Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Radikalisme Bukan Terorisme

26 Juni 2018   07:27 Diperbarui: 26 Juni 2018   08:38 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam beberapa bulan terakhir, Pemerintah sangat getol melakukan perang terhadap teroris dan terorisme. Kebijakan ini, hampir disebut sudah mendapat dukungan penuh oleh semua warga negara. Indonesia sudah lama dimainkan oleh 'permainan teroris' yang kemudian mengacak-acak kenyamanan, keamanan, dan ketentraman warga negara.

Disamping itu, pemerintah pun, melakukan upaya preventif, baik melalui media massa, organisasi keagamaan, termasuk lembaga pendidikan. Upaya-upaya yang dilakukannya, selain melakukan pembinaan, dan sosialisasi, juga mendeteksi gejala awal dari gerakan teroris. Salah satu yang dilakukannya, adalah mendeteksi pikiran radikal di kalangan anak muda, termasuk mahasiswa.

Terkait dengan hal yang terakhir ini, ada muncul sebuah keganjilan. Setidaknya kita dapat mengajukan pertanyaan, apakah radikalisme sama dengan terorisme?apakah radikalisme adalah bibit dari terorisme?

Pertanyaan ini, layaknya harus dikaji secara intensif, baik oleh kalangan akademisi, politisi, pemerintah dan juga sosiolog. Karena, bila kita salah paham atau gagal paham terhadap konsep ini, potensial akan melahirkan sebuah tindakan  yang tidak pada tempatnya.

Pertama, dari psikologis bahasa, pemikiran radikal adalah pemikiran yang menyeluruh, mendasar dan juga mengubah tatanan pemikiran yang ada. Berbeda seratus persen dengan pemikiran lainnya, yang biasa diserbut konservtaif. Oleh karena itu, jika ada pemerintahan yang konservatif, maka lawan pemerintah itu adalah gerakan yang radikal. Sementara terorisme tidak pernah dikenal sebagai sebuah kerangka pikir dan pemikiran.

Kedua, radikalisme adalah modal perubahan sosial, sedangkan terorisme adalah  gerakan perlawanan politik. Pikiran Marxis dikenal radikal. Bahkan, pemikiran Soekarno pun, dapat dikategorikan radikal dari sisi keagamaan (Islam). Tetapi, pemikiran radikal itu menjadi modal dinamis untuk perubahan sosial. Sedangkan pemikiran terorisme bisa mengubah tatanan sosial, tetapi tidak selamanya mengubah pola pikirnya.

Ketiga, terorisme potensial memakan korban, baik dirinya maupun orang lain, baik individual maupun massal. tetapi pikiran radikal, dan orang yang radikal tidak serta merta mengorbankan orang secara fisik. Korban pikiran radikal, jika tidak dikaitkan dengan kepentingan politik, akan melawan pikiran orang, pola pikir, atau nilai dan budaya yang tumbuh kembang di masyarakat.

Terakhir, dalam Anti terorisme yang baru saja dibahas, kita lebih banyak membicarakan masalah prosedur penanganan terorisme. Dan tidak  banyak yang  menyingggung masalah radikalisme. Itu artinya, memang terorisme tgidak sama dengan radikalisme, dan radikalisme bukan terorisme, jadi kalau ada mahasiswa yang memiliki pikiran radikal, kiranya pimpinan kampus jangan dulu menghukumi mahasiswa itu disebut teroris atau bakal teroris. karena bisa jadi,  mereka radikal, karena posisi kita konservatif, dan anti perubahan !

Begitu pula dengan pemerintah, jika ada warga yang pemikirannya radikal, bukan berarti teroris. Itu semua terjadi, karena bisa jadi kita yang anti perubahan !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun