Mohon tunggu...
Gufron Ramadhan
Gufron Ramadhan Mohon Tunggu... Aku adalah Imigran dari surga sang penikmat kata berupa fatamorgana.

Hidup itu aneh, jadi aku tulis saja. Biar nanti bisa dibaca ulang, dan ditertawakan bersama, atau ditangisi sendirian

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Capek Hustle? Ini Alasan Kenapa Gen Z Lebih Milih Hidup Santai

10 Oktober 2025   16:36 Diperbarui: 10 Oktober 2025   16:36 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kerja keras sekarang, nikmati hasilnya nanti." Kalimat ini dulu terdengar seperti kebenaran mutlak. Tapi bagi banyak anak muda zaman sekarang terutama Gen Z mantra itu mulai kehilangan daya tariknya. Setelah melihat betapa melelahkannya hidup dalam budaya hustle, generasi ini memilih jalan lain: hidup lebih santai, seimbang, dan penuh kesadaran.

Budaya Hustle dan Tekanan yang Tak Terlihat  

Istilah hustle culture populer sejak media sosial mulai menampilkan gaya hidup orang-orang "sukses" yang kerja 24 jam, punya bisnis di mana-mana, dan selalu sibuk. Di balik layar, budaya ini menciptakan tekanan besar: harus produktif setiap saat, takut ketinggalan, dan merasa bersalah kalau istirahat.
Akibatnya? Banyak yang kelelahan bahkan sebelum "sukses". Burnout, stres, dan kehilangan arah hidup jadi cerita sehari-hari. 

Gen Z: Realistis, Bukan Malas

Berbeda dengan generasi sebelumnya, Gen Z tumbuh di era digital yang serba cepat sekaligus melelahkan. Mereka melihat sendiri bahwa kerja tanpa batas belum tentu membawa kebahagiaan. Banyak yang mulai berpikir, "Untuk apa punya uang banyak kalau nggak punya waktu buat diri sendiri?"

Bagi Gen Z, hidup santai bukan berarti malas. Mereka justru lebih fokus pada keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi. Nilai seperti mental health, waktu luang, dan kebebasan jadi prioritas utama. Dari sinilah muncul tren slow living, quiet quitting, dan work-life balance yang makin populer.

Faktor Sosial dan Ekonomi yang Membentuk Pola Pikir Ini

Tak bisa dipungkiri, kondisi ekonomi global juga berperan besar. Harga rumah melambung, biaya hidup naik, sementara gaji tak selalu sebanding. Banyak Gen Z merasa, kerja mati-matian belum tentu menjamin stabilitas finansial.
Selain itu, teknologi membuka cara kerja baru: remote job, freelance, dan digital nomad memungkinkan mereka mencari penghasilan tanpa harus terikat sistem kerja lama yang kaku.

Pandemi COVID-19 pun menjadi titik balik. Saat semua orang dipaksa berhenti sejenak, banyak yang menyadari bahwa hidup bukan sekadar soal kerja dan karier, tapi juga soal makna dan kesehatan jiwa. 

Santai Bukan Berarti Berhenti Berkembang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun