Bunda Teresa, demikian  banyak  orang  menyebutnya mengadopsi kewarganegaraan India, menghabiskan beberapa bulan di Patna  ( Pataliputra) untuk menerima pelatihan dasar medis di Rumah Sakit Keluarga Kudus dan kemudian memberanikan diri ke daerah kumuh.
Usaha  yang  dirintisnya  dengan  penuh  tantangan  dan  perjuangan  berat  itu  dituliskan  didalam  buku  hariannya.  Dia  menulis pada  tahun pertamanya penuh dengan kesulitan. Karena  dia  sudah  memutuskan  diri  untuk  keluar  dari  biara  Loreto, maka  untuk  segala  keperluan  hidup  dan  pekerjaannya  ditanggungnya  sendiri.  Ia tidak memiliki penghasilan dan harus memohon makanan dan persediaan. Teresa mengalami godaan, keraguan, kesepian dan ingin  berhenti  serta  kembali dalam kenyamanan kehidupan biara di  Loreto. Ia menulis dalam buku hariannya:
"Tuhan ingin saya masuk dalam kemelaratan. Hari ini saya mendapat pelajaran yang baik. Kemelaratan para orang miskin pastilah sangat keras. Ketika saya mencari tempat tinggal, saya berjalan dan terus berjalan sampai lengan dan kaki saya sakit".
Saya bayangkan bagaimana mereka sakit jiwa dan raga, mencari tempat tinggal, makanan dan kesehatan. Kemudian kenikmatan Loreto datang pada saya. 'Kamu hanya perlu mengatakan dan semuanya akan menjadi milikmu lagi,' kata sang penggoda... Sebuah pilihan bebas, Tuhanku, cintaku untukmu, aku ingin tetap bertahan dan melakukan segala keinginan-Mu merupakan kehormatan bagiku. Aku tidak akan membiarkan satu tetes air mata jatuh karenanya."
Pada 7 Oktober 1950 Teresa mendapatkan izin dari Paus di  Vatikan, Roma  untuk  memulai kongregasinya, yang  diberi  nama  "Misionaris Cinta Kasih" dan pada tanggal Misinya adalah untuk merawat "yang lapar, telanjang, tunawisma, orang cacat, orang buta, penderita kusta, semua orang yang merasa tidak diinginkan, tidak dicintai, tidak diperhatikan seluruh masyarakat, orang yang telah menjadi beban bagi masyarakat dan dihindari oleh semua orang."
Usahanya dengan cepat menarik perhatian para pejabat India, termasuk perdana menteri yang menyampaikan apresiasinya.
Orang  yang  dulu  menentangnya, setelah  melihat  kiprahnya  malah  mendukung, banyak  orang  yang  dengan  suka  rela  terketuk  hatinya  dan  membantu, menyediakan  Rumah, ruangan, bahkan  Kuil  untuk  tempat  merawat  para  gelandangan  yang  sakit  dan  hampir  mati.
Pada tahun 1952, Bunda Teresa membuka Home for the Dying pertama diatas lahan yang disediakan oleh kota Kalkuta. Dengan bantuan pejabat India, ia mengubah sebuah kuil  Hindu  yang ditinggalkan menjadi  Kalighat  yang  artinya Home  for  the  Dying ( Rumah  untuk  orang  yang  hampir  mati/ menghadapi  ajal ), serta  sebuah rumah sakit gratis untuk orang miskin.
Mereka yang dibawa ke rumah tersebut menerima perhatian medis dan diberikan kesempatan untuk meninggal dalam kemuliaan, menurut ritual keyakinan mereka; Muslim  membaca  Al-Quran, Hindu menerima air dari sungai  Gangga, dan Katolik menerimaSakramen  Perminyakan.
Sungguh  Bunda  Teresa  mempersiapkan  mereka  yang  miskin, terlantar  yang  dibuang  oleh  masyarakat  menuju "Sebuah kematian yang indah," katanya. Banyak  orang  yang  menyaksikan  semua  itu  berkata  dia  melayani orang-orang yang hidup seperti binatang, dan  menemui  saat  mati seperti malaikat yang  dicintai dan diinginkan."