Mohon tunggu...
Yamin Mohamad
Yamin Mohamad Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Transportasi dan Kemacetan yang Menyebar ke Daerah

22 Agustus 2022   12:15 Diperbarui: 22 Agustus 2022   12:16 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dulu kebutuhan manusia berkutat pada kebutuhan sandang, pangan, dan papan.  Kehidupan masyarakat yang mengalami perkembangan membuat kebutuhan juga mengalami hal serupa. Kebutuhan manusia tidak lagi hanya berkutat pada tiga titik tersebut.

Sejajar dengan perkembangan teknologi dan perubahan sosial budaya manusia, kebutuhan manusia menjadi makin kompleks dan dinamis. Kebutuhan menjadi berkembang. 

Mari kita lihat. Di masa lalu manusia terbiasa hidup dengan jalan kaki. Jika jarak tempuh lebih jauh, pilihan perjalanan menggunakan kuda sebagai alat transportasi. 

Perubahan terus terjadi dari waktu ke waktu. Tercatat bahwa pada pertengahan abad ke-17, Blaise Pascal menciptakan bus angkutan umum pertama yang ditarik kuda untuk melayani penerapan sistem rute dan tarif yang tetap dan terjadwal. Jauh sebelumnya pada 3500 SM, roda ditemukan dan menjadi cikal bakal transportasi modern. 

Mobilitas manusia masa kini mencapai jangkauan lebih jauh dan membutuhkan laju yang lebih cepat. Kini setiap gerak berpindah tidak dapat dipisahkan dari alat transportasi mesin. 

Pertumbuhan penduduk, pada saat yang sama, terus meningkat. Perkembangan itu mengakibatkan meningkatnya kebutuhan alat transportasi. Ini bermuara pada membludaknya alat transportasi yang memenuhi jalan-jalan.

Selama ini Jakarta merupakan kota yang selalu identik dengan kemacetan. Belakangan kemacetan itu tampaknya telah menyebar ke kota-kota lain di Indonesia.

Di Lombok sendiri, kemacetan itu juga terjadi hampir setiap hari. Jika Anda melintas jalan penghubung Kota Mataram (ibukota NTB) ke Lombok Timur, kemacetan mulai terasa terutama sore Sabtu dan Minggu. Perjalanan dari Mataram ke Lombok timur, dalam kondisi normal bisa ditempuh dengan waktu 45 menit sampai 1 jam. Pada hari tertentu, jika jalanan sedang padat perjalanan bisa mencapai angka 2 sampai 3 jam.

Penyebab kemacetan itu ditimbulkan oleh beberapa hal. Salah satunya tentu adalah jumlah kendaraan yang melintas di jalan itu. Tidak saja kendaraan penduduk setempat tetapi juga kendaraan lintas daerah baik transportasi umum berupa bus dan angkutan barang. 

Berdasarkan catatan Direktorat Lalu Lintas Polda NTB, tahun 2019 saja setidaknya setiap bulan rata-rata 1.800 unit sepeda motor baru dan 200 unit mobil, masuk dan beroperasi di NTB. Sebagian besar di Kota Mataram.[1]

Penyebab lain kemacetan adalah tradisi nyongkolan atau nyongkol. Tradisi ini merupakan kegiatan arak-arakan pengantin dari rumah mempelai laki-laki ke rumah perempuan. Sebuah tradisi yang pada dasarnya sangat luhur tetapi menciptakan ketidaknyamanan kepada pengguna jalan karena dilakukan di jalan raya.

Nyongkolan atau nyongkol bertujuan untuk melakukan semacam publikasi kepada masyarakat luas bahwa si A telah menikah dengan si B. Melalui nyongkolan, setelah upacara perkawinan (akad nikah dan pesta), pasangan suami-istri baru perlu diperkenalkan keluarga, kerabat, dan masyarakat luas bahwa kedua mempelai telah menjadi pasangan suami-istri. Iringan nyongkolan itu biasanya disemarakkan dengan gendang belek, kelenang, atau alat musik tradisonal masyarakat Sasak lainnya. 

Penyebab lainnya adalah pasar tumpah. Beberapa pasar sepanjang jalan jurusan Mataram-Selong, pada hari-hari tertentu, tidak dapat menampung para pedagang di area pasar. Pedagang-pedagang itu kemudian meluber keluar pasar sampai pinggir jalan. 

Sekarang pasar tumpah sudah mulai berkurang. Sejumlah pasar sepanjang jalan itu sudah banyak yang mendapat pembenahan sehingga pedagang-pedagang yang membuka lapak di luar area pasar dapat diminimalisir. Namun demikian, kepadatan kendaraan (berarti keacetan)kemacetan belum teratasi. 

Sejauh ini, memang tersedia transportasi publik yang ditawarkan para pengusaha transportasi lokal berupa bus kecil atau bus engkel. Alat transportasi ini pernah menjadi salah satu pilihan andalan penumpang antar kota. Bus engkel tergolong praktis karena penumpang dapat menunggu kedatangannya di sepanjang jalan. Stop and go.

Sekarang bus engkel tidak lagi menjadi transportasi andalan masyarakat. Makin tingginya daya beli masyarakat menyebabkan makin tingginya kepemilikan kendaraan pribadi. Selain itu jalur yang dilalui bus engkel tidak dapat menjangkau wilayah pinggiran atau pedesaan karena jalurnya terbatas pada jalan utama. Penumpang yang rumahnya jauh dari jalan utama harus mencari ojeg atau kendaraan lain untuk sampai ke alamatnya. Hal ini membuat masyarakat memilih menggunakan kendaraan pribadi.

Kota Mataram, sebagai ibukota provinsi NTB, juga tidak dapat menghindari kemacetan. Tidak saja karena kendaraan yang makin banyak tetapi juga sebagian ruas jalan yang memerlukan pembenahan. 

Pernah ada masa jayanya angkutan kota memenuhi jalanan di Mataram. Angkutan kota itu dikenal dengan "bemo kuning". Disebut demikian karena warna kendaraan itu memang menggunakan warna kuning mencolok. Saat ini penggunaan bemo kuning sudah jarang. Rupanya penyebab menurunnya penggunaan angkot tersebut hampir sama dengan menurunnya penggunaan bus engkel. 

Angkutan kota Mataram juga harus bersaing dengan munculnya aplikasi transportasi online seperti Gojek dan Grab. Hal ini membuat masyarakat lebih memilih menggunakan transportasi melalui aplikasi online karena kemudahan akses dan kebebasan memilih rute. Kelebihan lainnya, para penumpang tidak harus menunggu waktu yang lama sehingga tujuan perjalanan dapat dicapai lebih cepat.[2] Selain itu, dibutuhkan kesabaran untuk mendapatkan tumpangan angkutan bemo kuning.

Bagaimanapun penggunaan kendaraan pribadi telah menjadi pemicu terbesar kemacetan. Makin tingginya kepemilikan kendaraan pribadi bisa dianggap sebagai indikator kesejahteraan masyarakat yang makin meningkat. Namun, tidak dapat diabaikan pula bahwa kemudahan yang ditawarkan distributor kendaraan membuat masyarakat semakin mudah memilikinya. 

Untuk memiliki sepeda motor misalnya, tawaran uang muka yang sangat ringan membuat permintaan produksi sepeda motor mengalami lonjakan. Kondisi ini melahirkan jenis profesi baru dengan menjadi tukang ojek. Jasa ojek dengan sendirinya menjadi pesaing bus engkel dan angkot sejak awal tahun 2000-an.

Dalam upaya mengurangi kemacetan tersebut, diperlukan kesadaran masyarakat untuk mengubah paradigma bepergian dengan alat transportasi. Kesadaran itu adalah dengan memanfaatkan transportasi umum yang ada. 

Sesuai dengan PP 74 tahun 2014, pada saat yang sama, diperlukan keterlibatan pemerintah (daerah) dalam pemberdayaan pengusaha transportasi publik. Pemberdayaan angkutan kota dan bus engkel menurut saya perlu dilakukan melalui peremajaan ke dua jenis alat transportasi tersebut. Ini penting dalam rangka memberikan kenyamanan kepada penumpang. Pemerintah dan pengusaha transportasi perlu bersinergi untuk memberikan layanan transportasi yang nyaman dan murah dalam memenuhi kebutuhan publik.

Lombok Timur, 22-08-2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun