Mohon tunggu...
Dwi Septiyana
Dwi Septiyana Mohon Tunggu... Guru - Pegiat literasi dan penikmat langit malam

Pegiat literasi dan penikmat langit malam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki Penunggu Sungai

6 November 2021   17:20 Diperbarui: 6 November 2021   19:45 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pixabay.com

Batu itu mulai mengeluarkan air mata dari sudutnya. "Aku pergi bukan dari tempat ini. Aku pergi dari semua manusia terkutuk itu. Aku tak ingin melihat lagi wajah-wajah itu, Nyoko. Jangan hanya menangis saja, kau harus bisa memahami dan memaafkanku!" Pintaku dengan suara semakin tercekat.

"Di tempat baru yang itu, aku sama sekali tidak pernah merasa takut. Bahkan Abah dan Ambu tidak pernah bertemu atau sekadar mencari tahu keberadaanku di mana. Bodo amat. Aku sendiri tidak pernah terlintas untuk mengharap rasa peduli mereka. Entah keajaiban apa yang menghampiriku, ada seorang gadis yang mencintaiku, Nyoko. Atau mungkin gadis itu sedang khilaf, tidak sadar dengan keadaannya sehingga mau saja mencintaiku. Kau jangan tertawa!"

Hatiku begitu senangnya bertemu kembali dengan jojodog anak munding, sampai-sampai diriku tak sadar telah basah kuyup. Hujan sedari tadi turun dan aku terus bercerita kepada Nyoko. Sayang memang, keajaiban itu tidak pernah menghampiriku. Atau diriku memang ditakdirkan untuk tidak pernah menemukan keajaiban. Gadis yang mencintaiku dan kusebut sebuah keajaiban hanyalah kosong belaka.

Dia menyatakan cintanya dan bersedia menikahiku, ternyata hanya untuk menerima tantangan dari teman-temannya. Dia akan menerima uang yang besar jika berani menikah dengan orang tolol yang pego yang ditujukan kepada diriku. Keesokan hari setelah menikah, ketika masih pagi buta, gadis itu mengumpat, "Salaki pego. Teu sudi kawin jeung lalaki belegug jiga manh!"*)  Lalu sekonyong-konyong pergi begitu saja.

Aku yakin Nyoko memahamiku. Sepenuhnya yakin. Nyoko akan menjadi pembelaku ketika aku berada di akhirat kelak. Kalian jangan meremehkan apa pun ciptaan Tuhan, walau itu hanya seonggok batu sebesar anak kerbau, karena mereka akan menjadi saksi ketika menghadap Tuhan apa-apa yang kalian lakukan selama di dunia.

Hujan semakin deras. Suara deru dari kejauhan terdengar mendekat. Arus sungai perlahan mulai membesar, membawa hanyut bau-bauan dan sampah yang menggenang sepanjang tepi dinding sungai. Kilat sesekali menyambar disusul selang beberapa kedipan mata gemuruh guntur menggelegar.

Langit berubah menjadi gelap. Tiupan kencang angin menerbangkan dedaunan yang lepas dari rantingnya, menggoyang-goyangkan pepohonan, membuat orang-orang cemas khawatir akan terjadi sesuatu pada rumah-rumah mereka.

Kami, aku dan Nyoko, berpegangan erat. Diriku tidak pernah merasa sebahagia sepeti ini sebelumnya: duduk di atas jojodog anak kebo di bantaran sungai dan memastikan arus sungai tetap mengalir dengan baik.

***

*) Suami bisu. Tidak sudi saya kawin dengan laki-laki bodoh sepertimu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun