Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Karakter Politik Negeri Kita

14 Februari 2018   14:10 Diperbarui: 14 Februari 2018   14:10 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Entah apa yang sedang terjadi di negeri kita ini. Andai apa yang kelak akan kita ungkapkan di sini, menjadi sebuah kenyataan, dan terus dipelihara, kita yakin, bahwa kebiwaaan bangsa ini, akan menjadi taruhannya, dan akan menjadikan masa depan bangsa kita ini akan terpuruk.

Pertama, elit politik kita, mengembangkan nalar transaktif. Setiap menghadapi kasus besar, khususnya, bila ada kasus yang melibatkan seorang 'bos' di negeri kita, kemudian, dengan serta merta, mengeluarkan jurus untuk menyerangkan 'bos' besar yang lainnya. Entah itu, benar atau pun salah. Target politik, biasanya bukan soal kebenaran (saja) melainkan, terkait juga dengan efek politik, atau opini politik yang terbentuk di masyarakat.

Bagi pemilik 'salah' dia akan merasa rugi dengan kasus tersebut. Sementara dengan pemilik 'kebenaran' akan merasa dirugikan dengan pembentukan opini tersebut. Lain lagi dengan posisi jika, sang lawan politik itu merasa 'risih' takut dipelintir hukum, maka langkah politik yang mereka lakukan, adalah melakukan transaksi politik. Ujungnya sudah pasti, penutupan kasus, atau peringanan tuntutan, atau berbagi kekuasaan !

Kedua, seperti biasanya, menjelang pilkada, isu SARA di larang, tetapi juga ada saja pihak-pihak yang memancing macan untuk bangun. Kasus pembunuhan seorang "ustad", apapaun status dan level keustadannya, tetapi kasus serupa itu, sama dengan melepas pancingan kepada kandang masyarakat. 

Masyarakat umum tidak tahu tentang kebenaran posisi kasus itu. Tetapi, pemilik media dan informasi, akan memainkan opininya dalam mempengaruhi opini masyarakat. Fakta yang muncul, "ada pemain" yang ikut menggoreng isu ini, untuk bisa ditarik ke sisi apapun yang mereka inginkan. Namun setidaknya, jika tidak ada koki yang menggorengnya, rasa luka di masyarakat, mulai terbentuk. Pemerintah berujar, "jangan memainkan isu SARA", tetapi, ada saja pemain yang memancing isu itu muncul, dengan  melepas umpan ke khalayak umum. 

Tetapi, isu SARA yang muncul di negeri ini, ada satu keyakinan Umat Islam yang akan tersudut, dan bakal calon yang berpihak pada Islam yang akan menderita pemojokkan. Budaya seperti ini, biasa muncul dan biasa digoreng oleh pihak lain.e

Terakhir, saya termauk awam dalam kehidupan politik dan budaya politik. Tetapi, berulangnya proses dan tradisi seperti itu, yang seolah menjadi ritual lima tahunan dalam poiitik bangsa ini, sudah pasti ada pemainnya. 

Walaupun kita naif untuk menggunakan teori konspritatif, karena bukan satu-satunya pisau analisis untuk membaca perilaku politik satu masyarakat, namun teori ini seolah banyak dianut oleh elit kita, termasuk para pengamat di negeri ini. Pola pikir inipun, menggambarkan tradisi konspratif, aatau analisis konspiratif, kerap menjadi warna dalam wacana politik di negeri ini.

Sekedar contoh,pikiran konspiratif dapat dilekatpan pula saat mengomentari penetapan ibu Sri Mulyani, sebagai menteri terbaik dunia, tetap saja, menyimpan prasangka, "wajar, yang menetapkannya juga World Government Summit ......".  Beliau itu kan yang mengeluarkan kebijakan pengampunan pajak kepada pengusaha besar !

Contoh yang lainnya, yakni keluarnya kebijakan Pemerintah, untuk mengangkat jenderal sebagai PLT kepala daerah. Apakah ini, murni penyelematanan roda pemerintahan, atau pendomplengan kepentingan politik di jalur pemerintahan !

Ah...begitulah !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun