Sebuah pemandangan yang begitu akrab di banyak sudut Indonesia: seekor monyet ekor panjang (MEP) melompat lincah di dahan pohon dekat area wisata, atau sekelompok beruk terlihat di pinggir kebun sawit. Kita sering menganggap mereka sebagai bagian dari lanskap sehari-hari---terkadang mengganggu, sering kali tak acuh.
Namun, tahukah Anda, primata yang tampak begitu jamak dan adaptif ini kini tengah menghadapi krisis senyap? Pada Maret 2022, International Union for Conservation of Nature (IUCN), badan konservasi dunia, secara resmi menaikkan status Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) dan Beruk (Macaca nemestrina) ke level Terancam Punah (Endangered).
Bagaimana bisa hewan yang kita anggap 'biasa' dan bahkan 'hama' kini berada di ambang kepunahan? Artikel ini akan mengupas ironi tersebut, menelusuri akar masalah yang kompleks, dan merajut visi masa depan untuk koeksistensi yang lebih beradab.
Status Merah di Daftar IUCN: Peringatan yang Diabaikan
Pembaruan status oleh IUCN bukanlah keputusan gegabah. Ini adalah hasil analisis data yang menunjukkan tren penurunan populasi yang mengkhawatirkan, meski penyebabnya sedikit berbeda untuk kedua spesies.
Beruk (Macaca nemestrina): Korban Senyap DeforestasiPopulasi Beruk diprediksi telah anjlok lebih dari 50% dalam tiga dekade terakhir. Penyebab utamanya adalah kehilangan habitat secara masif. Hutan-hutan di Sumatra dan Kalimantan, rumah mereka, terus menerus dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit, area pertambangan, dan proyek infrastruktur. Studi IUCN bahkan menemukan tingkat kematian bayi Beruk di habitat terganggu mencapai 66%, membuktikan bahwa mereka tidak seadaptif yang kita kira.
Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis): Dieksploitasi Hingga Titik KritisUntuk MEP, ancaman utamanya adalah eksploitasi ekstrem. IUCN memproyeksikan populasi mereka akan merosot hingga 50% dalam 40 tahun ke depan. Puluhan ribu individu ditangkap dari alam liar setiap tahunnya untuk diperdagangkan sebagai hewan peliharaan, sirkus monyet (topeng monyet), dan yang paling masif, diekspor untuk penelitian biomedis di luar negeri.
Ironisnya, status 'Terancam Punah' ini sempat ditentang oleh lobi industri biomedis internasional, yang berargumen bahwa MEP adalah hewan invasif dan populasinya melimpah. Perdebatan ini menyingkap paradoks besar: di satu sisi mereka dianggap hama, di sisi lain menjadi komoditas tak ternilai, namun status konservasinya diabaikan.
Dari Konflik hingga Komoditas: Akar Masalah Sebenarnya
Mengapa kedua spesies ini begitu rentan? Jawabannya terletak pada satu celah fundamental: ketiadaan payung hukum. Hingga hari ini, Monyet Ekor Panjang dan Beruk tidak termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi oleh Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Status legal yang kosong inilah yang membuka pintu eksploitasi seluas-luasnya.