Aku ingin segalanya berjalan lancar karena laku tapa ini menentukan keutuhan jati diriku. Setelah mandi kembang aku masuk kamar tapa, tiada sinar dian yang menyala. Aku menjalani tapa pati geni (bertapa dalam kegelapan) supaya nuraniku dibimbing oleh terang Ilahi.
Aku telanjang dan duduk bersila, menurut romo prabu dan ibunda prabu yang mewarisi petuah para leluhur, cara seperti ini yang harus ditempuh, apabila akan menghadapi atau minta petunjuk akan suatu perkara yang besar dan penting.
Seorang yang bertapa telanjang, menunjukkan asal-muasal seorang bayi yang dilahirkan di bumi. Awal kesejatian seorang manusia, serah pasrah pada sang Khalik, dan menyerahkan seluruh badan dan jiwa untuk dibentuk, sebagaimana tukang periuk membentuk bejana tanah liat.
 Seorang pertapa adalah tanah liat, yang siap dibentuk dan diisi oleh roh kehidupan dari sang sumber Ilahi, yang sepenuhnya memeluk kekudusan. Seorang pertapa yang telanjang menunjukkan keadaan miskin tak berdaya,sikap pasrah total, hanya Dia-lah yang boleh dan berhak mengubah diri kita.
Sebagaimana Nabi Ayub ribuan tahun yang lalu mengungkapkan, "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang pula aku akan kembali kepangkuan Ibu Pertiwi. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!"
Keheningan merajut kemurnian hati dan kebeningan budi. Saat merayap menembus waktu sunyi senyap. Pada awalnya terdengar suara binatang malam, embusan angin, tercium wangi kembang di taman, serta suara gemericiknya air di kolam. Semua kunikmati dengan sergapan seluruh indraku. Kubiarkan merasuk seperti harmoni yang mengalirkan seluruh rasa indra. Sunyi mengalun harmoni, akhirnya mati rasa secara insani dalam kegelapan, terpancarlah TERANG yang berasal dari luar keinsanian tubuhku.
Terang itu menembus auraku dan menuju menukik di relung nuraniku. Ada suara terdengar "Berjaga ... bersemadi dalam meditasi, menguji jiwa dengan pembedaan roh, inilah karya jiwa. Berjagalah terus dan biarkan budi, pikiran, hati, dan jiwamu dibentuk oleh yang Suci."
Tiba-tiba munculah pria yang datang pada tapaku dulu. Spontan tubuhku menunduk menghatur sembah. Kutatap wajahnya, meskipun dalam kasunyatan adalah gelap, ada sinar lain yang menerangi kamar tapaku. Kutatap wajah pria itu dan aku bertanya dalam batinku, Maha Mpu Barada-kah ini?
 Tiba-tiba ada jawaban meskipun kami berdua dalam keadaan diam. "Ya, Sanggrama Wijaya Tungga Dewi, aku ini Mpu Barada, guru romomu, yang mendapat tanggung jawab dari Sang Hyang Widhi untuk melindungimu. Panggil saja aku Eyang," katanya.
"Hatur sembah terima kasih cucunda, Eyang, mohon bimbingan dan
petunjuk!"
"Ya, cucunda Dewi, sudah menjadi kewajibanku, untuk menuntunmu dalam