Serangan pun tak berhenti sampai di situ. Mardani terus melancarkan serangan dan kembali "gerah" dengan berbagai istilah yang muncul dalam beberapa pertemuan itu. Seperti politik nasi goreng yang sempat dilontarkan oleh Megawati seusai bertemu Prabowo.
Bagi dia, publik sudah cukup pintar untuk menilai beberapa pertemuan itu, sehingga dia menilai tidak perlu memunculkan metafora-metafora yang tidak penting. Memangnya apa yang salah ya dari nasi goreng? Hehehe.
Beberapa narasi politik versi PKS ini tentu sudah menunjukkan bahwa mereka "geram" dengan apa yang dilakukan oleh Prabowo. Padahal, dia sudah tidak berhak "geram", karena koalisi di kubu Prabowo sudah dibubarkan.
Gerindra pun menepis berbagai "serangan" itu. Politisi Gerindra Andre Rosiade mengatakan berbagai pertemuan itu untuk merukunkan bangsa dan membebaskan para ulama, bukan untuk membohongi publik.
Nampaknya, semakin menarik perkembangan perpolitikan hingga saat ini, semakin menguatkan pula bahwa PKS akan menjadi oposisi sendirian dan kemungkinan akan didampingi oleh pengikut-pengikut Prabowo yang tidak suka dengan manuver Prabowo.
"Barisan sakit hati" inilah yang akan terus bersuara dalam mengkritik pemerintah. Tentunya, kita semua berharap kritik itu merupakan kritik yang konstruktif, bukan kritik yang hanya berdasarkan nafsu belaka.
Semoga ke depannya hanya ada kritikan yang konstruktif dan tak ada lagi isu agama yang perjual belikan. Aamiin. Salam damai Indonesia...