11 Mei 2020, pukul 19.00 WIB, malam baru saja turun di Sidomulyo, tapi notifikasi di grup WhatsApp Pokjar Sidomulyo justru baru memanas. Di balik layar ponselnya, Yuni mengetik pelan, namun mantap:
"Rekan-rekan tutor, mohon izin, terkait laporan Tuweb (Tutorial Web), apakah seluruh laporan seperti RAT, SAT, Catut, absen, dan penilaian harus dikumpulkan ke pengurus pokjar secara manual dan nilai dikirim ke mereka juga? Atau langsung ke Pak Adi via email?"
Pertanyaan itu sederhana, tapi seperti membuka gerbang diskusi yang sudah lama tersendat.
Sunarto menjawab cepat:
"Saya sudah kumpulkan manual hari Minggu kemarin, Mbak. Sesuai saran sebelumnya."
Sementara Pak Asnawi menimpali:
"Saya langsung email ke Pak Adi karena saya tidak punya ID tutor."
Ruang obrolan seperti berubah menjadi meja rapat digital. Satu demi satu muncul tanggapan, tak semua setuju, tak semua paham sepenuhnya.
Pak Fuadi mencoba menata ulang arah diskusi. Ia mengunggah sebuah file juknis dan mengetik dengan penuh kehati-hatian:
"Sesuai Juknis poin A nomor 4, nilai mata kuliah praktik/berpraktik dibuat dalam Excel, dikumpulkan ke pengurus pokjar, lalu dikirim ke email Pak Adi di ahmadadiwi****@gmail.com. Saya sarankan Pak Adi ikut diskusi biar tidak simpang siur."
Seolah mendengar seruan itu, Pak Sunarto, dengan gaya khasnya yang tenang namun informatif, menambahkan:
"Saya sudah ngobrol langsung dengan Mas Adi. Katanya, kirim langsung ke emailnya, tapi arsipkan juga ke Pak Kyai Jamal. Saya sudah kirim semua: absen, tanda terima tugas, catatan, RAT, SAT."
Beberapa tutor diam. Sebagian membaca, sebagian mencari file. Grup itu seperti ruang kelas besar tanpa suara, namun penuh gelombang ketegangan administratif.
16 Mei 2020, pukul 15.14 WIB, ketegangan berubah jadi kebingungan baru. Pak Pamuji meneruskan pesan dari Pak Agus Iskandar, Kepala BBLBA UPBJJ UT Bandar Lampung:
"Laporan Tuweb wajib dilengkapi dengan bukti screenshot daftar hadir, materi PPT, catatan tutorial, dan KIT. Tutor yang sudah unggah nilai, mohon revisi laporan."
Angin sore membawa rasa cemas ke ruang tamu rumah masing-masing tutor. Sebagian mulai menghitung ulang file yang harus diperbaiki.
Wanti dengan cekatan merangkum ulang petunjuk terbaru:
"Setelah 4 kali tutorial, tutor wajib unggah nilai ke laman tutorial.ut.ac.id, juga kirim laporan via email ke adm.tuwe*@gmail.com**, dan hardcopy tetap ke pengurus pokjar."
Tapi komentar berikutnya mulai berbau keluhan.
"Berarti kita kerja dua kali dong? Unggah ke laman, kirim email, lalu cetak juga?" keluh Sunarto, disusul emoticon lelah dari beberapa tutor lainnya.
Mualimin PAI Unila muncul di layar, menanyakan alamat email adm.tuweb20@gmail.com. Suasana makin kusut sampai akhirnya, seperti pahlawan yang terlambat datang, Pak Adi Wijaya sendiri bergabung dalam percakapan.
"Mohon klarifikasi. Email adm.tuwe***@gmail.com bukan milik saya. Untuk laporan dengan PJW saya, unggah ke tutorial.ut.ac.id. Nilai praktik tetap ke email pribadi saya. Nama mahasiswa yang tidak muncul di sistem, kirim ke saya juga, lengkap dengan NIM dan nilainya."
Penjelasan itu seperti cahaya dalam kabut. Meski belum sepenuhnya jernih, setidaknya arah mulai terlihat.
Di tengah percakapan teknis itu, muncul selipan pertanyaan ringan dari Ganjar:
"Omong-omong, honor cairnya kapan ya?"
Pak Jamal menjawab diplomatis:
"Setelah laporan lengkap, usulan masuk, dan nomor rekening diserahkan ke Mas Adi. InsyaAllah langsung ditransfer."
Kepala para tutor kembali tunduk ke layar masing-masing. Honor adalah ujung lelah yang ingin segera menyentuh telapak tangan.
Suryana kemudian mengunggah contoh file PDF yang sudah ia susun: gabungan screenshot kehadiran dan materi PPT. Langkahnya disambut pujian dari Ganjar.
Di balik layar, ada denyut kelelahan dan tanggung jawab. Di balik setiap file PDF dan Excel, ada malam-malam tanpa tidur. Dan di tengah semuanya, mereka hanya ingin satu: agar mahasiswa mendapatkan nilai yang layak dan laporan tidak kembali diulang.
Sambil menyesap kopi yang mulai dingin, Yuni tersenyum sendiri. Ia menatap layar yang kini senyap. Grup WhatsApp itu seperti medan tempur yang akhirnya teduh.
Ia menuliskan satu kalimat penutup:
"Terima kasih, rekan-rekan. Ternyata mengajar di era digital tak hanya soal sinyal, tapi juga soal sabar."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI