Mohon tunggu...
Muhibuddin Aifa
Muhibuddin Aifa Mohon Tunggu... Perawat - Wiraswasta

Jika Membaca dan Menulis adalah Cara yang paling mujarab dalam merawat Nalar, Maka Kuliah Adalah Pelengkapnya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Solusi Cerdas Menyikapi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)

3 Agustus 2020   13:52 Diperbarui: 3 Agustus 2020   15:35 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masiswa asal Nagan Raya Aceh Mendirikan Posko Belajar Online Utk mdptkan Sinyal Internet di Gunung Singgah Mata. Sumber Foto (aceh.tribunnews.com)

DUNIA pendidikan saat ini sedang berduka, akibat terjadinya berbagai kendala dalam pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Sederet persoalan pun  muncul, mengenai koata internet, terbatasnya media pendukung, dan akses internet yang sulit ke pelosok pedesaan (marginal). Permasalahan ini sudah pernah penulis angkat melalui tulisan dengan tema "Nestapa Kelas Online Bagi Keluarga Marginal".

Mengupas tentang persoalan ini memang tak ada habisnya, karena hingga saat ini belum ditemukan solusi cerdas untuk mengakali masalah ini. Dalam berbagai pembicaraan ringan dengan para sahabat saya ikut merasakan keprihatinan mereka terhadap anak-anaknya akibat proses belajar yang belum bisa dilakukan secara tatap muka.

Sahabat saya mengeluh bahwa anaknya kesulitan dalam melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ), anaknya sama sekali tidak mempunya keinginan untuk mengikutinya (kehilangan mood belajar). "Anak saya lebih suka belajar tatap muka, dilain sisi ia juga bisa bertemu dan bermain dengan teman-teman sekelanya" pungkas sahabat saya. 

Pengalaman pribadi juga saya rasakan saat adik perempuan saya yang sedang mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA). Ia mengaku kecewa karena tidak diberlakukan sistem perangkingan untuk ujian smester ini. "Pihak sekolah mengatakan bahwa kali ini nilai corona, jadi tidak ada istilah juara kelas smester ini" jelas adik saya menutup sambungan poselnya. Ia teramat kecewa karena biasanya selalu mendapat ranking dikelasnya.

Sepertinya di Aceh memang sama sekali tidak cocok untuk diterapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ), berikut beberapa masalah yang muncul tentang kelas online berdasarkan liputan berbagai media di Aceh.

  • Kompas.com dengan judul "Murid di Pedalaman Aceh Harus Naik ke Bukit untuk Belajar Online"
  • Tagar.id dengan judul "Siswa Pedalaman Aceh Bingung Belajar Online"
  • Serambinews.com dengan judul "Belajar Online tak Punya Internet, Apa Solusinya?"
  • aceh.antaranews.com dengan judul "PGRI minta pemerintah mudahkan akses internet untuk belajar di rumah"

Kutipan berita dari beberapa media nasional dan  lokal di Aceh, menafsirkan pada kita betapa daruratnya sistem belajar daring di Aceh. Seharusnya ini jadi perhatian yang serius dari Kemendikbud, bukankah peserta didik merupakan regenerasi selanjutnya yang akan memimpin Indonesia dimasa mendatang?.

Dari Segi Keramaian Apa Beda Sekolah dengan Mall

Pemerintah mengambil kebijakan untuk membolehkan beroperasinya pusat pembelanjaan, dan menutup sekolah. Kalau dipikir-pikir secara keramaian apa bedanya sekolah dengan mall?, toh sama-sama terdapat keramaian di sana. Sepertinya ada yang salah dengan kebijakan ini, seharusnya pihak terkait tidak menutup mata untuk masalah ini, sudah saatnya melakukan evaluasi ulang dan mengambil solusi yang tepat untuk keberlangsungan pendidikan di Indonesia pada masa pandemic covid-19.

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Milik Sikaya

Untuk belajar secara virtual tentunya butuh kelengkapan alat ataupun media pendukung, dan utuk memperolehnya butuh dana. Bagi kalangan mapan bukanlah hal sulit dalam menyediakanya. Dari segi kecapakapan untuk menggunakan smartphone dengan segala fitur yang tersedia didalamnya, mereka sudah sangat paham akan hal itu.

Namun bagi masyarakat miskin ini jadi masalah, jangankan untuk menyediakan HP, saat membeli paket internet saja mereka harus berpikir dua kali. Mereka kwatir tidak bisa mencukupi kebutuhan primer-nya. Belum lagi diminta untuk mengoperasionalkan HP dengan segala macam aplikasinya, dimata mereka itu masih asing dan sangat sulit untuk di pahami.                            

Menurut saya berikut ada dua solusi yang bisa kita terapkan dalam menyikapi persoalan Kelas Online:

Alihkan Dana PKW Untuk Kelas Online

Seminggu yang lalu saya bertukar pendapat dengan salah seorang anggota Dewan kabupaten Aceh Utara, yang sekaligus pemilik sebuah Sekolah Menengah Atas. Beliau mengatakan belum lama ini Kemendikbud melalui Direktorakat Kursus dan Pelatihan telah menggulirkan sebuah program yang bertajuk Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW). Program ini digagas untuk lembaga pendidikan dan LSM, dengan bantuan dana bisa dikatakan lumayan besar. 

Diprediksikan peserta yang akan mengikuti menelan biaya sekitar Rp.6000.000 per siswa. Bapak dewan tersebut berencana akan mengajukan proposal untuk ikut dalam program PKW. Kemudian saya mencoba membayangkan, jika peserta yang akan ikut pelatihan tersebut berjumlah sekitar 100 orang, maka akan menghabiskan biaya sekitar Rp.600.000.000. Baca lengkap di laman berikut.

Program tersebut bersifat pendidikan ekstra dan hanya berakhir dengan selembar sertifikat tanpa adanya rencana tindak lanjut yangn jelas. Apa jadinya bila dilakukan oleh beberapa sekolah, yang akan mengikut sertakan seribuan siswanya, maka akan ada serapan dana dalam jumlah milyaran bahkan lebih. Bukankah dana tersebut sebaiknya dialihkan untuk menambal kekurangan lain yang menyangkut Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Sistem Karantina Siswa

Saya berpikir untuk mengakali persoalan kelas online perlu menyatukan siswa dalam satu tempat yang aman. Sistem ini bisa dikatakan karantina atau lebih enak untuk disebut dengan Boarding School. Kebanyakan orangtua sudah lelah terhdap belajar secara online, bila memang memungkin sudah bisa menerapkan sistem  asrama yang memungkin siswa untuk belajar secara tatap muka dan kembali bisa bermaian dengan teman sekelasnya.

Memang akan banyak tantangan untuk melaksanakan metode ini, kita butuh fasilititas pendukung. Berbicara tentang fasilitas, lagi-lagi membuat kita geleng-geleng kepala, karena akan menguluarkan dana lagi. Setiap tantangan pasti ada jalan keluarnya, misalnya dengan memfungsikan bangunan sekolah untuk dijadikan tempat tinggal mereka. Karena siswa sudah menetap satu tempat, maka jadwal belajar akan bisa di sesuaikan dengan pembagian waktu menyesuaikan dengan keadaan dan jumlah ruang tersisa setelah adanya ruang kelas yang dijadikan tempat tinggal mereka.

Tentunya dalam melakukan motode ini tetap harus memperhatikan dan menerapkan protokol kesehatan. Setelah menjalani semacam rapid test ataupun uji klinis lainnya, dan mendapatkan hasil yang dirasa aman untuk dilaksanakan boarding school. Maka program ini saya rasa menjadi salah satu solusi juga dalam mengatasi polemik Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Menunggu kapan akan berakhir pandemi Covid-19 ini, hingga saat ini belum ada kepastiannya dan bahkan angka penyebarannya semakin tinggi. Siap ataupun tidak, kita harus bisa mengambil langkah-langkah yang nyata untuk lahirnya generasi cerdas di era pandemi ini. Jangan sampai dunia melebelkan siswa era pandemi adalah siswa yang tidak bisa diandalkan akibat merenggangnya kedisiplinan belajar masa-masa dilanda ketakutan terhadap virus corona.

Banda Aceh, 02 Agustus 2020

Moehib Aifa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun