antaranya memegangnya, satu orang menggunakan kain untuk menutupi rambutnya lalu mendorong kepalanya ke bawah, satu orang lagi mengangkat 'Hujan Bunga Aprikot' dari dalam tungku api dengan menggunakan kayu lalu berdiri di belakang Guo Huai.

Bao bertanya lagi, "Guo Huai, apakah kamu masih tidak mengaku?" Guo Huai meneguhkan hatinya dan tidak berkata sepatah kata pun. Bao memerintahkan menggunakan alat hukuman tersebut. 'Hujan Bunga Aprikot' dijatuhkan ke punggung Guo Huai dan seketika membakar kulit dan dagingnya dengan bau yang menyengat. Sekujur tubuhnya bergemetar dan ia berteriak kesakitan seperti sebelumnya. Kemudian ia bernapas terengah-engah.

"Hentikan hukuman, biarkan ia mengambil napas terlebih dahulu untuk ditanyai kembali," perintah Bao. Guo Huai terjatuh dan tidak dapat bergerak sama sekali di atas lantai sehingga para petugas harus menyokongnya. Bao pun memerintahkan agar ia dibawa pergi dan Gongsun diam-diam menyuruh para petugas segera memasukkannya ke penjara di dalam sebuah kuil.

Guo Huai tiba di penjara dalam kuil. Seorang petugas penjara membawa cangkir teh kecil, sambil tersenyum datang ke hadapannya dan berkata, "Tuan Pengurus Istana, maaf mengejutkan anda. Hamba tidak memiliki apa-apa untuk melayani anda, hanya bisa mendapatkan pil penghilang rasa sakit dan secara khusus mempersiapkan secangkir arak kuning ini. Jika Tuan meminumnya, saya jamin dapat meningkatkan energi vital (qi) dan menenangkan pikiran anda."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun