Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 18)

8 Juli 2018   16:33 Diperbarui: 20 Juli 2018   12:03 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

KISAH HAKIM BAO DAN PARA PENDEKAR PENEGAK KEADILAN

BAGIAN 18 –  KAISAR RENZONG BERTEMU IBU KANDUNGNYA DAN DIAM-DIAM MENITAHKAN BAO MENGADILI GUO HUAI

Dengan menunggang kuda Bao Xing mengawal ibu suri sampai ke Istana Nanqing. Hari ini berbeda dengan kemarin; kebanyakan dipenuhi oleh tandu dengan pengawalan ketat. Mereka semua adalah para selir, putri kerajaan, dan para istri pejabat tinggi yang berdatangan tiada hentinya. Bao Xing yang mengetahui tata krama terlebih dahulu menuju pintu depan kediaman pangeran lalu turun dari kudanya, mengikat kuda tersebut, dan berjalan menuju pintu gerbang. Kebetulan ia melihat si botak Wang San di sana. Segera ia melambaikan tangannya dan maju ke depan sambil berkata, "Tuan Ketiga, Nyonya Besar kami telah tiba."

Wang segera masuk ke dalam. Tak lama kemudian tampak dari dalam keluarlah dua orang pengurus istana yang kemudian berkata kepada semua orang, "Memberitahukan kepada Tuan-Tuan semua: Yang Mulia Putri Di memerintahkan bahwa semua pengawal yang lelah karena perjalanan boleh pulang dan hanya mempersilakan Nyonya Besar Bao dari kantor prefektur Kaifeng untuk bertemu dengan beliau." Semua orang berulang kali mengiyakan. Bao Xing pun segera menyuruh para pengangkut tandu mengangkat tandu menuju pintu istana dan meminta dua orang pengurus tersebut masuk ke dalam memberitahukan hal ini kepada Putri Di. Setelah itu Wang keluar mengundang Bao Xing menuju ruang baca untuk minum teh. Hari ini Wang tampak lebih ramah daripada kemarin.

Tandu ibu suri dibawa sampai ke pintu kedua. Tampak empat orang kasim istana keluar, mengangkat tandu itu menggantikan para pengangkut tandu, dan membawanya menuju pintu ketiga. Setelah melewati pintu samping, barulah mereka meninggalkan tandu tersebut. Kemudian Pengurus Ning datang ke depan tandu, mengangkat tirai tandu, dan berkata, "Semoga Nyonya Besar sehat selalu." Ia segera melepaskan sandaran lengan lalu menyuruh pelayan wanita datang membantu ibu suri turun dari tandu. Ketika melihat Ning, ibu suri menyapanya, "Apa kabar, Paman?" Ning di depan menuntun jalan ke dalam istana.

Putri Di telah berada di luar pintu untuk menyambut ibu suri. Ketika ia melihat Nyonya Besar Bao dari jauh, ia merasa sangat terkejut karena wajah sang nyonya terlihat familiar, tetapi ia tidak dapat mengingatnya. Ibu suri datang ke hadapan Putri Di dan bermaksud memberikan penghormatan, tetapi sang putri mencegahnya dan berkata, "Anda tidak perlu memberikan penghormatan." Ibu suri juga tidak dengan rendah hati menolakya. Mereka berpegangan tangan satu sama lain dan bersama-sama mengambil tempat duduk.

Ibu suri melihat wajah Putri Di yang sudah banyak menua dibandingkan waktu itu. Ketika Putri Di duduk berhadapan dengan ibu suri dan melihat wajahnya, tiba-tiba ia teringat wajah ibu suri mirip dengan Selir Li yang telah diperintahkan kaisar terdahulu untuk bunuh diri. Sama sekali tidak terpikirkan olehnya bahwa Nyonya Besar Bao adalah ibu kandung kaisar yang sekarang, walaupun dalam hati ia merasa tidak tenang.

Setelah teh disajikan, mereka berdua berbincang-bincang. Pembicaraan mereka mengalir lancar bagaikan air; pembawaan ibu suri yang mudah bergaul benar-benar membuat semua orang menyukainya, termasuk Putri Di yang merasa cocok dengan ibu suri. Ia pun meminta ibu suri untuk tinggal di istana beberapa hari. Permintaan ini sesuai dengan keinginan ibu suri yang kemudian langsung menyetujuinya. Kemudian Putri Di memanggil pengurus rumahnya dan memerintahkan, "Beritahukan para pengangkut tandu dan yang lainnya tidak perlu menunggu; aku mengundang Nyonya Besar Bao untuk tinggal di sini beberapa hari. Berikan hadiah kepada para petugas itu sesuai dengan kebiasaan."

Saat ini perjamuan telah disediakan. Putri Di bermaksud untuk duduk di sebelah ibu suri agar lebih mudah berbincang-bincang dengannya. Ibu suri juga hanya menyetujui, sehingga tampak lugas dan santun. Putri Di sangat senang dengan pembawaan ibu suri ini. Ketika mereka minum arak, Putri Di sangat memuji kesetiaan, kejujuran, dan keluhuran Bao dengan berkata, "Ini semua berkat didikan moral Nyonya Besar." Ibu suri sedikit merendahkan dirinya menolak pujian itu. Putri Di juga menanyakan usia ibu suri; ibu suri menjawab, "Empat puluh dua tahun." "Berapakah usia putra anda Tuan Bao?" tanya Putri Di lagi.

Pertanyaan ini membuat ibu suri terdiam; seketika wajahnya tampak memerah dan ia tampak gugup serta tidak dapat menjawabnya. Melihat situasi ini, Putri Di tidak berani bertanya lebih lanjut, melainkan berpura-pura pergi memanaskan arak yang sudah dingin. Namun ibu suri juga tidak ingin minum arak lagi. Setelah selesai makan, mereka berdua duduk santai sambil berbincang-bincang. Kemudian Putri Di menemani ibu suri berkeliling ke setiap tempat di istana tersebut untuk menikmati pemandangan. Semakin Putri Di mengamati ibu suri semakin ia merasa Nyonya Besar Bao tersebut mirip dengan Selir Li yang telah meninggal; dalam hati ia merasa curiga.

"Baru saja aku bertanya kepadanya usia putranya, bagaimana mungkin ia tidak bisa menjawabnya? Seketika wajahnya memerah dan ia menjadi gugup! Di dunia ini bagaimana mungkin ada seorang ibu yang tidak mengingat usia putranya sendiri? Ini benar-benar mencurigakan. Mungkinkah ia ingin menipuku? Baiklah, aku sendiri telah memintanya tinggal di sini. Malam ini aku akan memintanya tidur bersamaku untuk menjalin keakraban, tetapi diam-diam aku akan menyelidiki tentang hal ini," pikir Putri Di. Setelah berpikir demikian, ia terus mengamati ibu suri. Ia melihat perilaku dan gerak-gerik Nyonya Besar Bao semakin lama semakin tak diragukan lagi adalah Selir Li. Namun dalam hati ia sama sekali tidak dapat memutuskan hal ini.

Pada malam harinya setelah selesai makan malam, mereka berdua masih berbincang-bincang dengan santai. Kemudian Putri Di memerintahkan, "Bersihkanlah dan rapikan kamar hening, dan juga bawakan bantal dan selimut serta letakkan di dalam kamar yang telah dibersihkan. Aku akan berbincang-bincang dengan Nyonya Besar Bao untuk menghabiskan waktu sambil menanti malam yang panjang." Ibu suri melihat hal ini sesuai dengan maksud hatinya. Tiba waktunya untuk tidur, semua pelayan termasuk para dayang diperintahkan untuk mengundurkan diri dan tidak diperbolehkan masuk ke kamar kecuali dipanggil.

Karena terus-menerus memikirkan mengapa Nyonya Besar Bao tidak mengetahui usia putranya sendiri, Putri Di pun bertanya dengan sengit, "Mengapa Nyonya Besar ingin menipuku?" Ibu suri tanpa sadar berseru sambil menangis, "Kakak, apakah engkau tidak mengenaliku lagi?" Ia tidak dapat menahan kesedihannya lagi. "Apakah Nyonya Besar adalah Yang Mulia Ibu Suri Li?" kata Putri Di dengan sangat terkejut. Mata ibu suri berlinang air mata sehingga ia tidak dapat berkata sepatah kata pun.

Putri Di merasa curiga dan mendesaknya, "Saat ini di sini tidak ada orang, mengapa Nyonya tidak menceritakannya kepadaku secara perlahan-lahan?" Setelah dapat mengendalikan dirinya, ibu suri menceritakan bagaimana kesengsaraan yang ia alami saat itu, bagaimana Yu Zhong mengobankan diri untuk menggantikannya, bagaimana ia kemudian dibawa keluar menuju Chenzhou, bagaimana ia bertemu dengan Bao yang berpura-pura mengakuinya sebagai ibu kandung, bagaimana ia tinggal di kamar suci dalam kediaman Kaifeng, berkat doa Nyonya Li memohon kesembuhan matanya sehingga ia dapat melihat lagi, dan akhirnya hari ini dapat pergi ke istana memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada Putri Di demi mengungkapkan kejadian yang sebenarnya.

Mendengar kisah ini, Putri Di tak disangka juga ikut menangis. Setelah beberapa lama, ia bertanya, "Apakah Nyonya memiliki buktinya?" Ibu suri segera mengeluarkan bola emas miliknya lalu memberikannya kepada Putri Di. Setelah menerimanya, ia memeriksanya di bawah cahaya lentera. Lalu seketika dengan gemetar, ia menyerahkan kembali bola itu dan segera ia berlutut sambil berkata, "Hamba tidak mengetahui Yang Mulia telah tiba; hamba melakukan banyak kesalahan. Mohon Yang Mulia Ibu Suri mengampuni hamba!"

Ibu Suri Li segera membalas sopan santun itu dengan membantu Putri Di berdiri dan berkata, "Kakak tidak perlu seperti ini. Sekarang bagaimana caranya kita dapat memberitahukan kaisar tentang hal ini?" Putri Di berterima kasih kepada ibu suri lalu berkata, "Yang Mulia tenang saja. Saya memiliki suatu rencana." Kemudian ia bercerita, "Pada hari itu Selir Liu berkomplot dengan Guo Huai untuk menukar putra mahkota dengan kucing, tetapi untungnya pelayan Kou Zhu menyerahkan putra mahkota kepada Chen Lin yang kemudian membawanya dalam kotak buah menuju Istana Nanqing untuk dibesarkan. Setelah itu putra Selir Liu meninggal karena sakit dan putra Yang Mulia Ibu Suri yang dibesarkan di Istana Nanqing dipilih untuk mengisi kekosongan posisi putra mahkota. Ketika putra mahkota berkeliling istana, ia melihat Yang Mulia di Istana Dingin; karena merasakan ikatan emosional antara ibu dan anak, putra mahkota berlinang air mata. Selir Liu menjadi curiga dan menanyai Kou Zhu dengan siksaan, namun Kou Zhu yang berhati setia bunuh diri dengan menjatuhkan dirinya pada pagar pembatas tangga. Kemudian Selir Liu memfitnah Yang Mulia di hadapan kaisar terdahulu sehingga menyebabkan Yang Mulia diperintahkan bunuh diri oleh kaisar terdahulu."

Mendengar kisah ini, ibu suri seakan-akan terbangun dari mimpi dan tidak dapat menahan kesedihannya. Putri Di berusaha menghiburnya hingga akhirnya ibu suri dapat mengendalikan dirinya dan berkata, "Kakak, bagaimanakah caranya agar putraku mengetahui hal ini sehingga kami ibu dan anak dapat bertemu kembali?" "Saya akan berpura-pura jatuh sakit dan menyuruh Pengurus Ning melaporkannya kepada Yang Mulia Kaisar. Beliau pasti akan datang menjenguk orang tuanya sendiri. Pada waktu itu saya akan memberitahukan beliau kejadian yang sebenarnya." Ibu suri pun menganggap ini rencana yang bagus.

Keesokan harinya pagi-pagi sekali Putri Di mengutus Pengurus Ning menuju istana untuk melaporkan kepada kaisar: "Yang Mulia Putri Di semalam tiba-tiba jatuh sakit dan penyakitnya sangat parah." Pengurus Ning yang tidak mengetahui latar belakang masalahnya tidak berani menolak perintah dan segera menuju ke istana. Putri Di juga memberitahukan hal ini kepada Pangeran Liuhe.

Pada waktu jaga kelima Kaisar Renzong baru saja akan membuka pertemuan ketika ia melihat pengurus Istana Renshou (Berbelas Kasih dan Panjang Umur) datang melaporkan, "Tadi malam Yang Mulia Ibu Suri Liu jatuh sakit, sepanjang malam tidak bisa tidur." Mendengar hal ini, kaisar terlebih dahulu pergi ke Istana Renshou menjenguk Ibu Suri Liu dan diam-diam memerintahkan agar kedatangannya tidak diberitahukan sehingga tidak mengejutkan ibu suri. Dengan langkah yang pelan-pelan kaisar memasuki kamar ibu suri. Terdengar suara erangan lalu tiba-tiba terdengar suara ibu suri berteriak, "Pelayan Kou, kamu berani-beraninya melakukan hal yang keterlaluan ini!" dan seruan "Aiya!"

Pada saat itu seorang pelayan wanita mengangkat tirai bersulam kamar tidur ibu suri. Kaisar masuk ke dalam dan duduk pada sisi tempat tidur. Ibu suri Liu tiba-tiba terbangun dan melihat kaisar di sampingnya. "Terima kasih Yang Mulia telah memperhatikanku. Saya hanya tiba-tiba terkena demam, bukan penyakit yang parah. Yang Mulia tidak perlu khawatir," kata ibu suri. Setelah memberikan penghormatan, kaisar segera memerintahkan tabib kerajaan memeriksa kondisi ibu suri. Kaisar juga memberikan beberapa kata penghiburan agar ibu suri lebih bersemangat lalu ia pergi meninggalkan tempat itu.

Baru saja kaisar meninggalkan Istana Renshou dan tiba di istana utama, pengurus Istana Nanqing tiba dan berlutut di hadapan kaisar untuk melaporkan: "Yang Mulia Putri Di semalam tiba-tiba jatuh sakit dan penyakitnya sangat parah. Hamba secara khusus datang untuk melaporkan hal ini kepada Yang Mulia." Kaisar terkejut mendengar kabar yang mendadak ini dan segera pergi menuju Istana Nanqing. Di sana ia disambut oleh Pangeran Liuhe dan menanyakan bagaimana kondisi Putri Di kepada pangeran. Pangeran menjawab dengan suara yang pelan, "Ibu semalam jatuh sakit, saat ini kondisinya agak membaik setelah beristirahat." Kaisar merasa lebih tenang mendengar hal ini. Kemudian kaisar memerintahkan para pelayannya menunggu di luar dan hanya membawa Chen Lin masuk ke dalam untuk menjenguk Putri Di. Ini sesuai dengan maksud Pangeran Liuhe yang juga mengikuti kaisar masuk ke kamar ibunya.

Suasana di dalam kamar begitu sunyi dan tenang, tidak terlihat seorang pelayan pun di dalam. Tirai bersulam tergantung tinggi di atas tempat tidur dan Putri Di sedang terbaring di dalamnya. Kaisar Renzong segera maju memberikan penghormatan. Putri Di membalikkan badannya dan tiba-tiba bertanya, "Yang Mulia, di dunia ini apakah hal yang terpenting dan tertinggi?" "Tidak ada yang lebih tinggi daripada berbakti kepada orang tua," jawab kaisar.

Putri Di menghela napas lalu berkata, "Jika berbakti kepada orang tua adalah yang tertinggi, bagaimana mungkin ada anak yang tidak mengetahui apakah ibunya masih hidup atau sudah meninggal? Apalagi anak itu adalah seorang kaisar, bagaimana mungkin ia tidak mengetahui bahwa ibunya hidup terkatung-katung di luar istana?" Kaisar kebingungan dan tidak memahami perkataan Putri Di tersebut; ia berpikir Putri Di berbicara tidak karuan karena sedang sakit.

"Hamba, yang hanya seorang selir, telah mengetahui semua hal ini, tetapi takutnya Yang Mulia tidak percaya," kata Putri Di lagi. Kaisar sangat terkejut mendengar Putri Di menyebut dirinya sebagai selir dan berkata, "Ibu, mengapa berkata demikian? Mohon ibu menjelaskannya."

Putri Di berbalik dan mengeluarkan sebuah kotak kuning dari dalam tirai sambil berkata. "Apakah Yang Mulia mengetahui benda ini?" Kaisar mengambil kotak itu lalu membuka isinya yang adalah sehelai kain berstempel kerajaan yang di atasnya terdapat tulisan tangan kaisar terdahulu. Kaisar segera bangkit dari posisinya. Namun si tua Chen Lin yang berada di sampingnya melihat benda itu, teringat akan kejadian pada hari itu, kemudian matanya berlinang air mata. Melihat Chen Lin menangis, kaisar semakin bingung dan bertanya tentang benda tersebut.

Putri Di pun menceritakan persekongkolan antara Guo Huai dan Selir Liu untuk mendapatkan posisi permaisuri dengan memfitnah Selir Li: "Untungnya terdapat dua orang yang setia dan jujur, yaitu Kou Zhu, pelayan Istana Jinhua, dan Chen Lin. Kou Zhu menerima perintah Selir Liu untuk membawa putra mahkota keluar istana. Pada waktu itu putra mahkota dibungkus dengan kain ini dan diam-diam ia menyerahkannya kepada Chen Lin." Mendengar hal ini, kaisar menatap Chen Lin yang saat ini telah dapat menahan air matanya.

Putri Di melanjutkan, "Setelah Chen Lin dapat melewati beberapa bahaya, ia membawa putra mahkota ke Istana Nanqing. Putra mahkota dibesarkan di sini selama enam tahun. Yang Mulia pada usia tujuh tahun mewarisi tahta kerajaan dari kaisar terdahulu untuk mengisi kekosongan posisi putra mahkota. Namun di luar dugaan, Yang Mulia bertemu ibu anda di Istana Dingin dan menitikkan air mata. Ini hanya membuat Ibu Suri Liu curiga dan menghukum Kou Zhu sampai meninggal kemudian menyebabkan ibu Yang Mulia dihukum dengan bunuh diri oleh kaisar terdahulu. Untungnya terdapat dua orang pelayan istana yang setia, yaitu kasim muda Yu Zhong yang bersedia mengorbankan dirinya menggantikan Ibu Suri Li dan Qin Feng yang kemudian membawa ibu suri keluar istana menuju Chenzhou. Setelah Qin Feng meninggal akibat kebakaran istana, tidak ada yang memperhatikan ibu suri di rumahnya sehingga ia tidak bisa tinggal di sana lagi dan berakhir mendiami sebuah tempat pembakaran yang sudah tidak digunakan lagi sebagai pengemis. Ketika Pejabat Bao membagikan bantuan bencana kelaparan di Chenzhou, ia dapat mengenali ibu suri dan berpura-pura mengakuinya sebagai ibu kandungnya sendiri untuk menghindari kecurigaan orang-orang. Kemarin beliau datang memberiku ucapan selamat ulang tahun sehingga aku dapat bertemu dengannya."

"Jika demikian, di manakah ibuku sekarang?" tanya kaisar dengan mata berlinang air mata. Terdengar suara isak tangis dari belakang bayangan tembok dan muncullah seorang wanita tua berpakaian resmi keluarga pejabat. Kaisar tampak kebingungan.

Khawatir kaisar akan meragukannya, Putri Di segera mengeluarkan sebuah bola emas lalu menyerahkannya kepada kaisar. Kaisar melihat benda sama seperti bola emas milik Ibu Suri Liu, hanya saja di atasnya bertuliskan "Istana Yuzhen" dan nama Ibu Suri Li. Kemudian ia maju beberapa langkah dan berlutut sambil berkata, "Putramu ini tidak berbakti, telah menyebabkan ibu menderita!" Kaisar menitikkan air mata. Lalu kedua ibu dan anak itu saling berpelukan dan menangis getir tak henti-hentinya.

Putri Di segera turun dari tempat tidurnya dan berlutut memohon pengampunan. Pangeran Liuhe dan Chen Lin juga berlutut di sampingnya dan saling menghibur kesedihan mereka. Selama beberapa lama ibu suri dan kaisar meluapkan kesedihan mereka. Kemudian kaisar berterima kasih kepada Putri Di dan membantunya berdiri. Ia juga menarik tangan Chen Lin untuk membantunya berdiri sambil berkata, "Jika bukan karena kesetiaanmu, maka aku tidak akan berada di sini." Chen Lin tidak dapat berkata apa-apa, hanya menitikkan air mata dan berterima kasih kepada kaisar. Semua orang pun berdiri.

Kaisar berkata kepada ibu suri, "Ibu mengalami kesengsaraan seperti ini. Anakmu sebagai kaisar bagaimana mungkin menghadapi para pejabat kerajaan jika membiarkan hal ini? Bukankah ini melanggar hukum kerajaan?" Terdapat rasa bersalah bercampur kemarahan dalam nada suaranya. Di samping Putri Di berkata, "Yang Mulia harus kembali ke istana dan mengeluarkan titah yang akan dibawa oleh Guo Huai dan Chen Lin bersama-sama menuju kantor prefektur Kaifeng untuk dibacakan. Sarjana Bao telah memiliki caranya sendiri." Ini sesungguhnya adalah rencana Bao yang ia sampaikan kepada istrinya, Nyonya Li. Nyonya Li lalu memberitahukan hal ini kepada Ibu Suri Li yang kemudian mengatakannya kepada Putri Di.

Kaisar menyetujui hal ini. Setelah menghibur ibu suri dengan beberapa patah kata, ia pun kembali ke istana utama. Kemudian ia menuliskan titah dan diam-diam mengutus Guo Huai bersama Chen Lin menuju Kaifeng untuk membacakannya. Guo Huai berpikir ini pasti titah pemberian gelar kepada Bao. Dengan gembira ia bersama Chen Lin pun berangkat menuju Kaifeng.

Pada hari sebelumnya Bao menunggu kepulangan ibu suri, tetapi tak lama kemudian Bao Xing kembali dengan tandu kosong dan melaporkan, "Yang Mulia Putri Di menyuruh Nyonya Besar tinggal beberapa hari bersamanya. Oleh sebab itu, saya kembali dengan tandu kosong ini. Di sana mereka memberikan para pelayan sebanyak dua puluh keping uang perak dan para pengangkut tandu sebanyak dua puluh keping uang tembaga." Bao menganggukkan kepalanya lalu berkata, "Besok pada waktu jaga kelima kamu pergilah ke ruang tamu istana untuk mengadakan penyelidikan secara diam-diam. Jika mendapatkan sesuatu, segera kembali untuk melaporkannya kepadaku." Bao Xing pun menerima perintah tersebut.

Keesokan paginya ketika masih fajar, Bao Xing kembali. Mengetahui tuannya masih berada di tempat tidurnya, ia segera masuk ke dalam dan berdehem kecil di beranda untuk memberi tanda kedatangannya. "Kamu sudah kembali? Apakah kamu mendapatkan sesuatu?" tanya Bao. "Aku mendengar bahwa Ibu Suri Liu jatuh sakit tadi malam sehingga Yang Mulia segera menuju Istana Renshou untuk menjenguknya. Kemudian Yang Mulia pergi secara pribadi ke Istana Nanqing di mana ia mendengar Putri Di juga jatuh sakit. Mungkin saat ini Yang Mulia masih belum kembali ke istana utama," lapor Bao Xing. "Baiklah, aku mengerti." Kemudian Bao Xing pun mengundurkan diri dan Bao berkata kepada istrinya, "Ini pasti karena Yang Mulia Ibu Suri telah mengungkapkan kejadian yang sebenarnya dan Putri Di menjalankan rencananya." Kedua suami istri itu pun bergembira dalam hati.

Baru saja mereka selesai sarapan pagi, tiba-tiba pengumuman titah kaisar tiba. Bao segera berganti pakaian kebesarannya dan menuju ke aula utama. Tampak Guo Huai bersama Chen Lin di belakangnya membawa titah kaisar. Guo Huai merasa sebagai pengurus utama istana seharusnya ialah yang membacakan titah lalu membuka titah tersebut. Setelah Bao memberikan penghormatan tiga kali, dengan suara lantang ia membacakan titah itu: "Yang Mulia Kaisar yang menerima mandat dari langit menitahkan: 'Kasim Guo....'" Ketika membaca namanya sendiri, ia tidak dapat melanjutkan membacakannya.

Dari samping Chen Lin mengambil alih titah tersebut dan melanjutkan, "'Kasim Guo Huai telah membuat rencana melawan tahta kerajaan, tidak hormat, berhati jahat, dan berkhianat terhadap kerajaan. Kaisar sebelumnya tidak memiliki pengganti dan tidak berpikir selamanya bisa menduduki tahta. Ketika Ibu Suri Li mengandung, ia mengambil kesempatan menyusun rencana jahat. Dengan membawa bungkusan kain berisi bayi putra mahkota, tanpa mengindahkan perintah yang diberikan kepadanya, pelayan istana Kou Zhu memiliki tekad yang menjangkau sampai langit. Berbalik dari menara pengawas di sebelah utara, namun sesungguhnya menuju ke Istana Nanqing, pengurus Chen Lin memiliki kesetiaan yang dapat menembus matahari. Karena tetesan air mata yang memunculkan kecurigaan, Nyonya Liu menanyai Kou Zhu dengan siksaan sampai meninggal. Kutukan palsu menjadi tuduhan salah dan Yu Zhong yang berani berkorban menggantikan Ibu Suri Li. Ibu suri dikirim keluar istana dan selama dua puluh tahun menanggung ketidakadilan; setelah mengalami banyak kesengsaraan masih harus menderita karena meninggalkan kediamannya sendiri. Jika bukan karena kesetiaan Pejabat Bao, tidak mungkin mutiara istana kembali ke tempat asalnya. Karena kejadian ini menghancurkan hubungan antar manusia dan bertentangan dengan kebenaran, Pejabat Bao harus menyelidiki hal ini dengan seksama, menjalankan titah kerajaan dan menghukum para pelakunya sesuai dengan hukum kerajaan sehingga kasus ini diserahkan untuk diadili di kantor prefektur Kaifeng. Demikianlah titah kaisar!' Berterima kasihlah kepada kaisar."

Bao pun berseru, "Semoga Yang Mulia panjang umur." Lalu ia berdiri, menerima titah tersebut, dan memerintahkan, "Tangkap dia!" Zhao Hu dengan tergesa-gesa berlari ke arah Chen Lin yang baik, merentangkan tangannya bermaksud untuk menangkapnya. Segera Bao berteriak, "Lancang! Masih tidak mundur juga." Zhao Hu tampak kebingungan, tetapi Wang Chao dan Ma Han langsung melepaskan pakaian, topi, dan sepatu Guo Huai lalu membawanya ke ruang pengadilan dan membuatnya berlutut di hadapan titah kaisar yang diletakan di atas meja pengadilan. Bao duduk di tempat duduk yang telah disediakan di sebelah kiri dan di sampingnya disediakan tempat duduk di mana ia mempersilakan Chen Lin duduk di sana. Hari itu Bao membuka sidang dan berkata kepada Guo Huai, "Kamu katakanlah segera apa yang sebenarnya terjadi bertahun-tahun yang lalu!"

(Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun