Dia  menulis  Utopia (1516) yang  terkenal yang  memuat  gagasannya akan  pemerintahan  yang  adil, penuh  damai  dan  sejahtera  bagi  rakyat  dan  kehidupan  bersama, gambaran  masyarakat  yang  ideal walaupun disajikan  dalam  karya  sastra fiktif. Namun  memuat  gagasan  More  nan  agung.
Thomas More dibeatifikasi  pada  tahun  1886 dan  dikanonisasi oleh  Gereja  Katolis, sebagai  Santo/ Orang  Kudus  oleh Paus  Pius XI  pada  tahun  1935.
Sebelum  kematian,  dia  menulis  puisi  dengan  paku  digoreskannya  di  tembok  penjara, karena keluarganya  tidak  diijinkan  untuk  mengirimkan kertas  dan  alat  tulis  yang  dimintanya.  Luapan  hatinya  terukir  dalam  puisi  yang  menggambarkan  perjuangan  dan  pergolakannya  melawan ketidak jujuran  dan  penyelewengan.  Persahabatannya  telah  dikhianati  oleh  raja,  sang  penguasa, yang  ingin  mengumbar  nafsunya. Dalam kepengapan  penjara,  jiwanya  tetap  bebas  untuk  mengukir  keindahan  budinya  yang  tergores  dalam  sebuah  Puisi:
The Last Rose of Summer
by Thomas Moore
’TIS the last rose of summer
Left blooming alone;
All her lovely companions
Are faded and gone;
No flower of her kindred,
No rose bud is nigh,
To reflect back her blushes,
To give sigh for sigh.
I’ll not leave thee, thou lone one!
To pine on the stem;
Since the lovely are sleeping,
Go, sleep thou with them.
Thus kindly I scatter
Thy leaves o’er the bed,
Where thy mates of the garden
Lie scentless and dead.
So soon may I follow,
When friendships decay,
And from Love’s shining circle
The gems drop away.
When true hearts lie withered
And fond ones are flown,
Oh! who would inhabit
This bleak world alone?
Dia  menggambarkan  dirinya  sebagai  mawar  nan  cantik  yang  tersisa, yang  dibantai  oleh  kekejaman  sahabatnya  sendiri  yang dikuasai  nafsu untuk  meraih  segala  kenikmatan  dunia.  Tidak  hanya  dia,  namun  banyak  mawar-mawar  cantik,bunga  nan  indah  di  Inggris  yang  bermekaran disaat  bulan  Juni  puncaknya  musim  semi.Â
Gambaran  orang-orang  Ingris  yang  penting  saat  itu  disekeliling  raja,  yang  berhati  murni, penuh  kejujuran,  tulus  mengabdi, namun  dibantai demi  keserakahan  pribadi Sang  penguasa. Â
Semua  orang  yang  cantik  budi dan  moralnya  telah  pergi…., pergi  dari  bangsanya… tidak  tersisa  untuk  memberi  teladan  keindahan, keutamaan yang  menyuarakan  desah-desah  kebenaran.  Untuk  memperingatkan  bila  terjadi  keserongan  dan  ketidak  benaran. Â
Dari  kebusukan  persahabatan   itu  Thomas  More  mendengarkan  suara  panggilan  kebenaran, panggilan  Ilahi  yang  menuntunnya  untuk  meninggalkan  kenyamanan,  kedudukan, kuasa, dan  ketenaran  nama.